"Urusannya sudah selesai 'kan? Sekarang sebaiknya kita pulang, Mas. Aku malas berada di rumah ini terus!" sungut Devi seraya beranjak dari sofa dan menarik tangan Mas Haris tanpa memberi izin mantan suamiku untuk berpamitan kepada ibu dan bapak.
Aku hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkahnya, pun dengan mertua.Mata dan hati Mas Haris sudah benar-benar buta karena cinta, sampai tidak bisa melihat keburukan yang selalu Devi tunjukkan."Astaghfirullahaladzim... Sebenarnya setan apa yang merasuki Haris sampai dia menjadi seperti itu, Bu. Bapak doakan semoga saja usahanya bangkrut dan dia merasakan seperti apa sakitnya dibuang oleh orang yang dia sayang, agar bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Ambar saat ini!" ucap Bapak membuat pandangan kami semua tertuju kepadanya."Ya Allah, Pak. Jangan nyumpahin anak seperti itu. Nggak baik. Sebaiknya Bapak doakan semoga Allah segera membuka pintu hatinya dan mengubah sikapnya yang buruk itu. Doa orangtua itu langsung didengar dan dikabulkan oleh Allah." Ibu memperingatkan.Bapak terlihat menghela napas dalam-dalam lalu memijat pelipisnya, sedang wajahnya masih memerah padam menahan gejolak amarah yang belum juga meredam.Tidak lama kemudian Azriel datang dengan kondisi sedikit kacau. Tubuh basah oleh keringat, sementara wajahnya terlihat kelelahan. Aku segera menghampiri anak remajaku, menanyakan kemana sepeda motornya karena saat dia pulang tidak mendengar suara deruman kendaraan."Motor aku diambil sama Papa. Katanya aku tidak berhak menggunakan barang miliknya!" Dia menjawab dengan ekspresi marah.Aku mendengkus kesal mendengar pengakuan anakku. Benar-benar sudah keterlaluan Mas Haris. Tega dia kepada buah hatinya sendiri, yang memang sudah menjadi kewajibannya untuk dibahagiakan."Aku benci banget sama Papa. Sampai mati pun aku tidak akan pernah menganggap laki-laki bernama Haris itu sebagai ayahku!" ucapnya kemudian, sambil beranjak masuk ke dalam kamar dan menguncinya dari dalam.Mengambil ponsel, mencoba menghubungi mantan suami akan tetapi panggilanku selalu saja ditolak. Mungkin dia tahu kalau aku akan membahas masalah sepeda motor Azriel yang disita olehnya.[Mas, kok kamu tega ambil motor anak kita. Dia itu darah daging kamu loh, Mas. Ada mantan istri, tetapi tidak ada yang namanya mantan anak. Jangan hanya karena perempuan yang baru kamu kenal kamu sampai melukai hati anak kamu. Azriel itu sudah besar. Dia bisa membenci kamu kalau kamu terus menerus berlaku seperti itu kepadanya.] Send, Mas Haris.Tidak lama kemudian pesanku dibaca oleh pria itu, akan tetapi hingga hampir satu jam menunggu dia tidak membalasnya, dan malah memblokir nomer ponselku. Keterlaluan memang.Ya Allah... Sebenarnya ada apa dengan laki-laki yang dulu selalu berlaku lembut serta penyayang itu? Kenapa dia mendadak berubah kejam serta tidak berperasaan seperti sekarang ini?"Azriel sudah pulang, Nduk? Kok motornya nggak ada?" tanya Ibu seraya menghampiriku."Motornya diambil Mas Haris, Bu. Makanya sekarang Azriel ngambek dan marah sama dia. Aku udah nggak tahu lagi harus bagaimana menghadapi laki-laki itu. Dia berubah secara drastis, bahkan mendadak menjadi seorang pria yang sangat kejam!" keluhku sambil menahan rasa sesak di dalam dada.Ibu mengambil tanganku dan menggenggamnya, mengucap kata maaf atas segala yang sudah putranya lakukan.Aku berusaha melekuk senyum walaupun hati menangis. "Ibu tidak bersalah. Untuk apa harus meminta maaf," ucapku kemudian."Ibu merasa bersalah sama kamu, Ambar. Ibu juga merasa gagal mendidik anak!" Kedua sudut netra perempuan yang telah melahirkan Mas Haris empat puluh tahun yang lalu itu terlihat mulai menganak sungai, membuat aku tidak tega melihatnya."Jika nanti kamu sudah benar-benar berpisah dengan Haris, tolong jangan larang Ibu dan Bapak untuk melihat cucu-cucu kami. Ibu sayang sama Syaqila dan Azriel, dan hanya mereka yang ibu miliki sekarang ini!" imbuhnya lagi."Ibu tenang saja. Ambar tidak akan pernah memisahkan anak-anak sama Ibu dan Bapak. Kalian ini juga kan orangtua Ambar, dan selamanya akan tetap begitu. Pernikahan Ambar dan Mas Haris memang berakhir, tetapi kalian berdua akan selalu menjadi orangtua Ambar, karena Ambar juga sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi selain kalian berdua dan anak-anak."Tangan keriput ibu terulur dengan gemetar mengusap pipiku sambil tersenyum. Dia lalu beranjak dari kursi, mengetuk pintu kamar Azriel akan tetapi si sulung tidak kunjung membukakan pintu untuk neneknya.