Share

Erika Melabrak Sari

[Kamu kemana aja, sih? Susah banget dihubungi?]

[Jo! Aku serius tanya. Jawab!]

[Astaga! Kamu benar-benar mau membatalkan pernikahan kita karena wanita itu? Mana janjimu?]

Pesan tak henti berbunyi sejak tadi pagi. Tak satupun sudah terbaca. Ya, karena tadi Jojo tidak membawa gawai saat ruqyah. Benda pipih itu tertinggal di nakas. Erika tak henti mengirim pesan singkat serta panggilan telepon. Ia yang baru sadar dari minuman alkohol tadi pagi, segera meneror kekasihnya itu. 

Namun, Erika tak ingat bahwa Jojo semalam sakit. Ia berpikir bahwa Jojo meninggalkannya semalam tanpa sebab. 

Sari membaca semua pesan masuk dari Erika. Lalu, ia menghapus semua percakapan dan memblokir nomor Erika melalui aplikasi hijau ataupun kontak biasa. Tak hanya itu, Sari menghapus kontak Erika juga. 

Lalu, ia mencari Erika di semua media sosial menggunakan akun Jojo. Segera, Sari memblokirnya juga. Semua jalur komunikasi mereka telah terputus. Sari menghela napas panjang, lega. Ia menaruh gawai Jojo kembali di nakas dan menyusul Jojo menjemput mimpi. 

***

Jojo terbangun, ia menengok ke arah jendela. Cahaya redup terlihat dari sana. Menandakan hari telah sore. Ia merasa tubuhnya telah lebih ringan. Jojo berjalan keluar kamar, mendapati Sari yang sedang memasak di dapur. Senyumnya mengembang, menyapa wanita yang telah banyak berkorban untuknya. 

"Sudah bangun, Mas?" Jojo hanya mengangguk sambil menarik kursi makan. Lalu, duduk di sana. Menyaksikan istrinya yang sibuk memasak di dapur. "Solat Ashar dulu. Lupa pesan Ustad tadi?"

"Ah, iya… siap, Ndok." Jojo pun bergegas beranjak dari kursi, melaksanakan kewajiban empat rokaat di sore hari. 

Selesai Jojo menghadap Tuhan, ia melihat gawainya di nakas. Benda yang seharian sama sekali tidak ia sentuh. Lelaki itu menghampiri dan membuka isinya. Memeriksa pesan masuk dan membalas pesan. 

"Tumben Erika nggak chat," ucap Jojo dalam hati. "Apa langsung ngaruh ke dia juga, dampak ruqyah tadi?"

Suara derit pintu kamar mengagetkan Jojo, ia segera menoleh ke sumber suara. Tampak Sari muncul dari baliknya. Tersenyum tipis, membuka lemari pakaian. 

"Udah rapi masaknya, Ndok?"

"Udah. Makanya aku mau mandi. Gerah banget." Jojo menatap istrinya dalam. Ia mendekati Sari dan memeluk tubuh wanita itu dari belakang. 

Tidak ada bau busuk seperti sebelumnya. Hidung Jojo selalu mencium bau tak sedap saat dekat dengan Sari. Bahkan wajah Sari pun tampak biasa saja. Rasa benci menatap istrinya pun sudah tidak ada. 

"Mas, aku belum mandi. Malu, ah…"

"Ya udah, mandi sana. Nanti kalau udah mandi, nggak malu, ya?" tawa Jojo meledek. Sari hanya nyengir sambil membawa pakaian gantinya, berjalan menuju toilet. 

Jojo kembali duduk di ranjang. Teringat semua kenangan dengan Erika yang membuatnya sangat malu. Mengapa bisa ia lakukan. Hatinya terus bertanya, apakah benar pernah melakukan hal gila seperti itu. Ia masih tidak percaya dengan apa yang pernah terjadi. 

