Share

Sari Sadar Kelicikan Erika

Beberapa pesan singkat Erika masuk ke gawia Jojo, tetapi tak satupun yang dibalas. Jojo hanya melihatnya sebentar, lalu kembali ia masukan gawai ke dalam saku. 

Selama dalam perjalanan pulang, Jojo terdiam. Suara bising obrolan rekan-rekannya tak terdengar, seolah sunyi. Tanpa ada suara apapun. Pikirannya melayang, teringat bayang-bayang foto USG yang Sari kirimkan tadi siang. Bagaimana nasib bayi itu ketika lahir, pikirnya. 

Bagaimanapun juga janin itu adalah darah dagingnya. Ada rasa sedih dalam hati, memikirkan jika calon anaknya nanti membencinya karena tahu ia telah mengkhianati Sari dan menyia-nyiakan mereka begitu saja. Bayang-bayang rasa bersalah terus menghantui sepanjang perjalanan. Hingga Jojo tiba di halte tempatnya turun. 

Seturunnya dari bis, Jojo mempercepat langkah kaki. Hatinya mulai terbuka, rasa ingin segera menemui Sari bergejolak. Terlebih perut wanita itu, yang telah ditinggali calon anak mereka. 

Jojo mengetuk pintu dengan semangat. Tak sabar Sari membukakan. Tak lama, Sari pun muncul, mengintip dari balik hordeng. Ia segera membuka kunci saat melihat Jojo yang berada di balik pintu. 

Mereka saling pandang. Terpaku beberapa menit. Ada setetes air mata di sudut mata Jojo. Ia terharu. Menatap perut Sari yang sebenarnya belum terlihat buncit. Perlahan ia menaruh tangannya di perut itu. Mencoba merasakan detak jantung dari makhluk hidup yang tinggal di sana. 

Rasa malu yang tadi sempat membuatnya ragu menyentuh kini ia abaikan. Penyesalan terus bergelayut, teringat saat kemarin Jojo telah membuat pertengkaran yang ia ada-adakan serta fitnah. Namun, apa yang dilakukan wanita di hadapannya itu, tak pernah melawan apalagi berbohong. Tetap mencoba menjadi yang terbaik dan berusaha sesempurna mungkin untuknya. 

Jojo tak kuasa menahan hari yang akhirnya meneteskan air mata. Lalu, ia jatuh dalam pelukan Sari. Memohon kata maaf dalam hati karena bibirnya enggan, masih bersikeras menolak. Jojo tak paham ada apa dengan dirinya, mengapa sulit mengungkap kata itu. 

Beberapa detik penyesalan yang teramat sangat menyiksa Jojo ketika mereka berpelukan. Akan tetapi, tiba-tiba Erika kembali muncul dalam ingatan Jojo. Seketika ia melepas pelukan. Lalu, duduk di sofa ruang tamu. Jojo merasakan sakit pada kepalanya. Ia mencoba memijat pelan sambil bersandar di sofa. 

Sari duduk berhadapan dengan Jojo, mengamati tingkah aneh suaminya. Hatinya semakin yakin ada yang tidak beres dengan Jojo. Ia pun teringat bahwa suaminya itu pernah bercerita kalau sebelum ini tanpa sadar telah melakukan kesalahan, berselingkuh dengan Erika. Lalu, meminta maaf padanya. 

Mengapa Jojo seperti orang yang terkena ilmu sihir, tanya Sari menelisik dalam hati. Suaminya seperti tidak sadar dan ketika kembali baik ada penghalang yang membuatnya kembali menjadi jahat. Bukan seperti dirinya. Ia pun teringat senyum Jojo yang terlihat seperti berbeda di foto-foto. Ya, Sari sadar sekarang. Erika telah bermain sihir. Ia semakin yakin, Jojo tidak benar-benar mencintai gadis itu. 

Namun, sihir itu yang telah mempengaruhi akal dan pikirannya. 

***

Jojo menghindari Sari sejak sepulang kerja tadi. Sakit pada kepalanya yang menusuk seolah mengingatkan cinta pada Erika yang tidak boleh ia khianati. Ya, sihir itu bekerja seperti apa yang diinginkan Erika. 

Meski hati kecil Jojo ingin sekali melawan, kembali ke pelukan Sari. Akan tetapi, dalam penglihatan Jojo Sari begitu buruk. Rasa benci tanpa sebab tumbuh begitu cepat setiap kali ia mencoba mengingat janin dalam perut istrinya. 

Jojo tak kuasa menahan rasa yang tidak bisa ia jelaskan. Diam dan menghindar adalah caranya untuk meredakan sakit pada kepala yang masih menusuk. Serta mengurangi rasa peduli pada Sari. 

"Mas…," ucap Sari. Ia menghampiri suaminya, duduk di sebelah Jojo yang terdiam di depan televisi. Tatapan matanya kosong, tidak benar-benar menyaksikan acara yang berlangsung. Hanya raga yang berada di sana tetapi jiwanya melayang. Pikirannya tak disini. 

Sapa dari Sari pun tidak dapat ia dengar. Sari mengurungkan niat mengajaknya berbicara. Ia kembali ke kamar, mencari nomor telepon Ambar dan segera mengirim pesan singkat. 

[Ambar, apa kamu dan Bang Roni sedang sibuk?]

[Nggak, Mbak. Kami baru selesai makan malam. Lagi bersantai. Ada yang bisa aku bantu?]

[Boleh aku kesitu?]

