Share

Cinta vs Pelet
Cinta vs Pelet
Author: Swimbi D. A

Nikah, yuk?

Siapa yang tak memimpikan memiliki pasangan halal? Setiap insan pasti ingin. Namun, di zaman modern seperti sekarang apakah ada yang siap menikah dengan lelaki yang menginginkan memiliki istri lebih dari satu? Terlebih bukan karena alasan agama atau kekurangan yang dimiliki calon istrinya. 

"Mah, batalkan saja semua persiapan pernikahanku."

Seorang gadis berkacamata segera mempercepat langkah kaki menuju lantai dua rumahnya. Membiarkan wajah kedua orang tuanya terpaku tanpa penjelasan di ruang keluarga. Sesampainya di ruang kamar, segera ia mengunci pintu. Sendiri adalah obat penenang untuk saat ini.

***

Berulang, Sari mencoba menghubungi seseorang dari gawainya. Tak ada jawaban. Sudah minggu ke dua, lelaki yang ia harap menjadi imamnya dua bulan lagi itu sulit dihubungi ketika akhir pekan. Padahal biasanya lelaki itu selalu rutin mengajaknya video call. Maklum, hubungan mereka harus terpisah oleh pulau. Jojo--kekasihnya--bekerja di pulau Kalimantan, sedangkan asalnya adalah kota pelajar. Hanya gawai yang mampu mempertemukan mereka dengan mudah saat rindu. 

Perasaan Sari tidak karuan. Tak seperti biasanya Jojo menghilang tanpa kabar, hampir dua hari. Khawatir terjadi hal buruk, tanpa berpikir panjang, Sari memutuskan untuk menemui Jojo di pulau yang terkenal dengan bentuk bagong. Modal nekat, tanpa alamat jelas.

Sari mendapatkan tiket keberangkatan terakhir dari Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta yaitu pukul 22.15 WIB. Gegas, ia berkemas seadanya mengingat saat ini waktu sudah pukul 19.40. Jarak dari rumah Sari ke bandar udara memakan waktu kurang lebih satu jam.

Setibanya di bandar udara, Sari kembali menelpon. Bahkan beberapa pesan telah ia tinggalkan. Mengabarkan bahwa dirinya akan datang ke Kalimantan. Namun, Jojo belum juga menjawab. Sari tetap membulatkan tekad, terbang menuju kota tempat tinggal Jojo. 

***

Hari sudah berganti--dini hari. Sari masih terduduk tanpa tujuan harus ke mana. Asing, tanpa satu orang pun yang ia kenal. Jari Sari sibuk, mencari alamat yang pernah Jojo infokan. Akan tetapi, nihil. Ia tidak dapat menemukan. Terlalu banyak tumpukan percakapan mereka. 

"Pak, tolong saya." Sari menahan bulir bening dari pelupuk matanya. Seorang lelaki berseragam baru saja lewat di hadapannya. 

"Iya, ada yang bisa saya bantu?"

"Pak, saya dari Jakarta, janjian dengan teman. Tapi teman saya tidak bisa dihubungi. Apa boleh saya menanti di sini hingga besok?" Sari mengiba kepada seorang petugas keamanan bandar udara. 

"Waduh, tidak bisa, Mbak. Sebentar lagi akan ditutup."

"Semalam ini saja, Pak. Tolong, saya tidak punya sanak keluarga di sini dan tidak tahu harus ke mana," bujuk Sari. Kali ini air matanya sudah benar-benar terjatuh. 

Lelaki berseragam keamanan itu pun akhirnya iba. Ia memberikan izin pada Sari tidur di sebuah musala dan memintanya jangan keluar dari sana hingga pukul lima pagi. Sari pun setuju. 

Waktu berlalu begitu lambat. Mata Sari masih terjaga, menatap gawai yang menampilkan percakapannya dengan Jojo. Berharap melihat Jojo online. Sengaja lelaki itu tidak menampilkan waktu terakhir online pada pengaturan aplikasi hijau. Beralasan bisa lambat membalas pesan yang tidak darurat. 

Memori ingatan Sari merekam mundur kejadian enam tahun lalu. Ketika Sari bersama ketiga temannya menenangkan diri saat ingin menghadapi ujian akhir nasional dari tingkat sekolah menengah atas di sebuah pantai. 

