Share

Video Syur yang Ditonton Putriku
Video Syur yang Ditonton Putriku
Penulis: Ida Saidah

Part 1

Part 1

"Maaf, Bu Ambar. Kami memanggil Ibu ke sekolah karena kami tanpa sengaja memergoki Syaqila dan dua orang temannya sedang menonton film dewasa, yang justru diperankan oleh ayahnya Syaqila sendiri. Yaitu suami Ibu," ucap kepala sekolah membuat jantung ini seketika seperti berhenti berdetak. Wanita berseragam dinas itu kemudian menunjukkan ponsel Syaqila juga video yang dimaksud kepadaku.

Tubuhku mendadak gemetar dan lunglai. Dari mana putriku mendapatkan video seperti itu? Masa iya Mas Haris dengan sengaja menyimpan video syurnya bersama seorang perempuan di ponsel anaknya yang baru dibeli beberapa hari yang lalu?

Dengan tangan gemetar mengambil benda pipih persegi berukuran tujuh inci itu, mengamati lamat-lamat video tersebut, memastikan kalau itu nyata atau editan. Dan ternyata video itu asli yang direkam menggunakan ponsel.

Tidak lupa juga melihat chat di aplikasi warna hijau milik putriku, ingin tahu dengan siapa saja dia berkirim pesan.

Alhamdulillah semuanya aman terkendali. Hanya ada beberapa pesan dariku juga mas Haris, dan beberapa obrolan dengan teman-teman sebayanya.

Kutatap wajah Syaqila yang masih menunduk ketakutan. Bibirnya sudah terlihat begitu memucat, sementara tangannya terus saja sibuk memilin-milin ujung seragamnya. Aku tahu kalau saat ini dia sedang merasa takut luar biasa juga tertekan.

"Saya minta maaf atas kecerobohan saya, Bu Kepada Sekolah. Saya tidak memeriksa ponsel anak saya karena ponsel ini baru dibelikan oleh suami saya sebagai hadiah ulang tahun Qila yang ke sepuluh kemarin. Saya juga tidak tahu kalau anak saya ternyata membawa ponsel ke sekolah. Sekali lagi saya minta maaf," ucapku dengan suara bergetar, antara kecewa terhadap diri sendiri yang sudah begitu ceroboh, juga malu karena pihak sekolah sampai melihat adegan menjijikkan yang diperagakan suami dengan seorang wanita yang teramat kukenal.

"Lain kali sebelum anak berangkat tolong dicek tasnya dulu ya, Bu. Jangan sampai kecolongan seperti ini lagi, juga jangan pernah menyimpan video-video seperti itu di ponsel anak-anak, sebab itu bisa merusak mental anak kita nanti!"

"Saya juga tidak tahu kenapa bisa ada video seperti itu di ponsel anak saya. Sekali lagi saya minta maaf."

"Yasudah. Untuk sementara masalah ini kita tutup dulu. Syaqila boleh pulang dan jangan ulangi lagi nonton film begituan ya, Nak." Bu kepala sekolah menghampiri anakku, mengusap rambutnya yang tergerai indah lalu melekuk senyum kepada Syaqila yang masih terlihat begitu ketakutan.

Aku pun lekas pamit undur diri dan membawanya pulang.

Sepanjang perjalanan tidak ada obrolan di antara kami berdua. Aku hanya bisa diam sambil memikirkan adegan demi adegan dalam video tersebut, sementara Syaqila sepertinya masih merasa ketakutan. Mungkin takut aku memarahinya dan menghukumnya.

Sesampainya di rumah. Lekas menyuruh Syaqila menukar pakaian, mengajak dia makan makanan kesukaannya lalu memeluk gadis kecil itu dan menanyakan dari mana video tersebut berasal.

Awalnya dia terlihat ketakutan dan menangis. Tetapi aku terus mengatakan kalau aku tidak akan marah apalagi sampai menghukum dirinya.

"Qila jujur sama Mama. Dari mana Qila dapat video itu?" tanyaku sambil berusaha menahan amarah agar tidak membuncah. Sebab jika sampai terbawa emosi, bukan solusi yang didapat, malah justru menambah masalah baru. Syaqila pasti akan semakin ketakutan dan tidak akan mengatakan dari mana ia mendapat video tidak senonoh tersebut.

"Qila nggak tahu. Video itu tiba-tiba sudah ada di ponsel Qila, Ma," jawab gadis kecilku dengan suara pelan, hampir tidak terdengar.

