Share

Wanita di Indekos

Roni--lelaki yang sedang mencuci motor--bersedia mengantar Sari ke sebuah alamat yang menurutnya adalah rumah kekasih Jojo setelah Sari mengiba. Ketika tiba, Sari memintanya menunggu di luar, sedangkan ia akan masuk sendiri. 

Jantung Sari berdetak lebih kencang dari biasanya. Ia menyusuri lorong indekos. Ragu, tetapi ia hanya ingin membuktikan apa yang dikatakan Roni. Dalam hati ia berdoa dan berharap semua kata dari Roni tidak benar.

Sari semakin gugup kala tiba di depan sebuah kamar yang Roni beritahu. Berulang ia mengatur napas dan mengetuk pintu. Seorang gadis dengan celana hot pants dan tengtop merah membuka pintu. Seksi. Tersenyum, penuh tanya, mencoba mengenali wajah tamunya. 

Mereka saling tatap beberapa detik hingga mata Sari menangkap sosok lelaki yang sedang duduk di sebuah sofa. Pandangan lelaki itu tak lepas dari gawai, asik bermain games. Tak menyadari wanita yang akan dinikahinya telah membongkar rahasia yang sebenarnya ingin ia akhiri sebelum Sari tahu. 

Belum sempat gadis seksi itu bertanya, Sari segera berucap, "Maaf, salah kamar." Ia segera pergi dari sana.

Jojo yang mendengar suara wanita tak asing bagi telinganya, menoleh. Namun, ia tak sempat melihat wajah tamu itu. 

"Siapa?" tanya Jojo. Erika--gadis seksi--hanya mengangkat bahunya. 

Secepat mungkin Sari berjalan menghampiri Roni. Meminta pertolongan untuk mengantar ke bus arah bandar udara. Air matanya tak tertahankan, tumpah begitu cepat. Roni yang tidak paham hanya menuruti karena iba melihat gadis di depannya menangis. Hingga tersedu. 

Perlahan Roni curiga, mulai paham siapa Sari sebenarnya. Namun, ia memutuskan tidak banyak bertanya. Khawatir membuat Sari semakin sedih. Roni menghentikan laju motornya di sebuah warung kecil pinggir jalan. Membeli air mineral dan ia berikan pada Sari. 

"Mas, jangan bilang Jojo kalau pernah mengantar saya, ya?" Roni mengangguk. 

Sesaat Sari menceritakan siapa sebenarnya ia dan apa tujuannya menemui Jojo. Roni hanya bisa diam mendengarkan dan sedikit merasa bersalah karena telah mengantar Sari ke indekos Erika. Akan tetapi, Sari sangat berterima kasih karena ia tahu yang sebenarnya sebelum mereka menikah. 

***

Sari mengurung diri di kamar ketika sampai di rumah. Hubungan yang Sari pikir akan berjalan baik dan berakhir indah, menghancurkan hatinya sekejap. Menikah dengan sahabat, orang yang jelas telah ia kenal lama. Mungkin saja tidak ada kebohongan atau rahasia diantara mereka. Namun, apa yang ia saksikan beberapa jam lalu? Jojo berkhianat? Mengapa? Apa maksud lamarannya? 

Semua tanya membuncah dalam pikiran Sari dan tidak dapat dijawab. Hanya kehampaan. Semakin tanya itu hadir, semakin sakit. Ia hanya mampu menangis sejadi-jadinya dalam pelukan boneka beruang berukuran tubuh orang dewasa, pemberian Jojo bulan lalu. 

"Besok saat kamu pulang ke Jakarta, aku dan keluarga ikut mengantar. Kita langsung lamaran saja." 

"Apa tidak terlalu cepat, Mas?"

"Tidak. Kamu tahu sendiri, aku bisa cuti enam bulan sekali. Aku tidak mau menanti hingga cuti berikutnya untuk melamar. Cuti berikutnya kita menikah."

Kata-kata manis saat Jojo meyakinkan Sari muncul. Seolah mengingatkan jika ia benar serius. Tidak mau mengulur waktu terlalu lama. Agar segera bisa meminang dan menjadikannya kekasih halal. Sekejap semua kenangan itu hancur. Bayang wajah Jojo dan Erika terlintas. 

