Share

Live with the CEO
Live with the CEO
Penulis: KIKHAN

Punya Niat Pribadi

Ruangan kerja didominasi warna hitam dan abu-abu. Terdapat seorang pria duduk di kursi sedang bicara melalui telepon. Benda-benda di dalam tertata rapi dan bersih tanpa noda, mencerminkan pemiliknya.

Papan nama akrilik terpajang kilau di meja tertera nama "Haris Liam", di bawah namanya pula jabatan yang didudukinya "Presdir of Top Mirror".

"Mereka bilang kapan?" 

Suara berat khas Haris hanya bisa dinikmati oleh orang tertentu. Dia cenderung tegas jika bicara sampai ditakuti karyawan bahkan keluarganya.

Helaan napas Haris mengisi satu ruangan. "Kenapa bisa mendadak?!" teriaknya di telepon.

Inilah Haris, dia dijuluki "Presdir Gila" karena temperamennya buruk. Di balik kegilaannya Haris mampu mendirikan perusahaan sendiri dengan modal pribadi. 

Usai menutup telepon cukup kasar, Haris berdiri di sisi kiri ruangan di mana bisa melihat pemandangan kota. 

Jadwal penerbangan ke China besok, lebih cepat dari prakiraan Haris dan terbilang mendadak. Gara-gara masalah yang dibuat adik tirinya, Haris yang harus menyelesaikan.

"Berengs*k itu!" 

Haris menyambar jaket kulit di kursi kemudian dipakai sambil berjalan keluar. Di tangan kanannya terdapat kunci mobil, dia akan pergi.

Karyawan yang melihat Haris menyapanya meskipun tidak dibalas senyum atau anggukan kepala apalagi memberi semangat. Sepertinya cuma Haris, presdir tanpa asisten yang mampu meng-handle segala yang terjadi di Top Mirror.

Haris malas mempekerjakan orang menjadi asisten atau sekretaris apalah itu sebab mereka kewalahan sebelum perang. 

Orang biasa mungkin tidak akan tahu Haris adalah presdir karena pakaiannya bukan jas keren berdasi. Haris memakai pakaian formal hanya jika menghadiri rapat, di luar itu dia lebih nyaman memakai kaos putih berlengan panjang dibalut jaket kulit atau denim dan dipasangkan celana Levis hitam atau putih. Singkatnya, Haris suka warna monokrom.

Usai masuk mobil baru yang dibeli tiga hari lalu, Haris tancap gas menuju rumah orangtuanya yang ditempati berbagai makhluk mengerikan.

Mereka bukan hantu. Haris sebut mereka makhluk mengerikan sebab harus dijauhi jika ingin hidup tanpa beban.

Haris tiba di rumah. Mobilnya melewati pancuran air tepat di depan rumah untuk memarkir kendaraan.

Markas keluarganya memiliki keamanan tinggi. Fasilitas di dalam sudah memakai teknologi meski masih butuh pekerja.

"Tuan Muda Haris datang."

Kedatangan Haris di acara makan siang keluarga tidak lagi mengejutkan mereka.

"Aku pikir Ayah sangat sibuk sampai Lucas yang menelepon." Haris duduk di kursi yang tersedia. "Ternyata tidak."

David adalah Ayah Haris. Lucas adalah asistennya. Mereka pasangan utama yang patuh peraturan walaupun sesekali menyebalkan.

Haris mengambil jeruk dan mengupas kulitnya sambil bertanya kepada Yuna. "Ibu tiriku tercinta hari ini senggang?" Dia menikmati rasa asam manis jeruk. "Biasanya sibuk arisan sosialita," sindirnya tersenyum padahal lagi mengunyah.

Yuna tidak menggubris Haris. Mereka belum memulai makan siang, namun dia sudah main comot jeruk.

"Makanan itu untuk dimakan, bukan cuma dilihat. Silakan makan," kata Haris.

Mereka menatap David sebab dia kepala keluarga, yang memutuskan semua hal terkait rumah. 

David mengangguk satu kali, membiarkan obrolan di sela makan.

Haris melempar kulit jeruk ke arah adik tirinya yang pertama. "Tidak bisakah kau tidak membuat masalah satu kali saja? Atau diam saja tidak usah bernapas supaya aku tidak ke sana-sini menyelesaikan masalahmu." 

Elina melirik sampah yang dibuang Haris. "Tidak bisa. Aku hidup untuk mengusikmu." Sikapnya frontal dan keras kepala.

Kali ini masalah yang Elina buat adalah skandal dengan aktor dari Top Mirror. 

Haris tersenyum pahit kemudian menatap David untuk mengadukan perbuatannya. "Dia kencan dengan pria beristri. Hebat sekali." Ada nada meremehkan dari suaranya.

Elina sempat kaget. "Aku baru tahu kemarin, pas beritanya muncul. Kalau tahu dia sudah beristri aku juga tidak akan mendekatinya, Ayah."