"Mama tanya sekali lagi. Kenapa Qila membawa ponsel ke sekolah? Kan Mama sudah berkali-kali bilang kalau Qila nggak boleh bawa ponsel ke sekolah?"

"Qila cuma mau nunjukin ke teman-teman Qila kalau Qila dapet ponsel baru dari Papa."

"Terus, kenapa liat video begituan?"

"Tadinya Qila nggak tahu. Caterin yang duluan lihat dan nunjukin ke Qila. Pas qila baru nonton, eh, ada bu guru dan langsung ambil hape Qila."

Aku kembali mengambil ponsel milik putriku, membuka galeri miliknya sambil berusaha mengatur degup jantung yang sudah tidak beraturan. Air mata hampir tumpah membanjiri pipi melihat ada lebih dari lima video yang tersimpan di gawai tersebut, dan statusnya tersimpan di kartu memori. Bukan di memori internal ponsel.

"Di ponsel Qila kenapa ada kartu seperti ini? Ini memang Papa yang taro di sini?" tanyaku lagi setelah melepas memori card dari ponsel Syaqila.

"Qila nemu di laci kerja Papa kemarin pas bantu Papa beres-beres, terus Qila pasang ke ponsel Qila. Kan di ponsel Mama juga ada kartu begituan. Makanya Qila ikut-ikutan."

Astaghfirullah...

Hatiku terasa sakit menerima kenyataan kalau suamiku sudah mengkhianati pernikahan kami. Selama ini aku selalu percaya kepadanya dan tidak pernah mengira kalau dia bisa berbuat sekeji itu. Mengkhianati cintaku, membagi hati serta raganya kepada perempuan lain.

Aku pun segera menyuruh Syaqila masuk ke dalam kamarnya, meminta Sani, asisten rumah tanggaku untuk menemani dia sebab aku ingin menyusul suami ke kantor. Ingin melihat apa saja yang dia lakukan di tempat kerja saat ini.

Perputaran keempat roda mobilku berhenti di parkiran gedung berlantai lima tempat suami mengais rezeki. Buru-buru keluar dari mobil, mengayunkan kaki menuju lift dan menekan tombol buka, lalu segera masuk ke kabin dan memencet angka tiga menuju lantai di mana ruangan suamiku berada.

"Maaf, Bu. Pak Haris sedang ada tamu, jadi tidak boleh diganggu!" Seorang karyawan tiba-tiba mencegahku masuk kala sudah berada di depan ruang kerja suami.

"Tamunya perempuan apa laki-laki?" tanyaku penasaran.

"Perempuan, Bu. Sedang membicarakan masalah bisnis sepertinya!" Si karyawan menjawab dengan ekspresi yang aku lihat tidak biasa. Seperti sedang menutupi sesuatu dariku.

Tanpa lagi menggubris ucapan pegawai suami, gegas melangkahkan kaki masuk ke dalam, ingin memastikan apa yang dikatakan karyawan suamiku itu benar.

Mataku membeliak tidak percaya ketika melihat apa yang terjadi di dalam ruangan itu. Pun dengan dua insan yang tengah asik mengarungi samudera dosa di dalam. Mereka terlihat syok dan langsung memunguti pakaian mereka masing-masing.

"Oh, seperti ini rupanya? Begini cara kalian membicarakan bisnis?" teriakku sambil menarik rambut si pelakor dan menyeretnya keluar tanpa memberi dia kesempatan untuk mengenakan pakaian terlebih dahulu.

Sedang Mas Haris, dia yang masih sibuk mengenakan pakaiannya tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya bisa menatap mengiba ke arahku, memintaku untuk tidak membawa gundiknya keluar dari ruangan tersebut.

Tanpa menghiraukan teriakan si pelakor, aku terus saja membawa dia masuk ke dalam lift tanpa melepas jambakkan, menyeretnya keluar hingga menarik semua perhatian pegawai yang sedang sibuk bekerja dan melempar perempuan tidak tahu diri itu ke halaman kantor.

"Silakan kamu enyah dari kantor ini dan jangan pernah lagi kembali!" usirku.

"Ambar, aku nggak mungkin pergi dengan keadaan seperti ini. Aku malu, Ambar. Tolong berprikemanusiaan sedikit lah. Aku ini sahabat kamu, bukan orang lain," ucap si gundik dengan nada penuh permohonan.

Aku lekas kembali naik ke lantai atas, mengambil baju-baju milik gundik suamiku lalu membakarnya dan segera pergi meninggalkan kantor Mas Haris.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status