Tak pernah ia bayangkan, mengapa bisa Jojo membuatnya sesakit ini? Apa maksud kedatangan bersama keluarganya jika ia belum mau menjalin hubungan ke jenjang yang lebih serius? 

Sari hanya bisa memaki diri. Mempertanyakan apa salahnya? Pikirnya, ia harus bertemu. Menatap wajah Jojo langsung dan meminta jawaban dari semua tanya dalam hati. 

[Mbak, sudah sampai rumah?]

Sebuah pesan singkat membuyarkan tangis. Pesan dari Roni. Tadi sebelum Sari naik bus, Roni meminta nomor teleponnya. Untuk berjaga, mengetahui gadis itu sampai di rumah dengan selamat. Ia sangat khawatir, takut terjadi hal yang tidak diinginkan pada Sari di jalan. 

[Sudah. Terimakasih, Mas.]

Roni hanya membaca pesan itu. Ia yakin Sari butuh istirahat, jadi tidak membalasnya lagi. 

"Libur-libur di kamar aja, Bro?" Suara Jojo muncul dari balik pintu kamar Roni. Roni segera mengunci gawainya dan berbalik badan menghadap Jojo yang sudah berada tepat di belakangnya. 

"Dari mana lu?"

"Biasa."

Roni yang sudah berjanji, tidak membongkar kedatangan Sari, ia hanya tersenyum mendengar jawaban Jojo dan juga tidak melanjutkan tanya. Lebih memilih diam agar Jojo tidak curiga. Meski Roni pun penasaran dengan alasan lelaki bermata sipit itu dan sangat tidak percaya dengan kelakuannya. 

Jojo berlalu setelah berbincang sesaat dengan Roni membahas masalah pekerjaan. Ia menuju kamarnya dan baru ingat belum membalas pesan Sari sejak kemarin. Segera ia membuka pesan yang menumpuk itu. Beberapa pesan telah Sari hapus, tidak ingin Jojo mengetahui kedatangannya di Kalimantan. 

Hanya tersisa pesan menanyakan kabarnya dan mengapa sulit dihubungi. Segera Jojo menelpon Sari. Akan tetapi, tidak ada jawaban. Sari meletakkan gawainya di meja rias setelah membalas pesan Roni. Gawainya ia setel tanpa nada dering. 

Ia masih menangis dalam pelukan boneka beruang. Matanya enggan terpejam. Namun, perlahan rasa lelah menggelayuti hingga membawanya terlelap. 

***

[Kenapa nggak diangkat? Kamu ngambek? Maaf, Sayang, dari hari Jumat aku sibuk. Lembur. Seharian kemarin aku tidur, nggak cek handphone.]

"Bulshit!" cerca Sari. Ia baru saja membuka gawai dan mendapati pesan dari Jojo setelah bangun tidur. 

Mungkin jika kemarin tidak melihat dengan mata kepalanya sendiri, ia akan percaya apa yang baru saja Jojo katakan. Seperti yang sudah-sudah. Sari baru sadar, selama ini Jojo sering beralasan lembur. Padahal mungkin saja ia sedang bersama wanita itu seperti yang kemarin Sari saksikan. 

Ingin Sari akhiri hubungan yang telah terbongkar belangnya. Namun, bingung harus bicara dari mana dan bagaimana? Bagi Sari, pernikahan adalah hal yang sakral. Ia ingin menikah seumur hidup hanya sekali. Terlebih ia adalah anak tunggal, kedua orang tuanya sangat menantikan momen bahagia ini.

Bagaimana perasaan kedua orang tuanya jika Sari batal menikah atau rumah tangganya gagal? Ia tak mau mengecewakan orang-orang yang ia sayang.

Sari pun memikirkan perasaan keluarga Jojo. Ia tidak bisa mengambil keputusan sendiri. Saat ingin menikah pun mereka putuskan bersama. Jadi, Sari pun tidak bisa gegabah dalam tindakan ini. 