***Pagi-pagi sekali Ibu dan Bapak pamit pulang ke Tegal karena ada saudara yang meninggal. Mereka berjanji akan kembali lagi setelah acara tujuh harian, karena mereka merasa tidak tega jika meninggalkan aku hanya bersama anak-anak saja. Takut Mas Haris dan gundiknya tiba-tiba datang dan berbuat macam-macam kepada kami bertiga.Kini, tinggal aku sendiri di rumah, karena anak-anak juga sudah berangkat ke sekolah sedang Sani sedang berbelanja ke pasar membeli kebutuhan dapur dan lainnya.Daripada terus menerus merasa kesepian lebih baik menyiram tanaman yang mulai layu seperti hatiku. Membuang daun-daun yang mulai mengering, seperti halnya membuang kenangan indah bersama mantan suami."Heh, Ambar! Tolong didik anak kamu si Azriel itu untuk tidak kurang ajar sama orang yang lebih tua darinya!" Aku yang sedang menikmati gemericik air yang mengecup dedaunan lalu mengalir diantara rerumputan tersebut menoleh mendengar suara Devi.Untuk apa pagi-pagi seperti ini si pelakor sudah datang ke rumah. Apa belum puas menghancurkan rumah tanggaku dan juga merusak mental anak-anak?"Memangnya apa yang sudah dilakukan oleh anakku, Devi?" tanyaku santai, tanpa menghentikan aktivitas menyiram tanaman."Anak kamu sudah berani melabrak aku di depan umum. Dia meneriakiku seorang pelakor di depan semua teman-teman arisan, bahkan berani melempar kotoran ke badanku!"Aku melekuk senyum mendengarnya. "Memangnya ada yang salah dengan apa yang dikatakan Azriel? Enggak, kan? Kamu memang perebut laki orang. Kamu sudah memisahkan anak-anak dengan bapaknya, bahkan membuat Mas Haris lupa daratan dan menjadi begitu kejam!" pungkasku."Tapi dia melempar kotoran ke badan aku, Ambar? Apa jangan-jangan kamu yang menyuruh dia melakukan itu sama aku?""Mana ada sih, seorang ibu yang mengajarkan keburukan sama anaknya. Sudahlah Devi, sebaiknya kamu pulang sebelum aku memanggil keamanan komplek buat ngusir kamu!" usirku."Nggak! Aku nggak mau pergi sebelum kamu bayar ganti rugi!"Brak!!Aku berjingkat kaget ketika tiba-tiba terdengar suara benturan keras. Azriel berdiri di belakang Devi, menggebrak pintu garasi lalu mengepal tangan di samping tubuh dengan rahang mengeras dan gigi bergemeletuk menahan emosi.Devi lekas beringsut menjauh, mundur beberapa langkah hingga tidak menyadari ada selokan di belakangnya dan dia terperosok masuk ke dalam got yang sudah berwarna hitam pekat serta menguarkan bau tidak sedap.Dia berteriak histeris sambil mengusap rambutnya yang sudah basah oleh air comberan, meminta bantuan supaya aku membantunya keluar dari dalam selokan akan tetapi kuabaikan."Breng-sek kamu, Ambar. Teman sendiri lagi kesusahan malah nggak mau nolongin. Awas saja, aku adukan kamu nanti sama Mas Haris, biar dia mengambil kembali apa yang sudah diberikan!" teriak Devi sambil terus mengusap wajahnya yang sudah terlihat seperti monster."Maaf, Devi. Untuk kali ini aku tidak lagi mau membantu kamu. Kapok. Kamu itu kan ditulung malah mentung!" ujarku sambil mengayunkan kaki meninggalkan selingkuhan suami yang masih berada di dalam kubangan.Pun dengan Azriel yang langsung masuk ke dalam dengan terburu-buru."Ada apa, Bang? Kok kamu balik lagi? Ada yang ketinggalan?" tanyaku sambil menghampiri si sulung di kamarnya."Ada tugas aku yang ketinggalan, Ma. Makanya aku balik lagi ambil tugas ini, kebetulan juga jam pelajaran masih sepuluh menit lagi," jawabnya sambil melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya lalu mencium pipi ini dan segera pergi.Aku terus menatap punggung anak laki-lakiku yang semakin beranjak besar, bahkan sekarang menggantikan po
