Share

Jojo Menemui Erika

Setibanya Ambar di depan rumah Sari, ia melihat pintu pagar yang terbuka serta pintu rumahnya. Perasaan Ambar semakin tidak enak. Ia berlari masuk sambil memanggil nama Sari berulang. Saat ia memasuki ruang keluarga, Ambar mendapati Sari yang sudah terkulai di lantai tak berdaya. Wajahnya pucat pasi dengan keringat bercucuran. 

"Ya ampun, Mbak. Kenapa?" Sari sudah tidak sanggup untuk berkata-kata. 

Seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Ia hanya mengeluarkan air mata, memandang Ambar penuh harapan. Meminta pertolongan. 

"Tunggu sebentar, ya?"

Ambar berlari keluar rumah, mencari orang dan meminta pertolongan. Tak lama beberapa warga datang dan membantu Ambar mengangkat Sari ke mobil tetangganya. Mereka pun membawa calon ibu muda itu ke klinik terdekat. 

***

"Apa dia baik-baik saja, Dok?" tanya Sari setelah merasa lebih baik. Seorang Dokter yang memeriksanya tersenyum tipis. 

"Ibu Jatuh dimana? Terbentur, ya, perutnya?" Sari mengangguk. Enggan menceritakan kejadian sebenarnya. "Alhamdulillah nggak apa-apa bayinya, Bu. Tapi, lain kali hati-hati."

"Tapi, tadi kenapa sakit banget, ya, Dok?"

"Iya, karena benturannya keras, jadi sempat keram dan membuat bayinya juga kaget. Ini bayinya kuat banget, Bu. Tapi, tetap harus dijaga baik-baik, ya."

"Iya, Dok. Terima kasih."

Setelah selesai periksa dan Sari merasa tubuhnya sudah lebih baik, ia pun diizinkan pulang. Ambar menuntun Sari ke mobil. Tidak ada obrolan atau tanya dari Ambar selama perjalanan. Ia memilih diam dan menanti waktu berdua, agar Sari bisa dengan bebas menceritakan kejadian yang sebenarnya. 

Sementara Jojo yang telah mendengar kabar tentang Sari dari Ambar, sedang mengajukan izin pulang cepat. Namun, gagal. Ia harus menyelesaikan beberapa pekerjaan yang wajib segera diselesaikan. Akan tetapi, setidaknya hari ini ia bisa tidak lembur. 

[Ambar, tolong jaga Sari sementara. Maaf saya tidak bisa segera pulang.]

Ambar pun tanpa diminta mengiyakan permintaan Jojo. Setibanya di rumah, Ambar menyiapkan air hangat untuk Sari dan mereka duduk bersantai di ruang keluarga. 

"Sebenarnya tadi Mbak Sari terbentur apa?" tanya Ambar mengawali obrolan. 

Sari tersenyum tipis, menengok ke arah wanita yang duduk di sebelahnya. Lalu, dengan perlahan ia memiringkan tubuh menghadap Ambar. 

"Pintu."

"Pintu? Kok bisa, Mbak?"

"Wanita itu benar-benar gila, Mbar. Dia datang dan mendorongku." Ambar tercengang mendengar cerita singkat Sari. 

"Dia datang? Astaga! Ngapain?"

Sari pun menceritakan ke Ambar bahwa sebenarnya ia telah memblokir semua komunikasi dari gawai Jojo ke Erika. Lalu, ia juga menceritakan kejadian hari itu dengan detail ke Ambar.

"Ah! Jadi dia nggak tahu kalau Jojo sudah sadar, ya? Pantas saja. Sabar, ya, Mbak. Semoga Tuhan mempermudah proses perpindahan kalian ke Jogja. Agar wanita gila itu tidak mencoba mengganggu Mas Jojo lagi."

"Aamiin. Tapi, mungkin nggak ya, Mbar, wanita itu tidak mengejar kami hingga ke Jogja? Saat kami menikah saja, dia nekat lho datang ke sana."

"Hmmm waktu itu dia 'kan masih ada dana untuk kemana-mana, Mbak. Sekarang mana ada. Sudahlah berpikir positif saja, Mbak. Semoga Tuhan memberikan jalan dan kemudahan untuk kalian."

