Griffin terengah-engah sampai rumah. Dia pikir napasnya bisa habis di tengah perjalanan. Perasaan Griffin mengatakan jarak dari pantai ke pasar tidak sejauh seperti dari pasar ke rumah.
"Apa hanya aku yang merasa hampir mati?"
Griffin lihat masyarakat di pulau ini masih berjalan kaki baik jarak jauh sekali pun tanpa rasa letih.
Selagi menormalkan pernapasan dan detak jantung Griffin duduk dahulu di teras, menyeka peluh keringat sebesar butir jagung sambil mengipas wajahnya dengan kerah depan kaosnya.
"Hah ... Hebat sekali pulau ini tanpa polusi."
Setiap mendengarkan berita terkini di radio, Griffin selalu ingat suara kendaraan melaju tapi udaranya kurang baik akibat polusi.
Di tempatnya hidup sekarang sepeda pun bisa dihitung sepanjang berjalan kaki dua rute.
Sesudah letihnya berkurang, Griffin bangkit berpegangan gagang pintu.
Saat gagang pintunya ke bawah, Griffin kaget pintu terbuka padahal sebelumnya terkunci.
"Kok?"
Pria yang termakan berita menyeramkan mengenai pencurian dan perampokan langsung melihat sekitar walaupun tidak tahu bagaimana maksud kata aman dan bahaya karena sepi.
"Apa ini acara Behind the House?" gumamnya teringat acara uji nyali di radio setiap hari kamis dan sabtu yang disiarkan tengah malam.
Griffin tidak memikirkan kunci di bawah keset, dia masuk saja dan tutup pintu tanpa menimbulkan suara.
Brak!
Griffin terlonjak oleh suara debam yang bukan dibuat olehnya, melainkan berasal dari dalam rumah.
*Deva memasukkan ikan ke wadah yang dimasukkan es balok supaya awet hingga tengah malam.Nanti malam kan mereka mau bakar ikan di dekat laut, makanya setelah melaut Deva langsung ke rumah Aira.
*"Ada orang selain aku di sini?" lirih Griffin usai mengintip dari balik pilar pembatas ruang tamu dengan lorong menuju dapur.*Deva masuk dapur dan melihat ada lauk sisaan."Dia makan dengan baik."
Melihat Aira makan banyak sampai sisa begini, kejahilan Deva tak bisa dicegah.
"Tapi tidak bagus juga menyisakan makanan begini."
Deva menghabiskan sisa makanan sebelum basi.
*Griffin melihat resiko jika dia tidak sembunyi dalam waktu dekat, Aira bisa mengomel karena dia ketahuan orang. Juga, mungkin nasibnya sebagai orang hilang akan berubah sebagai penyusup.Melihat peluang masuk kamar Aira lebih dekat dari posisinya sekarang, Griffin akhirnya masuk ke sana dengan aman dan hati-hati.
Griffin menutup pintu kamar Aira, baru dia bisa bernapas lega.
Selagi Deva makan, Griffin menunggu dia pergi dari balik pintu.
"Aku bahkan belum makan siang, hiks. Siapa dia masuk ke rumah Aira dan menghabiskan jatah makanan buat aku?" decitnya merasa hidup sangat ironi.
*Usai menghabiskan makanan, Deva menumpuk piring kotor sambil bicara sendiri."Aira selalu melarangku ke kamarnya karena berantakan. Sebenarnya berantakan seperti apa sampai mendekat saja tidak boleh?"
Deva kini menuju kamar Aira.
*Telinga Griffin yang menempel ke pintu mendengar suara Deva semakin jelas.Apa dia mau masuk?
"Cobaan apa lagi yang menimpaku, Tuhan... "
Situasi Griffin saat ini sangat membingungkan di dalam sana.
Cklek!
Deva membuka pintu perlahan-lahan kemudian matanya melebar.
