Share

Emas Kawin Erika

Sari mengejar Jojo keluar rumah yang sudah tidak terlihat. Ia menghentikan langkahnya saat menyadari air mata yang telah membasahi wajah. Bagaimana mungkin bisa keluar rumah untuk mengejar Jojo. Apa pantas menyelesaikan masalah di tempat umum, tanyanya dalam hati. Pikiran waras masih dapat mengontrol emosi. 

Sementara Ambar yang sedang menyapu di teras rumahnya, melihat wajah sembab Sari. Ia yakin telah terjadi sesuatu dengan tetangganya itu. 

Ambar bergegas membuka pintu pagar dengan sedikit berlari menghampiri rumah Sari. Sari yang menyadari kedatangan Ambar segera menghapus semua tanda kesedihan yang sebenarnya sudah tidak bisa ia tutupkan.

"Mbak, nggak apa-apa?" Ambar berjalan menghampiri Sari. 

Sari tidak memberi jawaban, ia hanya bisa menahan tangis sambil mengajak Ambar masuk ke dalam rumahnya. Khawatir akan ada orang lain yang melihat tangisnya juga. 

***

Gadis berambut ikal itu segera membuka pintu kala mendengar ketukan dari baliknya. Jojo memeluk erat sambil tersenyum lebar saat pintu terbuka. Mereka melepas rindu yang sempat tertahan beberapa hari karena tidak berjumpa. 

"Aku meminta izin pada Sari untuk menikah lagi." Satu kalimat yang keluar dari bibir Jojo sontak membuat Erika terkejut. Gadis itu segera mengenakan pakaiannya, lalu berjalan menghampiri Jojo yang sedang duduk di sofa sambil menghisap sebatang nikotin. 

"Terus apa jawaban dia?" Jojo tersenyum tipistipis mendengar tanya Erika yang sangat penasaran. 

"Jelas nggak setujulah. Nggak usah kau tanyakan lagi." Jojo mulai menceritakan kejadian beberapa hari ini yang cukup membuatnya merasa menang. Menuduh Sari tak henti dan memojokkannya berulang agar merasa bersalah dan segera menyetujui inginnya. 

Wajah Erika pun tampak semringah, tersenyum lebar penuh kebahagiaan. Titik cerah, hari yang dinantikan akan segera tiba. Gadis itu menyandar pada dada bidang Jojo, bergelayut manja. Jari lentiknya mengelus mesra punggung tangan Jojo yang bersandar di pangkuannya. 

Jojo meletakkan batang nikotin dalam apitan jemari di sebuah asbak yang terletak di sebelah sofa tempat mereka duduk. Ia pun melepaskan pelukan Erika sejenak. Lalu, berjalan menuju celana panjang yang tergantung tak jauh dari sofa. Merogoh salah satu kantongnya, mencari sesuatu di balik celana itu. 

"Jual ini dan belikan yang baru untuk dijadikan emas kawin kita." Tangan lelaki itu mengulurkan sebuah gelang yang didapatkan dari kotak perhiasan Sari. Kini, Jojo tak hanya menjadi penghianat hati. Akan tetapi pencuri barang dan uang milik istrinya. 

Erika tak peduli dari mana Jojo mendapatkan emas itu. Ia segera meraihnya, menatap perlahan dan mengingat-ingat benda di tangannya itu. Tidak salah lagi, pikirnya. Milik Sari. Benda yang sebelumnya pernah ia lihat. Erika tidak menyangka, bahwa Jojo memiliki keberanian mengambil barang milik istrinya juga setelah Erika merayu beberapa waktu lalu. 

Senyum Erika mengembang dan segera menyimpan barang itu ke tempat aman. Berencana besok bisa menjualnya serta mengganti dengan sebuah cincin idaman yang ia inginkan. Pada surat gelang itu lumayan besar, sepuluh gram. Sangat cukup jika hanya untuk ditukarkan sebuah cincin. 

"Lalu gimana rencana kita selanjutnya?" tanya Erika. Gadis itu menaruh tubuhnya kembali duduk di sebelah Jojo dan mengambil batang nikotin yang terbakar di antara sela jari kekasihnya. Lalu, menghisapnya perlahan. Mengepulkan asap ketenangan. 

"Daftarkan saja pernikahan kita minggu depan. Nanti aku cari saksi untuk perwakilan keluarga."

Erika ingin sekali melonjak kegirangan mendapat jawaban yang telah lama ia nanti. Segera ia meletakkan rokok dalam jemarinya ke asbak, lalu melepas kebahagiaan dalam pelukan Jojo. Perjuangannya tak sia-sia. Ilmu yang Emak titipkan pun menjadi salah satu penyebab keberhasilan. 