"Aamiin. Makasih banyak ya, Mbar. Duh, aku nggak tahu gimana nasib anakku tadi kalau kamu nggak segera datang." Ambar menanggapi dengan senyuman tipis. 

Tak lama suara motor berhenti di depan rumah Sari terdengar dari luar. Jojo yang tak sabar ingin segera tiba di rumah, memesan ojek online setelah jam pulang kerja. Ia pun bergegas masuk ke dalam rumah dan menemui Sari. 

Dengan wajah penuh khawatir, menghampiri wanita yang sedang bersandar di sofa sambil tersenyum ke arahnya. Jojo segera mengelus lembut perut Sari. 

"Dia baik-baik aja 'kan, Ndok?" tanyanya. 

"Alhamdulillah nggak apa-apa kok, Mas."

Jojo bernapas lega dan mengalihkan pandangannya ke arah Ambar yang masih duduk di sebelah Sari. 

"Ambar, makasih banyak, ya, sudah bawa Sari ke klinik dan menemani dia di rumah."

"Iya, Mas. Sama-sama. Namanya juga tetangga. Harus saling bantu. Sama siapa lagi kalau bukan tetangga, minta tolong yang darurat," jawab Ambar. Wanita itu tersenyum simpul dan beranjak dari sofa. Lalu berpamitan karena Jojo sudah pulang. 

Baru saja pintu depan Ambar tutup, Jojo berpindah duduk di sebelah istrinya. Memeluk wanita itu dan mengelus lembut rambutnya. 

"Kamu ngapain memangnya, Ndok? Kok bisa sampai jatuh?"

Sari menoleh ke arah wajah Jojo yang kini berada di atas keningnya. 

"Mandi dan ganti baju dulu sana, Mas. Nanti baru aku ceritakan."

"Kenapa? Bau, ya?" Sari tersenyum meledek sambil menutup hidungnya. 

"Hmmm… coba kamu cium sendiri aja." Jojo pun  segera menciumi bajunya yang telah seharian digunakan untuk bekerja. Ya, tentu. Selain bau keringat, ada juga bau matahari dari sana. Ia pun tertawa kecil dan izin membersihkan diri terlebih dulu. 

***

Jojo menggedor sebuah pintu dengan keras sambil berteriak. Hingga membuat wanita di balik ruangan itu segera menghampiri sumber suara dan membukanya. 

Erika menatap Jojo penuh rindu. Namun, sebaliknya dengan Jojo, kebencian tengah merajalela. Sapaan lembut Erika pun diacuhkan Jojo. 

"Nggak usah sok lembut!" teriak Jojo. "Gue datang kesini cuma mau bilang kalau kita udah nggak ada hubungan apa-apa. Jangan ganggu istri dan anak gue."

Kedua mata Erika terbelalak, menatap heran dengan cacian itu. Belum sempat Erika menjawab sepatah kata pun, Jojo telah pergi dari hadapannya. Siap menuruni anak tangga. 

Erika segera mengejar dan mempertanyakan maksud dari perkataan Jojo tadi. Namun, sia-sia. Jojo tidak menjawab dan terus berjalan keluar dari lingkungan indekos tempat Erika tinggal. 

Erika yang marah, memukuli punggung Jojo dari belakang dengan kedua tangannya. Meminta penjelasan. Jojo berbalik badan. Menyaksikan tangis omong kosong baginya. Beberapa detik, ia tersenyum sengit. 

"Sudah nangisnya?" tanya Jojo sinis. 

"Jelaskan dulu, apa maksud kamu putuskan aku? Hah? Kita mau menikah, lho! Kamu gila ya, Jo?"

"Gila? Lu yang gila. Gue udah putusin lu baik-baik dari sebelum menikah dengan Sari. Kenapa lu coba paksa gue dengan cara kilat? Gue udah nggak cinta sama lu. Harusnya sadar dan mikir dong. Bukan jebak gue begini!"

"Kilat gimana? Aku nggak ngerti, Jo, maksudnya? Kamu yang cari aku dan minta balikan. Kenapa sekarang kamu putar balikan fakta?"

Wajah mereka sangat dekat. Ada yang aneh bagi Jojo, ia terus menatap Erika. Gadis yang selama ini di matanya sangat terlihat cantik, tidak dengan hari ini. 