Ketiga sahabatnya asik bermain air laut. Namun, Sari memilih duduk di bibir pantai saja. Menikmati suasana sore, mendengarkan deburan ombak. Seorang lelaki menghampiri. Ia sedang berlibur bersama beberapa temannya yang sedang tugas di Jakarta, sebelum kembali ke Kalimantan. Meminta pertolongan untuk mengambil foto bersama teman-temannya. Gadis berkacamata itu menuruti. Toh, tidak merugikan menurutnya.

"Terimakasih, Mbak." Mereka berucap bergantian. Sari hanya mengisyaratkan dengan senyum dan anggukan.

Seorang lainnya menghampiri, setelah selesai berfoto, tangannya terulur ke arah Sari. "Jojo," ucapnya. 

Gemuruh, rombongan lelaki di belakang Jojo bersorak--menggoda. Dengan ramah, Sari menerima jabatan tangan Jojo, "Sari."

"Awas, Mbak, buaya darat. Kalau saya kalem. Saya Arif," ucap lelaki lainnya dari belakang Jojo.

"Mas Arif!" seru Sari.

Segera Sari mencari akun Arif di media sosial karena mengingat Arif adalah teman satu mes Jojo di Kalimantan. Ya, Sari berteman di akun biru dengan Arif. Bahkan Arif terlihat online saat ini. Ada harapan untuk Sari, memiliki alamat tempat tinggal Jojo. 

Sari mengucap salam untuk mengawali obrolan. Arif merespon salam Sari. Namun, kala Sari menanyakan keberadaannya, ternyata Arif sudah tidak satu kota dengan Jojo. Ia dimutasi oleh perusahaannya ke pulau Sumatera. 

[Tapi, Mas Arif apa tahu alamat mes Mas Jojo? Kalau tahu, boleh saya minta?] Sari mencoba membujuk Arif. 

***

Sari segera membasuh wajahnya dengan air wudu. Sudah pukul 05.00 WITA. Ia melaksanakan kewajibannya sebagai seorang hamba. Lalu, bergegas menuju alamat yang telah Arif berikan. Bermodal g****e maps sebagai penunjuk jalan. 

Dua jam perjalanan Sari tempuh dengan sebuah bus. Tentu bukan jarak yang dekat. Dua jam perjalanan di Kalimantan sudah mampu menempuh jarak jauh, karena jalanan begitu lenggang. Berbeda dengan tempat tinggalnya di ibukota.

Sari turun dari bus di sebuah jalan, menurut g****e maps jarak tempat tinggal Jojo sekitar lima ratus meter lagi. Ia putuskan menghampiri seorang tukang ojek di ujung jalan. 

"Permisi, Pak. Bisa antar saya ke alamat ini?" Sari menyodorkan alamat Jojo. Tukang ojek itu pun, bersedia mengantarnya.

Dalam perjalanan, sesekali Sari masih melihat ke arah gawai. Berharap ada balasan dari Jojo. Namun, nihil. Tukang ojek memberitahu, alamat yang Sari tuju sudah di hadapannya. Sebuah rumah di pinggir jalan terbilang lebih cocok seperti motel berlantai tiga. 

Sari turun dari motor. Setelah membayar ojek, perlahan melangkah menghampiri seorang pemuda yang sedang mencuci motor di depan rumah tersebut. 

"Permisi, apa rumah ini, benar beralamat ini?" Sari menyodorkan alamat rumah yang Arif berikan. Lelaki itu mengeja alamat tersebut dan membenarkan. 

"Cari siapa, Mbak?" tanya pemuda itu.

"Jojo. Apa benar dia tinggal di sini?"

"Oh, belum pulang sepertinya. Kemarin sepulang kerja, dia bilang mau pergi. Mbak dari mana?"

"Saya saudaranya dari Jogja. Sudah buat janji, tapi dia tidak bisa dihubungi sejak kemarin. Mas tau, Jojo kemana? Saya harus segera ketemu dia karena harus kembali lagi ke Jogja malam ini." Sari berbohong. Ia sengaja tak memberikan identitas aslinya. 