Tak menunggu waktu lama, Ambar segera mempersilakan Sari berkunjung. Sari pun melewati Jojo yang masih terdiam di depan televisi seperti orang linglung dan tidak ada di sana. Hanya raga tanpa jiwa. 

Ia segera menghampiri rumah Ambar dan sudah disambut oleh wanita pemilik rumah itu di teras. Mereka segera masuk. Tanpa basa-basi, Sari segera menceritakan apa yang terjadi dengan Jojo. Sepasang suami-istri itu mendengarkan dengan saksama. 

"Pelet?" tanya Ambar. Sari mengangguk. Sesaat Ambar dan suaminya saling pandang. 

"Sebenarnya saya pun sudah berpikir seperti itu. Ada yang tidak beres dengan Jojo," sahut Roni. 

"Ambar, kamu 'kan orang asli sini. Maksudku, apa punya kenalan ustad yang bisa mengobati Jojo?" tanya Sari. 

Sesaat Ambar terdiam. Mencoba mengingat-ingat. 

"Dulu ada seorang teman yang cerita, dia pernah kena santet. Hampir gila dan badannya habis tidak bisa menerima makanan. Coba nanti aku hubungi dia dan minta alamat orang yang bisa menyembuhkannya."

"Terima kasih, ya, Mbar. Kalau begitu aku pamit dulu. Takut Mas Jojo sadar dan mencariku."

Setelah berpamitan, Sari pun bergegas masuk ke dalam rumah. Namun, setibanya di rumah Jojo terlihat sangat pulas tertidur di sofa depan televisi. Sari beranjak ke kamar, mengambil selimut. Lalu, menutupi tubuh suaminya dengan kain tebal itu. Ia enggan membangunkan Jojo. Membiarkan suaminya terlelap di sana. 

Pikirnya, biarlah malam ini suaminya tidur di sofa dan ia akan mengikuti sementara ingin Jojo. Apapun. Karena saat ini bukan Jojo yang ada di raga suaminya, Sari yakin itu. Jadi, untuk menjaga agar lelaki itu tidak marah, alangkah baiknya mengikuti permainan jin yang Erika hadirkan. 

***

Seperti biasa, pagi ini pun Sari melayani suaminya. Menyiapkan makan pagi. Namun, lelaki itu masih diam, enggan berbicara sepatah kata pun. Hingga makan pagi berakhir, Jojo menatapnya dalam di meja makan. 

"Sar…," ucap Jojo. Sari yang baru ingin berdiri membereskan piring kotor, mengurungkan niat. Ia kembali duduk dan saling tatap, menanti ucapan selanjutnya yang akan keluar dari bibir Jojo. "Kita pisah ranjang saja sampai bayi itu lahir."

Sari menelan ludahnya. Namun, akal sehat kembali mengingatkan bahwa lelaki yang berbicara di depannya bukanlah suaminya. Ia menarik napas dalam, hanya memberikan jawaban dengan sebuah senyum tipis. Lalu, beranjak dari kursi makan menuju tempat cuci piring. 

"Jin tidak akan pernah menang dengan manusia," ucap Sari dalam hati. Ia mencoba menguatkan dirinya. "Sabar-sabar. Pasti ada jalan lain yang Tuhan rencanakan."

Setelah rapi, Sari ingin berangkat ke kantor. Rencananya hari ini ia akan mengundurkan diri. Ia ingin fokus mengurus kehamilannya dan mencari cara pengobatan untuk Jojo. Rencana ini tentu tanpa diketahui Jojo. 

Lelaki itu duduk di teras sambil menyalakan batang rokoknya. Menyesap hingga habis dan beranjak saat Sari selesai mengunci pintu. Jojo jalan di depan Sari dan tidak memperdulikan wanita itu. Namun, Sari pun tidak ambil pusing dengan sikap suaminya. Ia tetap mengikuti ingin Jojo dengan tetap bersikap seperti biasa. 

Saat bis jemputan Sari tiba lebih dulu pun, Sari tetap berpamitan dan mencium punggung tangan suaminya. Meski Jojo merasa jijik dan sempat ingin menolak. Namun, ramai. Ia tidak mungkin memaki atau menolak Sari di depan teman-temannya. 

Tanpa senyum, tidak seperti biasanya Jojo memandang Sari yang mencium takzim punggung tangannya. Lalu, berjalan memasuki bis jemputan. Sesaat Sari menatap mata Jojo ketika duduk di dalam bis. Ya, ia yakin. Sorot mata suaminya tidak setajam itu. Lelaki itu, bukan suaminya. 

***

Sari mengemas barang-barangnya setelah seharian ini menyelesaikan semua tugas. Surat pengunduran diri pun telah ia ajukan. Wanita itu segera berpamitan dengan teman-teman yang baru saja dikenalnya belum genap dua bulan. Beralasan hamil dan kondisi lemah, Sari mengorbankan pekerjaan. Pihak kantornya pun menerima alasan itu dan membiarkan Sari mengundurkan diri. 

Setibanya di rumah, Sari melakukan aktivitas seperti biasa. Tak lama ada pesan masuk dari Ambar yang memberi kabar tentang sebuah alamat rumah ruqyah. 

[Tempat ini menerima ruqyah yang sesuai syariat dalam agama kita.]

Sari melihat alamat itu, lalu ia melihatnya di maps, mencari tahu jarak tempuh ke sana dari tempat tinggalnya. Ternyata lumayan jauh. Ia terdiam sejenak, memikirkan cara. Alasan apa untuk membawa Jojo ke sana. Jika ia berterus terang, sudah pasti akan ditolak Jojo. 

Bersambung….

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status