Cklek!Deva memindai kamar Aira yang barusan dia buka."Tidak separah yang kukira."Kamar Deva lebih kacau dari Aira. Kalau sekadar kemasan makanan tergeletak di atas meja, handuk di atas kasur, dan bantal tidak tertata itu masih umum.Setelah rasa penasaran hilang, Deva menutup pintu."Semoga Aira tidak tahu sampai kapan pun."Deva keluar dari rumah Aira dan mengunci kembali pintu.Kriett! Cklik!Griffin membuka mata kemudian membalas ucapan Deva, "Tidak. Kau ketahuan."Demi menyelamatkan diri Griffin masuk lemari pakaian, ditelan gelap dan keheningan.Merasa kadar oksigen makin tipis, Griffin mendorong pintu lemari dan lompat keluar."Hahh! Hahh!"Akhirnya Griffin bebas dari kewaspadaan sebab Deva telah pergi."Siapa dia?"Suaranya terdengar tidak asing di telinga Griffin tapi dia tidak ingat di mana dan siapa.Semenjak amnesia Griffin bukan cuma melupakan masa lalu
"Wakil direktur?" tanya Elisha."Bawa dia masuk," sela Elina."Izinkan Mister Cullen masuk," perintah David.Asisten William membukakan pintu untuk Bradly Cullen.Pria yang kerap disapa Bradly oleh banyak kenalan sedang hadir mewakili sahabatnya di tengah badai.Sosok Bradly terlihat ramah dan karismatik bagi David padahal mereka bertemu baru tiga kali.Bradly memilih bekerja untuk Haris, orang pertama yang mendukungnya mendirikan Top Mirror dengan setia dan pantang mundur.Usia Bradly tahun ini 30 tahun, statusnya lajang. Daya tarik wajah asia-tiongkok Bradly lebih unggul dari para aktor Top Mirror.Kepribadian Haris dan Bradly adalah satu meskipun beda raga. Keduanya memiliki sisi misterius, tidak mudah ditebak oleh peramal sekali pun.Usai Bradly masuk, Asisten William keluar.Prok! Prok! Prok!Belum apa-apa Elina sudah heboh menyambut kedatangan Bradly.Bradly menunduk hormat pada Elina hingga gadis itu terpana. Baru kali ini Elina merasa dihormati selain oleh keluarganya sendiri.
"Aku ingin Elina mengelola Top Mirror.""Uhuk! Uhuk!" Elina tersedak minumannya sendiri usai mendengar Haris. "Aku? Coba diulang!"Bradly mengulang kembali ucapan Haris."Aku ingin Elina mengelola Top Mirror.""Kalian dengar? Haris memilih aku!" Elina sangat bahagia melihat tatapan sinis Elisha sekarang.Bradly melanjutkan videonya."Dengan syarat selama Elina mengelola Top Mirror, pekerjaannya dalam pengawasan Bradly. Jaga Top Mirror dengan baik."Elina melirik Bradly. "Kau harus mengawasiku ya?" "Sesuai yang disampaikan Pimpinan," jawab Bradly."Haris menitipkan Top Mirror ke Elina? Tuan Bradly, kau mungkin tidak tahu. Elina ini tidak bisa apa-apa. Bagaimana dia mampu mengelola perusahaan besar? Jika Top Mirror hancur-- ""Ayah! Aku bahkan belum mulai!" protes Elina.Elisha sedekap dada. "Tetap saja kau disuruh mengganti peran tanpa dapat apa-apa.""Saya harap Nona Elisha tidak salah paham." Haris merahasiakan sesuatu dari keluarganya yang dia ketahui. "Delapan persen aset Pimpinan
"Sedang apa dia?" tanya Riana setelah memerhatikan Deva duduk menyendiri di bebatuan sambil makan ikan bakar."Tidak tahu," jawab Aira yang ada di sebelahnya.Riana memikirkan segala hal yang tidak penting setiap berkumpul dengan mereka."Lain kali jangan turuti Deva!"Mereka bertiga harusnya duduk melingkar di tengah api unggung menikmati ikan bakar bersama sambil bersenda gurau seperti di film-film."Anehnya aku tidak bisa menolak," jawab Aira."Itu dia masalahmu," cicit Riana.Meskipun mereka tidak mendongeng seperti biasanya, kali ini pandangan ketiganya terpaku pada kerlap-kerlip lampu jauh di seberang pulau.Riana menghembuskan napas panjang. "Kapan aku bisa pergi ke Kota?" Pertanyaan tiba-tiba yang mewakili isi hati Aira itu memiliki banyak harapan yang tak pernah putus."Mungkin beberapa tahun lagi?" "Aku tidak akan bisa ke sana. Uang dari mana."Lupakan saja bermimpi pergi ke kota besar. Uang saja cukup buat makan besok."Pasti ramai sekali di sana saat malam hari. Itukah a
"Pria yang dijelaskan Riana tadi. Nama khayalannya Griffin," alibi Aira.Riana mengangguk santai walaupun ragu Deva percaya begitu saja. "Ya. Aku tidak menyukai nama pria yang aku sukai. Griffin nama yang bagus.""Ibuku yang memberi nama Deva. Protes saja padanya kalau kau tidak suka," kata Deva."Aku tidak bilang suka padamu!" kesal Riana.Deva menertawakan Riana yang tidak mengakui perasaannya."Kalian tidak berniat jadi pasangan? Aku bosan setiap hari jadi penengah." Aira berkata jujur."Aku?" Deva menunjuk wajahnya. "Dia cuma mengagumiku, mana bisa aku jadi pasangannya.""Dengar dia Riana," adu Aira."Riana masih terjebak saat aku menyelamatkannya dari gempa bumi. Aku ingat betul tatapannya padaku saat itu. Dia-- hmph!" Riana yang geram menyumpal mulut Deva dengan ikan bakarnya."Hei!" "Apa!" teriak Riana. "Bicara lagi kalau berani. Aku sumpal mulutmu dengan pasir laut!" ancamnya tak bercanda."Aku menyelamatkanmu karena butuh pertolongan. Tidak bisa menjadi alasan menyukaiku.