"Biasanya dia kalau malam sabtu atau minggu menginap di rumah pacarnya." 

Sari yakin, pendengarannya masih begitu baik. Jadi ia sedang tidak salah dengar. Namun, apa benar yang dikatakan pemuda ini? Pacar? Menginap? 

Bagai karang yang sedang dihempas air laut. Menahan perih yang mengiris setiap nadinya. Buliran bening pun telah memberontak, tetapi sekuat tenaga Sari tahan. Selama matanya tidak menyaksikan, ia tidak mau gegabah mempercayai sebuah omongan. Terlebih pemuda di hadapannya tidak ia kenal. 

Apa benar Jojo demikian? Lalu apa maksud pernyataannya empat bulan lalu? 

***

"Dek, kita nikah, yuk?" ucap Jojo. 

Lelaki bertubuh atletis dengan mata sipit itu mengutarakan hati tanpa basa-basi. Kepada seorang gadis yang telah ia kenal selama enam tahun. Gadis yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri. Tempat berbagi kisah, canda dan tawa meski hanya lewat gawai. 

Namun, gadis berkacamata di hadapannya tergelak. Tak tertahankan. Jojo menatapnya dalam tanpa ekspresi. Ia meyakinkan ini bukan sebuah lelucon. Ia bersungguh-sungguh.

Aneh memang. Dunia benar-benar seperti roda yang berputar. Dulu, pernah Sari mengatakan pada lelaki itu bahwa ia merasakan hal lebih dari sahabat setiap kali Jojo memberi perhatian lebih. Namun, saat itu Jojo yang sedang dekat dengan wanita lain, menolak halus. Beralasan, bahwa perhatian dan sayang yang ia beri hanya sebatas kasih seorang kakak terhadap adiknya. 

Pupus. Sari memutuskan mengakhiri rasanya. Perlahan dan ia yakin bisa. Namun, kini apa yang sedang merasuki pikiran Jojo? Apa benar ia sedang tidak bergurau? 

Sari berhenti tergelak. Menyadari tatapan Jojo. Ia melanjutkan mengikat tali sepatu yang sebelumnya sedang ia lakukan. Sudah tiga malam keberadaan Sari di kota pelajar. Menginap di sebuah motel tak jauh dari alun-alun Jogja. 

Hari itu, matahari baru saja terbit. Jojo sudah tiba menjemputnya. Suasana penginapan masih sepi. Terlihat dari deretan kamar lantai dua, yang tidak ada orang sama sekali kecuali mereka berdua. Duduk di depan ruang kamar yang terdapat sepasang bangku. Sejenak mereka saling pandang setelah Sari mengikat tali sepatu. 

Ada rasa malu yang muncul saat tatapan itu berlangsung. Sari segera berdiri dari posisinya. Mengunci pintu kamar dan mengajak Jojo pergi dari sana. Tanpa jawaban pertanyaan Jojo tadi. 

Diam. Sikap yang masih Sari pertahankan selama perjalanan menuju gunung berapi. Memang hari ini, rencana mereka akan berwisata melihat sisa-sisa reruntuhan dari ganasnya amarah alam di sana. 

Jojo melingkarkan tangan Sari di pinggangnya, saat berhenti di lampu merah. Gadis itu terkejut dan sungkan. Hingga pelukan berlangsung hanya beberapa detik saja. Sari melepaskan kembali. 

Jojo meliriknya dari spion motor. Tersenyum simpul. Menyadari gadis yang selalu banyak bicara itu sangat manis saat terdiam. 

"Kenapa dilepas? Aku serius dengan ucapan yang tadi. Kamu nggak mau jawab?"

Sari masih diam. Ia tak tahu harus menjawab apa. Sungguh rasa itu pernah ada. Empat tahun lalu. Namun, telah ia tenggelamkan dalam hati yang terdalam. Bahkan harapan pun telah ikut tenggelam. Jadi bagaimana mungkin, bisa kembali lagi? 

Seketika lampu hijau datang, Jojo menarik gas motornya dan sengaja ngerem mendadak. Membuat Sari yang memberi jarak duduk di antara mereka menjadi merapat dan otomatis memeluk Jojo. Hal itu membuat lelaki dalam pelukan Sari tersenyum lebar. 