Kini, semua telah kembali normal. Jojo hanya bisa berdoa dan berharap pada Tuhan. Agar dijauhkan dari orang jahat seperti Erika. Ia tidak mau sampai tergoda lagi dan kembali mengkhianati Sari. 

***

Sari merasakan kehangatan hubungan dengan Jojo lagi. Tatapan mata lelaki di hadapannya seperti Jojo yang lama ia kenal. 

"Ndok, aku mau pensiun dini," ucap Jojo. 

Setelah makan malam tadi, mereka bercengkrama di sofa ruang keluarga. Sambil menonton televisi. Jojo tak henti memeluk Sari, menciumnya, bahkan mengelus perut wanita itu penuh cinta. 

"Maksud kamu gimana, Mas?"

"Aku mau berhenti bekerja. Setelah itu kita pulang ke Jogja saja, buka usaha di sana dari hasil uang pensiun."

"Kamu yakin? Bukannya sekarang masa jabatan kamu lagi bagus, ya?"

"Iya, bagus. Tapi, untuk apa jika kita masih tinggal disini, bisa tidak bagus untuk kehidupan masa depan. Aku nggak mau terkena sihir lagi. Menyakiti kamu lagi. Terlebih calon buah hati kita."

Sari terdiam mendengar ucapan Jojo. Ia memiringkan tubuhnya hingga menghadap ke arah lelaki bermata sipit itu. Hatinya senang dengan keputusan baru Jojo. 

"Kalau itu yang terbaik menurut kamu, aku ikut saja."

"Oh, ya, berarti kamu juga harus berhenti bekerja. Tapi, masalah tidak ya, jika keluar sekarang-sekarang?"

Sari tersenyum tipis mendapati tanya Jojo. Lelaki itu memang belum ia kasih tahu tentang status pekerjaannya. Ia pun mulai menceritakan kalau sebenarnya sudah mengundurkan diri sejak kemarin. Karena memang mau fokus pengobatan untuk Jojo dan menjaga bayi dalam kandungannya. Tentu, penjelasan Sari membuat Jojo terkejut. Sama sekali ia tidak menyangka, sebegitu sabar dan sayangnya wanita itu. Hingga selalu berkorban lebih dulu. 

"Dua minggu lagi kita balik ruqyah 'kan? Berarti aku berhenti bekerja akhir bulan depan saja, ya?"

"Ya, boleh, Mas. Terus rencana kamu apa, Mas? Mau buka usaha apa?"

"Bengkel saja. Memang bidangku 'kan di teknik otomotif. Jadi lanjutkan itu. Bismillah, ya, Ndok. Doakan. Biar semua lancar dan kita bisa hidup tenang tanpa orang ketiga lagi."

"Aamiin."

"Sekali lagi, maafin aku, ya, Sayang…" Jojo tak kuasa menahan haru.

Ia segera memeluk tubuh Sari dengan mesra. Mengecup keningnya penuh cinta dan penyesalan. 

"Aku tahu dan yakin, saat itu bukan kamu. Makanya aku bertahan. Aku kenal betul kamu, Mas. Bukankah perkenalan kita lebih dulu dibandingkan dengan wanita itu? Ah… pokoknya aku yakin banget, kamu tidak akan melakukan hal gila itu."

"Terima kasih, Sayang. Sudah selalu menaruh kepercayaan buat aku."

Sepasang suami-istri itu pun saling memaafkan dan tenggelam oleh rasa cinta yang sempat hampa. Mereka yakin, ada rencana Tuhan lain untuk menempuh kehidupan baru yang akan datang. 

"Oh, ya, kamu kapan jadwal ke dokter lagi untuk periksa kandungan? Aku ikut, ya? Aku mau lihat calon buah hatiku."

"Pasti dong, Mas, kamu wajib ikut. Bulan depan."

"Oh, ya, aku nggak paham sama hasil foto yang kemarin, coba lihat aslinya, Ndok?"

