Share

Hilang dan Muncul Seenaknya

Griffin masuk kamar mandi. Dia membuka kaki lebar-lebar supaya tidak kena air. Aira melarang lukanya basah selagi dia tidak ada atau mengganti balutan luka sendiri.

"Dia tahu aku tidak bisa apa-apa tanpanya."

Bukan ingin memenuhi panggilan alam. Griffin mau cuci muka. Hampir 3 hari kondisi wajahnya kering. Jika dibiarkan bisa mengkerut lebih cepat.

Griffin lihat ada wadah botol kecil dengan gambar wanita yang sedang cuci muka. Mumpung Aira tidak ada, Griffin pakai sedikit.

Hatinya membaik begitu berkaca sambil mencuci wajah dengan gerakan memutar. Ada sensasi dingin. Griffin tersenyum lebar menikmati wangi dari busa wajahnya.

*

Aira bingung sepulangnya ke rumah Griffin tidak ada di ruang utama. "Ke mana Griffin?"

Aira menilik kamar orangtua dan kamarnya, namun tidak ada. 

Krieett!

Aira lihat Griffin memakai sabun wajah miliknya. 

"Sekarang kau tanpa izin menggunakan barang milikku?" 

Griffin belum sadar saking menikmati kegiatannya.

"Aira belum pulang, jadi tidak apa-apa."

"Dia sudah pulang, baru saja."

"Benarkah?" Griffin membuka mata dan teriak kaget Aira berdiri di depan pintu dengan muka datar. "Woah! Kaget aku!"

"Basuh wajahmu sekarang dan keluar."

Griffin buru-buru bilas wajah dan keluar kamar mandi menemui Aira. "Dia marah tidak ya? Ah, semoga tidak." 

Aira jongkok di dekat perapian mengeluarkan abu kemudian menyalakan api kembali.

"Aku tidak bermaksud memakai tanpa izin. Kau tidak ada di rumah, rencananya aku bilang padamu setelah kau pulang."

"Benarkah?" Aira berdiri di hadapan Griffin.

Griffin menelan ludah. "Benar dong!"

"Aku lihat kau menikmati sekali mencuci wajah sambil bersenandung ria," kata Aira mencontohkan raut muka Griffin di kamar mandi tadi.

Griffin tertawa kemudian menatap Aira penuh rasa bersalah. "Maafkan aku."

"Aku bukan memarahimu, tidak perlu minta maaf."

Walaupun begitu Griffin tetap salah dan dia merasa dimarahi.

"Lain kali tanya dulu benda apa yang mau kau pakai. Kalau ternyata bukan sabun wajah tapi sabun untuk cuci baju bagaimana? Wajahmu bisa bermasalah."

"Tadi itu-- "

"Sabun wajah," sahut Aira.

"Syukurlah. Kau harus tidur karena besok bekerja. Masuklah ke kamarmu." Griffin menggiring Aira masuk kamarnya.

"Kau juga."

"Ck, aku tidur sepanjang hari. Jangan cemaskan aku."

Usai memastikan Aira tertidur, Griffin melihat jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi. 

Griffin memikirkan apa kehidupan sebelum dia hilang ingatan, di mana tempat tinggalnya, dan penyebab dia seperti sekarang.

Tanpa sepengetahuan Aira, Griffin sebetulnya frustasi mengingat-ingat. Ketika sekelibat ingatan datang seperti kaset rusak, telinganya berdenging disertai sakit kepala.

"Siapa aku sebenarnya?"

CEO Top Mirror kebanggaan David. Musuh besar ibu dan adik tirinya. 

Griffin, kau adalah Haris. Pria yang pandai dalam segala hal dan memiliki sejuta pesona di mata orang lain, tetapi menjengkelkan bagi ibu dan saudara tirimu.

Berdiri lama-lama di tempat pertama kali dia bangun pun tak ada satu pun kenangan yang muncul. 

Griffin tidak mempermasalahkan walau kenangan buruk yang datang asal dia bisa ingat.

Griffin kira jika dia kembali ke tempatnya ditemukan akan ada petunjuk. Kondisinya sungguh buruk.

Griffin bicara sendiri. "Apa kau akan terus bersamanya tanpa identitas jelas? Memangnya dia tidak kesulitan mengurusmu?" 

Melihat laut terbentang luas rupanya tidak melulu melepas penat. Pikiran Griffin justru tambah kusut ditambah kebaikan yang diberikan Aira terkadang membuatnya merasa tidak enak hati.

***

Aira terbangun akibat sinar matahari masuk jendela kamar. Pagi ini tidak terlalu dingin terbantu hangatnya sinar pagi.

Aira mengambil pakaian dan handuk untuk segera mandi sebelum rebutan dengan Griffin.

Namun begitu dia keluar kamar, Griffin tidak ada di ruang tamu.

"Aku pasti kedahuluan," pikirnya.

Aneh sekali begitu pintu kamar mandi diketuk, justru terbuka dan tidak ada Griffin di dalam.

Aira khawatir dan mencari ke belakang, membuka semua pintu kamar termasuk gudang tempat barang bekas, juga tak ada.

"Griffin!" 

"Ke mana dia pergi pagi-pagi?" 