Hari sakral itu tinggal dua bulan lagi. Persiapan sudah 70% dan di Jogja pun akan ada acara ngunduh mantu karena Jojo anak terakhir dari dua bersaudara. Sudah pasti orang tuanya pun sedang sibuk mempersiapkan untuk acara di sana. 

Air matanya kembali jatuh. Tak kuat menahan sakit dan bingung. Namun, seketika ia hapus kala panggilan masuk dari Jojo datang. Sejenak Sari menetralkan hati yang hancur. Pikirnya, ia harus bicara. Meskipun nanti Jojo akan mengakui dan membuat sakit itu semakin menusuk. Selesaikan, bukan diam atau lari seperti pengecut. 

[Hallo.]

[Iya, kenapa, Sayang, semalam teleponku nggak kamu angkat?]

[Sudah tidur. Mas, aku mau bicara penting. Tapi nggak bisa sekarang karena mau persiapan berangkat kerja. Kamu ada waktu kapan?]

[Ya sudah, nanti malam sepulang kerja. Mau bahas apa memangnya?]

[Tentang pernikahan kita.]

[Iya, nanti malam aku telepon kamu lagi. Ya sudah siap-siap berangkat. Aku juga sudah mau jalan nih, jemputannya sudah sampai.]

[Oke, daaa….]

[Iya, sampai nanti.]

Sari menutup telepon. Tangannya bergetar. Tangis yang ia tahan tadi, tumpah lagi. Tak pernah ia menangis karena cinta sampai seperti ini. Yang sudah-sudah, jika patah hati, cukup dengan menyibukkan diri dengan aktivitas atau hobinya sudah cukup melupakan. 

Namun, kali ini hatinya benar-benar hancur. Ia tak tahu harus melanjutkan atau berhenti? Apa Jojo akan berkata jujur tentang wanita di Indekos itu? Apa Sari bisa menerima pengakuannya dan tetap melanjutkan rencana indah mereka? 

Berulang tanya itu ia lontarkan pada dirinya sendiri. Ia harus memikirkan matang-matang keputusannya. Tidak boleh gegabah. Menyeimbangkan perasaan orang tuanya dan orang tua Jojo. Lalu, mempersiapkan diri untuk segala resiko yang akan terjadi. 

***

[Gimana, Ndok, apa yang mau kamu bahas?]

Setelah basa-basi menanyakan kabar, Jojo langsung ke inti. Penasaran dengan apa yang akan Sari tanyakan. 

[Mas, seandainya aku mau kita batalkan saja gimana?]

[Maksud kamu gimana?]

[Aku nggak bisa menikah dengan kamu.]

[Kamu gila? Semua persiapan sudah matang. Tinggal menunggu waktu. Kenapa tiba-tiba begini? Apa kamu punya lelaki lain?]

[Mas! Kamu sadar diri tidak? Siapa yang memiliki pasangan lain? Tuduhan Itu adalah yang sedang terjadi dengan dirimu!]

Jojo kaget dengan ucapan Sari. Sesaat ia terdiam. Apa Sari sudah mengetahui hubungannya dengan Erika? Namun, dari mana? 

[Sar, aku….]

[Jelaskan, Mas! Jika kamu mau kita tetap menikah, temui aku segera.]

[Nggak bisa begitu, Sar! Kau tahu, kita terpisah pulau. Aku juga tidak bisa dadakan pergi ke Jakarta. Lagipula aku sibuk kerja, mana sempat berselingkuh?]

[Cukup, Mas! Jangan berbohong! Aku sudah tahu semuanya. Mengapa kamu masih bisa berbohong? Ketemu dan jelaskan semuanya.]

Amarah Sari meledak. Ia tak habis pikir bahwa Jojo masih bisa berlindung dari kebohongannya. Mengapa? Apa Sari melewatkan cerita yang pernah Jojo kisahkan? Ia mencoba mengingat, tetapi tidak pernah Jojo bercerita tentang kedekatannya dengan wanita lain sebelum ia melamar. 