Keriput pada wajah Erika terlihat jelas, bahkan tubuhnya tidak seseksi saat Jojo tergila-gila. Jojo segera tersadar, ini yang dinamakan pelet. Ilmu Hitam yang mampu membuat orang yang terkena sihirnya benar-benar tidak sadarkan diri. 

"Nggak usah pura-pura bego! Lu pelet gue 'kan? Lu juga celakai Sari dan calon anak gue. Apalagi setelah ini? Hah?" ketus Jojo. 

Erika tercengang mendengar ucapan Jojo. Ia tidak menyangka bahwa kekasihnya itu sudah mengetahui semua rencananya. Tangis dari Erika sama sekali tak menggoyahkan hati Jojo. Ia tak merasa iba melihat wanita itu. Justru kebencian dan rasa jijik. 

Jojo yang tak tahan memandang wajah Erika lama, ia pun mengalihkan pandangan dengan memutar tubuhnya, membelakangi Erika. Lalu, berjalan menghampiri motor ojek online yang tadi mengantarnya dan Jojo pinta untuk menanti. 

Erika yang tidak percaya, masih terkejut dengan sikap Jojo. Hingga membuatnya mematung beberapa detik menyaksikan kepergian Jojo. Lelaki yang sangat ia cintai kini telah sadar dan ternyata memang sudah tidak ada cinta sama sekali di hatinya untuk Erika. 

Sedih campur marah pun membuatnya semakin tak tahu arah. Erika kembali ke kamarnya. Memporak-porandakan kamar indekos yang menjadi saksi bisu kisah cinta dengan Jojo. Ia melempar barang apapun yang ada di hadapannya ke segala arah sambil menangis dan berteriak histeris. Hingga, kembali mengundang teman-temannya datang. 

Mereka mencoba menenangkan Erika. Namun, tak satupun permintaan teman-temannya itu yang Erika dengar. Erika segera mengambil tasnya, dengan wajah sembab penuh air mata, ia keluar kamar. Melewati teman-temannya yang berada di sana. Mereka mencoba menahan dan meminta gadis itu menenangkan diri. 

Namun, Erika tetap bersikeras pergi dari sana. Ia segera berjalan ke arah jalan raya. Mencari bis ke arah terminal dan dapat kembali membawanya pulang kampung. 

Erika langsung menuju rumah Emak. Kemana lagi, jika bukan meminta solusi dari wanita tua itu.

Emak menatap Erika dalam saat ia tiba. Tidak seperti biasanya yang menyambut hangat. Wanita itu tanpa berbicara sepatah kata pun, segera masuk ke dalam rumah. Erika mengikuti dari belakang. 

"Mau apa kesini? Belum selesai juga berurusan dengan lelaki itu? Sungguh, kau keras kepala. Sama seperti ibumu!" ucap Emak. 

Erika menatap wanita tua itu penuh tanya. Mengapa Emak membawa-bawa nama ibunya. Apakah ia mengenal, sama seperti yang dikatakan mendiang ibunya sebelum meninggal. 

"Siapa ibuku? Kau mengenalnya?"

Emak tertawa melengking dan menampilkan gigi merah terkena daun sirih yang masih dikunyahnya. Lalu, wanita tua itu membuang begitu saja bekas sirih ke lantai. Membuat Erika jijik melihatnya. 

"Pacarmu telah membunuh anak buahku. Aku tidak mau membantumu lagi. Kau cari saja orang pintar lainnya," ucap wanita tua itu. 

"Membunuh? Mana mungkin, bukankah anak buah Emak makhluk halus dan mereka telah mati. Bagaimana bisa Jojo membunuh mereka?"

Erika semakin tidak paham dengan ucapan Emak. Lalu, mengapa wanita tua itu pun tidak menjawab tanyanya tentang ibunya. Beberapa saat Erika terdiam, berharap Emak dapat menjelaskan. Namun, wanita itu malah mengusirnya. 

"Jangan kembali lagi ke rumahku! Sama sial dan anehnya dengan ibumu! Pergi!" Emak justru mengusirnya tanpa penjelasan. 

"Aku tidak akan pergi. Sebelum kau jelaskan bagaimana kau bisa mengenal ibuku? Hah?"

Bersambung….

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status