"Sebenarnya akal pikiranmu masih ada atau tidak?" ketus Haris.

"Haris!" tegur David.

"Cobalah hidup seperti kembaranmu, Elisha." Haris menatap gadis di sebelah Elina yang tengah makan cukup tenang di tengah badai.

Elisha cuek. Haris bukan memuji, tapi menghina.

Haris sendiri malas mampir bertemu mereka di rumah sesak ini.

"Kudengar kau mau pergi ke China. Kapan?" tanya Yuna.

"Besok malam. Mau ikut?" tawar Haris. "Aku harus menyelesaikan masalah yang dibuat putrimu sampai pergi ke China." Ini karena aktor yang Elina kencani tengah menjalani syuting di China.

Top Mirror di China mengalami guncangan serius akibat berita kontroversi itu. Elina bukan hanya membuat skandal, tapi membuka privasi aktornya bahwa dia memiliki istri yang sudah dilindungi secara hukum tertulis di kontrak.

"Selesaikan dan cepat kembali dari China. Setelah itu Ayah ingin membahas sesuatu pada kalian semua," ujar David serius.

"Katakan sekarang saja biar sekalian selesai," jawab Haris.

"Tentang apa?" tanya Yuna.

"Jangan ikut campur," sela Haris pada ibu tirinya. "Ayahku pasti membahas bisnis. Tahu apa dirimu selain arisan," cibirnya.

"Kau keterlaluan!" sentak Yuna.

"Ibu! Tidak perlu teriak padanya." Elisha membela Haris.

"Haris, kalau kau tidak mau menggabungkan kepemilikan Freelist dengan Top Mirror bagaimana nasib Freelist ke depannya?"

Haris kehilangan nafsu makan. "Freelist kan punyamu. Top Mirror aku bangun dari nol. Kerjakan saja pekerjaan masing-masing. Aku tidak mau menguasai rumah. Berikan saja pada Elisha, asal jangan Elina."

"Apa katamu?" sahut David.

Haris tidak sengaja melihat Yuna tersenyum setelah dia menyebut salah satu anaknya diajukan mengambil alih Freelist. "Kau senang akhirnya ada yang meneruskan perusahaan? Aku mengajukan Elisha karena dia tanggap dan mudah belajar dari kesalahan. Bukan berarti lebih baik dari saudarinya."

Yuna membelalak atas alasan Haris. "Apa?!"

"Aku tidak mau mati kelelahan mengurus kalian bertiga. Anakmu juga harus tahu cara cari uang." Haris terus menyindir mereka secara langsung. 

*

Elisha menemui Haris di halaman belakang rumah dekat kolam renang setelah menerima pesan.

Malam hari terasa lebih dingin. Apalagi Elisha berhadapan dengan es balok. "Ada apa kau memanggilku?"

"Duduk." 

Usai Elisha duduk di sebelahnya, Haris langsung bicara ke inti. "Ambil alih Freelist. Ayah memberi amanah padaku. Aku percaya kau bisa memimpin Freelist."

Elisha kira tentang apa. "Kau lebih mampu."

"Besok kontrak pengalihan Freelist akan diterbitkan. Tanda tangani saja, kau bisa belajar dari nol."

"Kenapa tidak kau saja? Ayah yang mendirikan Freelist. Apa alasanmu tidak mau menggabungkan dengan Top Mirror?" 

"Top Mirror milikku." Biarkan Haris memegang miliknya dengan erat.

Elisha menghembuskan napas pasrah. "Setelah pengalihan disetujui aku harus bagaimana menghadapi Elina? Dia sangat memimpikan hal ini."

"Jangan pedulikan Elina. Paling mulutnya berisik." Haris memang tidak dekat dengan adik-adiknya. 

"Top Mirror tidak akan pindah tangan. Buat dia sadar posisinya tidak penting. Aku memanfaatkanmu."

Elisha tidak bisa pungkiri seberapa banyak usaha Haris menyelesaikan masalah Elina. "Kau keras padanya karena masa lalu?"

"Yang mana? Saat Elina menyukaiku?"

"Ya."

"Anak itu tidak sadar menyukai orang yang lebih kejam dan keras dari dirinya sendiri."

Elisha menatap sendu mereka. "Elina melakukan semua ini karena terjebak perasaan menyukaimu."

"Kembali istirahat. Aku ingin sendirian."

Elisha beranjak meninggalkan Haris bergulat dengan pikirannya. Dia mengerti Haris melalui banyak hal. Hubungan mereka bertiga akan baik-baik saja jika Elina tidak menyukai Haris lebih dari saudara.

Haris mendecih. Pikir Elina karena mereka saudara tiri cinta bisa berlayar?

"Jangankan hatiku. Bahkan 1% hartaku tidak akan bisa kau miliki."

Elisha masih bisa mendengar dari tempatnya berdiri. "Bodoh."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status