"Mas, jangan bercanda deh!" teriak Sari. 

Jojo tak menggubris. Justru ia kembali menarik gas hingga berlalu begitu cepat. Kali ini gadis berkacamata itu membiarkan tubuhnya jatuh pada sandaran punggung datar Jojo. Menyadari momen itu membuatnya nyaman dan enggan melepas. Sari terpejam. Hatinya bertanya-tanya, apakah ini mimpi? Jika mimpi, apa boleh menikmati suasana manis ini sesaat? 

Namun, jika sebuah kenyataan apakah benar yang Jojo ucapkan? Dua hari kebersamaannya di Jogja, tidak ada hal yang spesial. Mengapa tiba-tiba Jojo mengajaknya menikah? Lalu, sikap apa juga yang sedang Jojo berikan?

Sari menenggelamkan wajahnya pada punggung Jojo. Ia masih menikmati sandarannya. Apa mungkin bisa setiap saat seperti ini? Ah! Pasti hanya mimpi, berulang keluhnya dalam hati.

"Jangan tidur! Mana cerewetmu? Aku belum dengar ocehanmu hari ini," ucap Jojo. 

Sari menyadarkan diri. Ia menatap Jojo dari spion. Terlihat senyum Jojo yang mengembang. Lalu, melepaskan pelukan. 

"Kamu tadi jemput aku subuh-subuh udah mandi apa belum, Mas?"

"Belum, bau ya?" jawab Jojo. 

"Nggak. Pantas, datang-datang ngigo. Ngajak nikah." Tangan Sari menempeleng helm yang Jojo kenakan. Jojo hanya menggeleng. 

***

Udara pagi di gunung merapi masih sangat sejuk. Keduanya tengah menikmati. Hingga tiba di sebuah warung-warung kecil yang menyediakan kopi serta makanan ringan. Sejenak mereka berkunjung ke sana untuk menghangatkan diri dengan kopi. 

Mereka saling memandang. Jojo baru menyadari bahwa apa yang dikatakan ibunya benar. Sari adalah gadis baik yang cocok mendampinginya. 

Ya, kemarin adalah kali pertama Jojo membawa seorang gadis ke rumahnya. Bukan pacar apalagi calon istri yang dibawa. Namun, Sari. Gadis yang ia anggap wanita biasa dan tidak pernah membuatnya tertarik. 

Jojo sering mengisahkan tentang Sari. Ibunya yang penasaran meminta Jojo membawa Sari ke rumah. Itu sebabnya ia mengupayakan kedatangan Sari ke Jogja. 

Sari menolak karena satu bulan lalu baru saja dari kota pelajar dan ia telah kehabisan biaya jika harus balik lagi. Akan tetapi tanpa diduga, Jojo mengirimkan sejumlah uang yang sangat cukup untuk biaya transportasi pulang-pergi dan berjanji akan menanggung semua biaya selama keberadaan Sari di Jogja. 

Sari menuruti. Lantaran sudah sekitar enam bulan mereka tidak jumpa, jadi tidak ada salahnya. Pertemuan antara Sari dengan keluarga Jojo pun berlangsung. Keluarga yang tinggal berdekatan pun bertemu. Semua mengira, ia adalah calon istri Jojo.

"Dek, kamu nggak mau jawab tanyaku tadi pagi?" ucap Jojo. 

Sari yang tengah terdiam menatap pemandangan, beralih memandang wajah Jojo. 

"Kamu serius?" Jojo mengangguk. "Kalau ngajak nikah tuh, kerenan dikit dong, Mas. Masa masih kucek-kucek mata ngajak nikah. Kalau di sini keren nih, suasananya. Boleh-lah ngelamar di sini," ledek Sari. 

Jojo memegang kedua tangan Sari yang bersandar di atas meja. "Dek, mau ya, nikah sama aku? Kita kenal sudah lama, sama-sama jomlo. Pengen cari jodoh, susah banget. Kenapa nggak kita nikah aja? Mungkin memang kamu jodohku. Ibu juga sudah setuju," ucap Jojo yang membuat Sari terbelalak. 

Bersambung…. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status