Share

Emak Marah

Emak berjalan ke arah pintu. Tak peduli dengan tanya Erika. Ia meminta gadis itu keluar dari dalam rumahnya. Tatapan mata wanita tua itu sinis. Erika semakin tak paham. Ia sempat kekeh duduk di bangku rumah wanita tua itu. Hingga Emak benar-benar marah dan berteriak mengusirnya. 

Erika bangkit dari bangku dengan banyak tanya yang berkeliaran di kepalanya. Ia menatap balik Emak saat berpapasan di depan pintu dengan wanita tua itu. Wajahnya sempat mengiba, meminta pertolongan. Namun, Emak tak peduli. Ia segera menutup pintu saat Erika sudah berada satu langkah dari dalam rumahnya. 

Erika tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Ia berjalan kaki tanpa tahu arah. Pikirannya semakin kacau. Ia tak habis pikir, semua perjuangannya sia-sia. Cinta tulus yang ia berikan ke Jojo kandas dengan cara seperti ini. Padahal semua hampir ia lewati dengan sempurna. 

Ia menahan tetesan air mata yang hampir tumpah. Sesekali dengan cepat Erika menghapus ketika tetesan itu terpaksa tumpah. 

"Erika?" 

Seorang wanita paruh baya berpapasan dengan Erika. Ia menghentikan kendaraan roda duanya. Lalu, memutar balik motor itu dan mengejar Erika. 

"Erika?" Erika pun menghentikan langkah dan menoleh ke arah sumber suara. 

"Tante Reni?"

"Ya ampun, apa kabar kamu? Lagi pulang ke rumah?"

"I-iya, Tan."

"Mampir dulu yuk, ke rumah Tante kalau kamu lagi nggak buru-buru."

Erika berpikir sejenak, ia pun menyetujui tawaran Tante Reni, sahabat almarhum ibunya. Hatinya berbisik, mungkin saja Tante Reni mengetahui tentang hubungan antara Emak dan mendiang ibunya. 

Tak jauh dari tempat mereka bertemu, mereka telah tiba di rumah wanita paruh baya itu. Tante Reni pun dengan ramah menyambut tamunya. Ia telah menganggap Erika seperti anaknya sendiri. Obrolan ringan tentang mempertanyakan kabar pun terjadi. Namun, Erika menutupi tentang kabar ayahnya yang kini berada di rumah sakit jiwa. Hingga sekarang, belum juga ada yang mengetahui kabar ayahnya. 

Erika dan kedua adiknya berusaha menutup rapat berita itu. 

"Tan, boleh aku bertanya?" Tante Reni, menatap Erika dan menanti tanya yang siap dilontarkan gadis di hadapannya itu. "Tante kenal dengan Emak?"

"Emak? Emak siapa yang kau maksud?"

"Orang pintar yang tinggal di dusun dekat hutan itu, Tan."

Tante Reni membulatkan matanya. Ia menenggak minuman dalam cangkir yang berada di meja. 

"Kenapa kau tanyakan dia? Kau ada urusan dengannya?"

"Apa hubungan Emak dengan Almarhum ibu?"

Tante Reni terdiam. Sesekali menatap Erika ragu, apa harus menceritakannya. Masa lalu yang ia ketahui tentang sahabatnya dan wanita tua itu. Beberapa menit berlalu, hening. Tante Reni masih juga ragu menceritakannya. 

"Tan, tolong ceritakan. Aku butuh jawaban."

"Apa itu sangat penting? Kau harus jelaskan lebih dulu, ada hubungan apa kau dengannya?"

Erika tertunduk. Ia mulai mengisahkan tentang hubungannya dengan Jojo dari awal. Hingga membuatnya merasa tak bisa hidup tanpa lelaki itu dan memutuskan untuk mengambil jalan pintas. Erika pun menceritakan tentang mimpi serta bayang ibunya yang seolah memberikan kode. 

"Dan… ibu sempat mengetahui sebelum meninggal, kalau aku ke Emak pasang susuk. Hari itu, ibu berlari setelah memintaku untuk melepas susuk dan menghentikan semua. Tanpa penjelasan. Aku mencoba mengejarnya, Tan. Tapi, dia tertabrak mobil dan tewas di tempat."