Sambil membawa obor untuk penerangan jalan, Aira mempercepat langkah.Begitu mendekati rumah Aira memperjelas penglihatannya barangkali halusinasi.Sedang apa Griffin duduk memeluk lutut di teras sendirian?"Kenapa kau di sini bukannya masuk rumah?"Griffin menunggu Aira pulang seperti anak kecil."Menunggumu."Aira melihat ke atas langit karena Griffin mendongak cukup lama. Sinar bulan memang tak ada tandingan.Griffin berdiri menepuk bokongnya barangkali kotor sehabis duduk."Acara kalian sudah selesai? Katanya sampai pagi.""Kecuali listrik padam. Ayo masuk, banyak nyamuk di luar."Griffin tanpa sadar mengizinkan nyamuk menghisap darahnya akibat serius lihat bulan purnama."Kulitku jadi merah semua," cicit Griffin menggaruk lengan bergantian supaya nyamuk yang hinggap pergi.Bak melewati kegelapan tanpa batas, Aira melangkah pelan-pelan mencari lilin."Kau tidak takut gelap, kan?"Griffin mengikuti suara Aira takut ketinggalan. "Tentu saja."Aira berhenti di depan pintu kamar, teta
Bruk!Bradly memberi tumpukan berkas pada pimpinan baru."Selesaikan hari ini. Baca dengan teliti."Elina mendelik tak suka. "Kau pasti sudah baca. Namaku tidak dipajang, untuk apa berusaha keras menyelesaikan semua dengan cepat?""Memang benar." Bradly mengakui.Papan nama Haris tidak diganti nama Elina meskipun peranya dialihkan sementara."Bradly, jujur semua pekerjaan Haris bisa diselesaikan olehmu tanpa aku, kan?" Elina meletakkan pulpen yang sejak 3 jam lalu digunakan menandatangani dokumen."Benar.""Jawab selain kata 'benar', 'iya', 'memang', 'hm' !""Haris memintamu secara langsung. Aku bisa apa?"Elina mendengus. "Lihat dirimu. Kemarin di depan ayahku menyebut Tuan Muda Haris, sekarang namanya saja.""Kami terbiasa bicara santai, seperti teman."Mereka berdua sama-sama menyebalkan dan membosankan. Entah mengapa Elina harus hidup di sekitar mereka selagi bisa bersenang-senang di luar sana. Ya, jika punya banyak uang setelah bekerja sambilan di Top Mirror pasti dia pergi."Kem
"Apa maksudnya?" Aira bergumam"Apa lagi yang kau pikirkan, hah?" sahut Riana lewat di belakangnya. "Griffin baik-baik saja semalam?""Hm, dia sehat.""Jangan tinggalkan dia sendirian. Kalau ada yang ambil bagaimana?"Aira menoleh perlahan. "Pikirmu Griffin sebuah benda?""Kalau begitu beritahu Deva.""Kau terus menyuruhku memberitahunya!" Aira kesal sekaligus bingung. Tanpa diingatkan dia juga berpikir setiap hari."Rahasia tidak akan selamanya tersimpan. Nanti Deva bakal tahu sendiri.""Lebih baik awasi Deva supaya tidak sering melaut.""Cih, aku tidak peduli."Dini hari listrik menyala, usai Griffin mengatakan sesuatu yang membuat jantung Aira berdegup. Bukan cuma itu, asam lambungnya ikut naik.Pertanyaan Aira adalah dia tersipu atau enek mendengar pernyataan Griffin?Riana menilik lapak sebelah. "Lama sekali Novita pergi belanja."Sepekan sekali Novita pasti menitipkan t