Sari izin ke kamar mengambil foto hasil USG kandungannya. Lalu, ia mulai menjelaskan ke Jojo dari gambar berwarna hitam putih itu. Namun, Jojo masih juga belum paham. Ia meminta Sari untuk USG selanjutnya agar menggunakan scan yang lebih jelas menampilkan janin di dalam perut istrinya itu. Sari pun setuju. 

***

Tiga hari berlalu, tanpa Erika mengetahui kabar dari Jojo. Ia sudah tidak tahan dengan perlakuan Jojo yang menghilang begitu saja bahkan memblokir semua komunikasi dengannya. Erika memberanikan diri, sore hari itu mengemudikan motornya menuju rumah dinas Jojo. Tanpa permisi, ia segera membuka pintu pagar yang tidak terkunci. Lalu mengetuk pintu rumah Jojo. 

Tak menunggu lama, Sari pun segera menghampiri suara ketukan yang sangat keras dari depan rumahnya. Ia sudah menjawab tetapi orang dari balik pintu itu menggedor tak henti. Hingga membuat Sari cemas dan penasaran. Ada apa dan siapa kira-kira yang bertamu hingga membuat Sari tergesa-gesa berlari ke depan rumah. 

Tanpa melihat dari balik jendela siapa yang mengetuk, Sari segera membuka pintu. Seketika membuat ia dan Erika saling pandang. 

"Mana Jojo?" teriak Erika. Sari hanya menggeleng menanggapi. Ia sudah siapkan diri sebelumnya jika sampai gadis itu datang mencari Jojo. 

Ya, karena itu pasti terjadi. Ia pasti akan mencari Jojo dan meminta penjelasan. 

"Situ siapa? Datang bertamu udah kaya mau nagih hutang. Nggak ada sopan-sopannya."

"Memang aku datang ingin menagih hutang janji ke lelaki itu. Heh! Jangan kau pikir dengan kehamilanmu bisa merubah semua rencana pernikahan kami, ya! Jangan mimpi!"

"Waduh… Kak, Kakak yang harusnya jangan mimpi. Lelaki sudah tidak mau, kok, masih dipaksa. Pakai jalan pintas segala. Sadar diri ah… cari lelaki bujang saja sana…"

"Apa maksudmu?" Erika telah terbakar emosi. Matanya semakin membulat menatap Sari. 

Tiba-tiba tangannya mendorong Sari dengan keras hingga terjatuh ke lantai. Perut Sari pun terbentur pintu. Ia merasakan sakit yang luar biasa, otot pada perutnya menegang. Hingga tidak dapat berdiri. Namun, Erika sama sekali tidak merasa bersalah. Ia tersenyum sengit menatap wanita di depannya yang sedang kesakitan sambil memegangi perutnya. 

"Rasain, lu! Makanya jangan cari perkara sama gue. Gue pastikan ya, hubungan lu sama Jojo tinggal menghitung hari karena sebentar lagi dia menikah dengan gue dan lu keguguran!" Tawa Erika tergelak-gelak sambil menghampiri motornya yang terparkir di depan pagar rumah Sari. 

Gadis itu benar-benar sudah tidak punya perasaan. Ia sungguh meninggalkan Sari begitu saja. Sementara Sari berteriak di sisa tenaga yang dimilikinya. Meminta tolong. Keadaan perumahan yang sepi, membuat ia kesulitan. Tidak ada satupun orang yang keluar dari rumah. Dengan susah payah, Sari merangkak ke dalam rumah, menghampiri sofa ruang keluarga, tempat ia menaruh gawai. 

[Ambar, tolong!]

Tanpa banyak tanya, Ambar segera berlari dari dalam rumahnya. Menghampiri rumah Sari dengan gawai yang masih menempel di kupingnya. Satu kalimat yang membuatnya paham. Ada sesuatu yang tidak beres menimpa tetangganya itu karena setelah kalimat tolong, hanya terdengar tangis Sari yang sudah kesulitan berbicara. 

Bersambung….

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status