Kali pertama Erika ceritakan ke seseorang yang sebenarnya terjadi hari di mana ibunya meninggal. Tante Reni yang mendengar, tercengang. Erika telah bercucuran air mata. Perasaannya campur aduk. 

Antara sedih kehilangan Jojo untuk yang kesekian kalinya, tidak mendapat jawaban tentang hubungan Emak dan ibunya. Semua campur aduk membuatnya merasa sakit tanpa luka. 

"Kau sama seperti ibumu. Keras kepala, ketika sudah menginginkan sesuatu. Wanita cantik yang tidak bisa mendapatkan cinta tulus dari seorang lelaki yang dicintai. Ayahmu adalah lelaki yang sangat ibumu cinta."

Seketika Erika membulatkan matanya. Bagaimana mungkin, ibu sangat mencintai ayahnya. Sementara setiap hari mereka bertengkar tak henti. Bahkan sedikit pun tidak ada rasa hormat ibu kepada lelaki yang telah menikahinya itu. Erika memprotes cerita Tante Reni. 

"Ya, itu. Karena cinta yang diambil dari jalan pintas."

"Jalan pintas? Maksud Tante?"

"Lelaki yang ibumu cinta dulu adalah lelaki bergelimang harta. Ayahmu dulu orang sukses. Apa kau tidak ingat saat kecil pernah tinggal di rumah mewah? Hidup kalian berkecukupan. Berlimpah malah."

Erika terdiam. Ia mencoba mengingat kejadian saat kecil. Namun, yang sangat teringat jelas hanyalah sebuah kebencian dari ibu terhadap ayahnya. Hingga beberapa menit kemudian ia teringat pindah rumah. Saat Tante Reni tak henti membantunya mengingat kenangan masa lalu. 

Ya, semua ingatan Erika terulang. Ia ingat, hari itu. Pindah ke gubuk reot tempat tinggalnya hingga dewasa. Semua pertengkaran di mulai hari itu. Sebelumnya semua tampak baik-baik saja. Ayahnya seorang bos nelayan. Memiliki puluhan kapal untuk mencari ikan. Pekerjanya sangat banyak. Namun, perlahan usahanya bangkrut. Karena ulah ibunya yang senang berbelanja dan menghabiskan uang. 

Ibunya pun mulai menjual kapal ayahnya satu persatu hanya demi suatu barang yang diinginkannya. Hingga habis semua terjual. Setelah ayahnya bangkrut, ibu Erika tidak bisa meninggalkan suaminya begitu saja. Karena perjanjian yang telah ia buat sendiri, saat dulu sangat tergila-gila dengan lelaki kaya itu. 

Namun, setelah lelaki itu jatuh miskin, ia mulai tak sanggup tinggal seatap dan menginginkan perpisahan. Ia mencoba kembali datang ke Emak. Meminta untuk melepas susuk yang dipasang hanya untuk satu lelaki, sama seperti yang Erika gunakan. Namun, Emak sejak awal telah memperingati bahwa susuk itu tidak bisa dilepas begitu saja. 

Tante Reni pun menceritakan semua ke Erika. Hingga membuat gadis itu tercengang yang baru mengetahui semuanya. 

"Hanya kematian yang bisa menghilangkannya. Nikmati cinta peletmu itu hingga akhir hayat. Bahkan jika kau yang mati duluan, suamimu akan menjadi gila. Begitu pun sebaliknya. Kalian harus sehidup semati." 

Tante Reni menirukan gaya bicara Emak. Karena saat itu memang ia yang mengantar sahabatnya itu menemui Emak.

Semenjak hari itu, ibu Erika putus asa. Ia mulai marah dengan keadaan yang menurutnya tidak adil. Setiap hari memaki suaminya dan tidak mau tahu, dari mana lelaki itu mendapatkan uang. Harus menuruti semua keinginannya. 

"Kau tidak memasang pelet hanya untuk satu lelaki saja 'kan?" tanya Tante Reni. 