Jika Griffin berjalan-jalan Aira akan menghajarnya. Kondisi kaki pria itu belum sembuh total.

Aira keluar dan berpapasan dengan Deva yang membawa lauk untuknya.

"Kebetulan kau keluar. Ibu menyuruhku mengantar lauk," ujar Deva.

"Taruh saja di meja."

Deva heran Aira buru-buru pergi ke mana sampai handuk masih ada di lehernya.

"Andai Ibu lihat dia sekarang. Pasti tidak mengelak kalau Aira aneh."

Setelah menaruh lauk di meja, Deva pun keluar mengunci pintu dan menyembunyikan kuncinya di bawah keset.

Aira masih mencari Griffin ke setiap gang sekitar rumah. "Astaga ke mana sih dia?"

Riana yang baru saja keluar rumah melihat Aira lewat. "Sedang apa kau?" Jalan ke rumahnya dari rumah Aira lumayan. "Aku tidak perlu dijemput."

"Aku tidak menjemputmu," jawab Aira terus lewat.

"Benarkah? Lalu apa yang kau lakukan di sini?" Riana kemudian tertawa. "Bawa handuk segala. Memangnya kau mau mandi di jalanan?"

Aira melihat lehernya. Dia jadi tidak waras mencari satu orang.

"Aku bahkan tidak sempat mandi," celetuk Aira.

"Kau tidak bekerja? Cari apa sih?" Riana ikut melihat sekitar barangkali bisa bantu.

Aira hampir lupa bekerja juga. "Ah benar. Kita ke pasar bersama kalau begitu."

"Apa kubilang? Kau menjemputku, tapi malu mengakuinya."

Aira menjemur handuknya di tali yang terpasang depan rumah Riana. "Aku bilang tidak. Mengapa rajin sekali menjemputmu?"

*

"Terima kasih, Bu."

Riana kipas-kipas wajahnya yang hampir terbakar panas. "Hari ini sangat panas kan, Aira?"

Sesudah melayani pembeli Aira satu frekuensi menjawab "iya" pertanyaan Riana.

"Aku perhatikan hari ini kau banyak melamun."

"Aku?" 

"Hm."

"Tidak kok."

"Benarkah?" Riana mungkin salah sangka. "Deva melaut mencari ikan. Nanti malam bolehkah ikut kalian bakar ikan?" 

"Boleh saja."

Riana mengalihkan pandangan ke sebelah kirinya tepat gapura pasar. Dia mengucek mata akibat silau oleh ketampanan pangeran bak jatuh dari langit ke tengah pulau.

"Aira, Aira! Pangeran tanpa kuda putih telah datang!" 

Aira menertawakan imajinasi Riana. "Kuda putihnya hilang ke mana?"

"Lihat dulu! Aku baru tahu ada pria tampan di pulau ini seumur hidupku."

"Memang seberapa tampan dia-- Griffin?"

Aira memastikan dia adalah Griffin.

Mengapa dia di sini setelah menghilang tanpa jejak? 

"Kau kenal pria itu?" Riana rasa mereka saling kenal.

Griffin mendekat ke lapak dagangan Riana untuk bertemu Aira. "Kenapa kau mengunci pintu? Aku tidak bisa masuk."

"Kau kenal aku?" cetus Aira masih kesal ditinggalkan pagi tadi.

Griffin kaget ditanya begitu. "Aku ketiduran di suatu tempat semalam. Pas pulang pintunya terkunci."

"Lalu kenapa kau menemuiku?"

"Tentu saja meminta kunci."

"Aku pikir kau hilang karena pagi tadi sudah tidak ada!" omel Aira.

"Hilang ke mana aku disaat tidak ada tujuan? Jangan marah. Kakiku tidak akan sembuh berjalan kaki untuk meminta kunci rumah. Berikan padaku," pinta Griffin.

"Aku saja tidak sempat mengunci rumah, bagaimana aku tahu kuncinya di mana?"

"Sebentar!" henti Riana diselimuti kebingungan sepanjang mereka bicara rumah, kunci, hilang, dan sebagainya.

Baik Griffin maupun Aira langsung diam menoleh ke arah Riana.

"Sebelumnya maaf mengganggu pembicaraan kalian. Aira, kau kenal pria tamp-- dia?" tanya Riana pelan-pelan.

"Kau bercanda? Aku ke sini jauh-jauh untuk menemuinya buat apa kalau tidak kenal?" sambar Griffin.

"Kupikir kau lupa kita saling kenal," balas Aira.

"Siapa dia?" Riana ingin tahu.

"Dia hanya lewat secara kebetulan."

"Aira. Aku ketiduran di pinggir laut dan langsung pulang tapi kau sudah pergi makanya aku ke pasar. Lewat secara kebetulan? Aku sudah menginap di rumahmu 2 hari 3 malam!"

Riana melotot kaget. "Apa!" 

Aira menghela napas. Tidak perlu susah payah menutupi keberadaan Griffin. Dia muncul sendiri.

"Ikut aku." 

Griffin pasrah lengannya ditarik Aira.

"Aira! Kau berutang penjelasan padaku! Aira!" 

Menyebalkan sekali dia kenal pria tampan diam-diam. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status