[Sar! Dari mana kamu dapat berita itu? Kita kenal lama, kamu cukup tahu aku. Mana mungkin aku begitu.]

[Gadis seksi dengan rambut gelombang dan pakaian terbuka. Cantik, memang. Aku tidak ada apa-apanya. Apa perlu aku infokan alamat indekosnya?]

Jojo tercengang, menyerah. Ia ragu dengan ucapan Sari. Akan tetapi pikirannya langsung terfokus pada Erika. Mengapa Sari mengetahui ciri-ciri Erika? Lalu, Jojo menyetujui untuk segera datang ke Jakarta. Meski masih bingung.

Apa benar Sari mengetahui atau hanya asal menebak? Atau mungkin sudah saatnya Jojo ceritakan yang sebenarnya tentang Erika, pikir Jojo. 

***

Empat bulan sebelum Jojo melamar Sari. Ia bersama kedua temannya menghabiskan waktu malam minggu di sebuah kafe. Dua tahun Jojo menjomlo. Bukan karena sulit berpindah ke lain hati. Melainkan merasa jera akan hadirnya seorang pendamping. Karena sempat bertunangan dengan seorang gadis asal pulau Kalimantan. Namun, gadis itu tergoda oleh lelaki berseragam pegawai negeri. 

Itu sebab, hatinya jera. Merasa harga diri terinjak-injak, sedangkan ia hanya seorang pekerja di sebuah pertambangan batu bara. Tidak sepadan dengan lelaki yang mencuri hati kekasihnya. Semenjak kejadian itu, ia merasa sendiri lebih nyaman. Bebas kemana pun dengan siapa pun. 

Cinta dan kecantikan gadis itu membuat Jojo tuli atas nasihat ibunya. Sejak awal, ibunya tidak setuju. Beralasan tidak menginginkan Jojo menikah dengan gadis pulau seberang. Khawatir akan sulit bertemu setelah menikah. Apalagi jika mereka menetapkan tinggal di sana. 

Di kafe, pada malam itu ada seorang gadis dengan rok mini menatap Jojo dari sudut ruangan. Teman Jojo yang menyadari, memberikan kode untuk mendekati gadis itu. 

Jojo hanya terdiam. Menatap balik wanita itu dari kejauhan. Teman-temannya menyarankan untuk mencari kenalan. Bukan pengganti. Mungkin saja gadis itu adalah obat pembalut luka. Sejenak Jojo berpikir, membenarkan. Toh, harus sampai kapan ia diam seperti ini? Rapuh dan terlihat pengecut sebagai lelaki, sungguh memalukan. 

Jojo menghampiri. Senyumnya mengembang dan memperkenalkan diri. Erika, gadis berambut bergelombang itu menyambut dengan ramah. Obrolan mereka berjalan mulus. Karena sikap supel yang dimiliki Erika. Tak ingin melewatkan kesempatan menjemput kebahagiaan, Jojo pun meminta nomor teleponnya. 

Sekarang, Jojo terjebak oleh perasaan dan perbuatannya sendiri. Gadis yang ia anggap hanya untuk batu loncatan, ternyata telah membuatnya nyaman. Berawal dari Erika yang memanfaatkan uang Jojo. Ia terlalu cepat memberi hal berharga dalam diri wanita. Sesuatu yang belum pernah Jojo dapatkan. 

Namun, perlahan Erika tak hanya menyukai materi yang Jojo berikan. Ia mulai jatuh cinta. Begitu pun Jojo. Seolah gadis itu menjadi candu baginya. Sulit pergi atau berpaling. 

Jojo sadar, perbuatannya salah. Ia ingin mengakhiri dengan Erika. Namun, tak tega. Lalu, ia putuskan bertahan dan akan bicara pada Sari suatu hari mengenai ini. Jojo pun akan menikahi Erika dan Sari harus menerima keputusan itu. 

Lelaki boleh menikahi wanita manapun yang ia senangi. Bahkan boleh hingga empat. Jadi tidak ada salahnya jika menikahi dua wanita. Toh, ia merasa mampu dalam segi ekonomi, pikir Jojo. 

Bersambung….

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status