Ia menatap Erika dalam. Berharap, gadis di hadapannya hanya memasang pelet biasa yang masih bisa dibuang. 

Namun, Erika tertunduk. Tidak berani menatap mata Tante Reni. Ia merasakan ketakutan yang luar biasa. Hatinya terus berpikir, bagaimana jika sampai ia bernasib sama dengan ayahnya. Gila karena terpisah dengan Jojo. 

"Erika?" panggil Tante Reni. Karena gadis itu tidak memberi jawaban apa-apa. Justru pikirannya melayang dan membuatnya terbengong. 

Tante Reni menggeleng, menyadari raut wajah Erika yang panik dan ketakutan. Ia yakin, Erika pun melakukan hal bodoh seperti sahabatnya. 

"Jika benar sama, aku tidak bisa membantu apa-apa, Ka."

Erika mengangkat wajahnya. Menatap Tante Reni. 

"Tapi, Tan. Sepertinya masih bisa dihentikan."

"Nggak bisa, Ka. Pelet itu sangat kuat."

"Buktinya pacarku sudah bisa sadar dan melupakan aku. Kedatanganku kesini sebenarnya ingin menemui Emak dan meminta bantuannya lagi. Menambah ilmu pelet agar pacarku semakin cinta."

Tante Reni mengangkat kepalanya, menatap Erika dengan wajah tidak percaya. Ia tak habis pikir dengan jalan pikiran gadis cantik di hadapannya. 

"Gila kau, Ka! Jika bisa dihilangkan, lebih baik dihilangkan. Kau itu gadis cantik. Aku yakin bisa mendapatkan lelaki bujang yang lebih baik dari dia. Apa cinta segitunya membuatmu buta? Belajarlah dari pengalaman dan kesalahan ibumu."

Tante Reni mulai geram. Ia tidak mau gadis di hadapannya itu bernasib sama seperti sahabatnya. Ia mencoba menasehati dan menarik Erika kembali ke jalan yang lurus. 

Namun, cinta sudah benar-benar membutakan mata hati Erika. Seolah, sudah tidak ada lelaki lain di dunia yang bisa Erika cinta. 

"Tan, terima kasih. Aku butuh waktu sendiri untuk merenung. Aku izin pulang, ya?"

"Sebentar."

Erika sudah hampir beranjak dari sofa. Namun, tangan Tante Reni menahannya. Ia memegang tangan Erika. 

"Jawab jujur, apa kabar ayahmu? Dimana dia sekarang?"

***

"Sayang, obatnya sudah diminum?" Sari menoleh ke sumber suara dan mengangguk. 

Jojo berjalan dari kamar menghampiri istrinya yang duduk di sofa ruang keluarga. Ia memeluk Sari penuh kehangatan. 

"Kamu tadi dari mana, sih, Mas?" tanya Sari. 

Hari ini sengaja Jojo tidak bekerja, ia mengambil cuti karena ingin menjaga istrinya. Namun, lelaki itu tadi pagi pergi tanpa izin kemana perginya. Sebenarnya Sari bukan sedang curiga, ia hanya merasa kesepian saat suaminya tadi pergi tanpa pamit. 

"Aku nyamperin Erika."

Seketika jantung Sari berdetak lebih cepat. Rasa cemburu yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan lebih dari ini, terasa menyakitkan. Tanpa perkataan apa-apa, Sari memancungkan bibirnya. Jojo tersenyum melihat sikap aneh istrinya. 

"Hei, dengarkan dulu. Aku ke sana melabraknya. Meminta dia untuk tidak mengganggu hubungan kita lagi. Aku marah, setelah mengetahui dia hampir mencelakai kamu dan calon anak kita. Sudah itu doang. Aku berani bersumpah."

Sari tersenyum menatap lelaki di sebelahnya itu. Ia yakin, tidak ada kebohongan dari bibir suaminya. Maka, ia pun percaya dan memaafkannya. 

Bersambung….

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Laurencia Vicky
baca sekian bab ternyata blm tamat. knapa ditulis tamat?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status