Erika tak dapat berkata-kata, bahkan air matanya hingga menetes karena haru. Ia tidak pernah merasakan kebahagiaan seperti yang Jojo berikan. Terlebih bersama orang tuanya, bagi Erika hanya tekanan yang perlahan membuatnya frustasi. 

Namun, di tengah kebahagiaan Erika, tiba-tiba muncul wajah ibunya dalam penglihatan mata gadis itu yang sedang terpejam. Erika terperanjat, segera melepas pelukan Jojo. Menatap Jojo heran penuh tanya. Begitu pun dengan lelaki di depannya, yang ikut heran. 

"Kamu kenapa?" tanya Jojo. Jojo berusaha mendekati dan menggenggam jemari Erika lagi. Menyibak beberapa helai rambut gadisnya yang menutupi mata. 

"Ng-nggak. Aku nggak apa-apa." Jojo kembali memeluk Erika. Sementara gadis itu mencoba merilekskan diri dan melupakan bayang ibunya. Ia menghela napas panjang, menenangkan hati. 

"Apa mungkin aku harus ziarah ke makamnya dan meminta restu?" ucap Erika dalam hati. Teka-teki perkataan terakhir ibunya pun belum terjawab. Kata-kata itu kembali terngiang di telinga Erika, seolah memperingati gadis itu untuk menghentikan ilmu pelet yang ia gunakan demi seorang lelaki. 

***

Sementara keadaan Sari di rumah, ia tidak bisa lagi menahan air mata yang tumpah. Baginya, mungkin Ambar bisa membantu menenangkan, dari pada harus ia simpan sendiri. Hatinya sudah tidak setegar hari kemarin-kemarin yang masih bisa dan mau menerima Jojo apa adanya. Disakiti dan dikhianati, sudah cukup bagi Sari. Bukan kali pertama Jojo lakukan. Manusia memiliki batas kesabaran dan mungkin sekarang ia sudah berada di batas itu. 

Ambar hanya diam mendengar semua ucapan Sari. Sesekali mengelus pundak wanita di depannya penuh iba dan rasa bersalah. Seandainya ia bisa katakan ke Sari sejak pertemuan mereka di hotel, mungkin wanita di depannya tidak akan merasakan sakit seperti sekarang. 

Setelah Sari menghentikan tangisnya, Ambar mencoba membantu mengambilkan segelas air putih dan memberikan ke Sari agar wanita itu lebih tenang. Baru Ambar mulai menceritakan pertama kali mereka bertemu. Karena Sari dan Jojo tidak ingat dengan Ambar. Mereka sama sekali tidak mengenali wanita resepsionis di hotel yang pernah menjadi tempatnya menginap itu. 

"Hotel di Balikpapan?" tanya Sari terkejut. Ambar tersenyum tipis sambil mengangguk dan mulai menjelaskan lagi apa yang ia ketahui di hari itu tentang Jojo, Sari, dan Erika. 

Semua pernyataan Ambar sungguh membuat Sari semakin terkejut. Ia tidak dapat berkata-kata. Rongga dadanya pun semakin sesak untuk mengambil udara. Ambar membuka kerudungnya, menunjukkan wajah ketika ia tidak mengenakan penutup kepala itu. Membantu Sari mengingat Ambar yang ia kenal dulu di hotel tidak menggunakan kerudung. 

Sari semakin percaya dengan semua bukti yang Ambar berikan. Wanita itu kembali menceritakan apa yang ia ketahui semua tentang hubungan Jojo dan Erika. 

"Aku tahu, ini akan sakit sekali. Tapi, jika aku tidak ceritakan, kamu pasti akan semakin sakit," ucap Ambar. Wanita itu telah menceritakan semua yang ia ketahui. "Amplop cokelat di bawah pintu, apa kau menemukannya?" tanya Ambar. 

Sari memutar matanya. Ia mencoba mengingat amplop cokelat yang Ambar maksud apakah amplop yang segera ia buang ke tempat sampah karena khawatir berisi hal aneh yang membuatnya takut. 

"Aku… aku menemukannya. Tapi, tidak tahu isinya. Apa itu dari--" Belum sempat Sari melanjutkan tanya, Ambar telah mengangguk. 

"Kau buang?" Sari mengangguk. "Sudah aku duga. Salahku juga. Harusnya aku berikan langsung."

"Jangan salahkan dirimu terus. Ini semua kesalahanku karena kebodohan diri. Apa sebenarnya isi dari amplop itu?"

Ambar mengerjapkan mata. Mengatur napasnya perlahan, sebelum ia menceritakan lagi tentang hari itu di mal. Saat ia bersama suaminya berjalan-jalan dan bertemu dengan Jojo dan Erika. 

"Foto Jojo bersama wanita itu," ucap Ambar. 

Bersambung ….

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status