"Hus! Hus! Hus! Pergi dari sini, jangan kotori persaudaraan kami!" Mbak Rika mengibas-ngibaskan tangan mengusir Devi dari hadapan kami."Tapi, Jeng? Aku ini..." Perempuan ulet keket itu masih bersikeras untuk bergabung."Sudah kami bilang kalau kami tidak menerima pelakor di tengah-tengah kami! Ini itu circle-nya wanita baik-baik, bukan perebut laki orang seperti kamu!" potong Mbak Rianti semakin terlihat emosi."Kalian akan menyesal sudah nolak aku di sini. Aku akan mengadukan kalian sama Mas Haris biar dia memutuskan kerjasama dengan suami-suami kalian!" ancam Devi sambil menghentakkan kaki dan pergi meninggalkan kami.Beberapa orang yang ada di acara arisan langsung mendekatiku, memeluk serta memberikan kata-kata motivasi supaya aku kuat menghadapi pelakor seperti dia."Saya juga akan mengandukan perselingkuhan Pak Haris ke suami saya supaya dia dikasih pelajaran. Mbak Ambar nggak keberatan kan, kalau saya memberitahu suami tentang hal ini?" ujar Mbak Rianti. Dia adalah istri dari
"Dasar anak se*an. Awas saja kamu Azriel. Saya tidak akan melepaskan kamu!" ancam Mas Haris seraya berusaha bangun, mengusap sudut bibirnya yang mengeluarkan sedikit darah lalu berjalan gontai meninggalkan kamar.Napas Azriel masih naik turun tidak beraturan menahan emosi. Aku terus memeluk tubuhnya, menumpahkan air mata sambil tidak henti-hentinya mengingatkan dia untuk mengucap istighfar.Tidak lama kemudian Syaqila berlari masuk dan menghambur ke dalam pelukan, ikut menangis sambil mendekap erat pinggang ini."Qila takut, Mama," lirihnya dengan suara bergetar."Qila nggak usah takut. Ada Abang yang akan melindungi Qila dan Mama dari si Haris breng-sek itu!" sungut si sulung masih dengan nada meninggi, bahkan sekarang malah memanggil ayahnya tanpa embel-embel papa."San, tolong ambilkan minum buat abang!" titahku kepada Sani yang tengah berdiri di muka pintu dengan mata sudah berembun. Sepertinya dia juga ketakutan melihat kelakuan mant
"Sialan si Azriel. Disekolahin tinggi-tinggi tapi malah berani melawan orang tua. Ini pasti ajaran si Ambar yang gagal mendidik anak!" Aku mencengkram kemudi hingga buku-buku tanganku memutih. Kesal, marah, emosi karena perbuatan putra sulungku yang sudah berani menghajarku hingga babak belur.Memangnya salah kalau aku masih menggauli ibunya. Toh, baru jatuh talak dua. Masih bisa rujuk jika aku mau merujuknya. Dasar Ambar sok suci, pura-pura nolak, padahal dalam hati begitu menginginkan sentuhan lelaki.Mobil kulajukan dengan kecepatan tinggi membelah jalanan kota, tidak perduli dengan suara klakson kendaraan lain yang mungkin memperingatkan aku untuk hati-hati dalam mengemudi. Amarahku saat ini sedang meninggi dan sulit terkendali, mengingat apa yang sudah dilakukan anakku sendiri di rumah tadi.Arghh! Sialan. Awas saja kamu Ambar. Aku pastikan hidup kamu akan hancur perlahan, dan kamu akan mengemis untuk kembali kepadaku.Dasar peremp
Esok harinya, sesuai janji aku mengajak Devi ke sebuah showroom mobil tidak jauh dari apartemen. Wajah sang penghuni relung hati terlihat berbinar bahagia saat melihat-melihat koleksi mobil yang harganya membuat dada ini hampir tidak bisa bernapas itu.Namun demi cinta yang tengah membara dalam dada, apa pun akan kulakukan demi dia, meski harus menghabiskan uang tabuhan dan mengorbankan rumah tangga yang sudah belasan tahun dibina.Aku mencintai dia lebih dari apa pun di dunia ini, dan bahkan jika nyawa yang dia minta mungkin akan kuberikan juga.Bukannya terlalu berlebihan. Tetapi entahlah, semenjak bertemu dengan dia di acara anniversary perusahaan aku merasa jiwa mudaku kembali bergelora. Aku langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Padahal, dulu-dulu ketika Ambar memperkenalkan dia sebagai sahabatnya aku tidak pernah memiliki perasaan apa-apa.Hingga akhirnya Devi menghampiri, meminta bertukar nomer ponsel dan dia sering meminta pertolong
Suasana kantor terlihat sudah ramai lalu lalang karyawan karyawati seperti biasa. Aku segera memarkirkan mobil di tempat parkir khusus yang disediakan untukku, kemudian lekas turun sambil bersiul-siul mengungkapkan kebahagiaan dalam hati, karena sepertinya hari ini adalah hari keberuntunganku. Aku akan bertambah kaya raya dan sukses setelah berpisah dengan si Ambar.Kemarin banyak yang bilang kalau aku akan menyesal karena sudah berani menyakiti hati wanita yang sudah menemani hidupku mulai dari nol dan lebih memilih untuk mempertahankan Devi, dan katanya hidupku akan menderita karena pengkhianatan yang kulakukan. Buktinya sekarang, aku akan bertambah sukses dan kaya raya sebab proyek besar yang rencananya akan dikerjakan dua atau tiga bulan lagi malah sekarang sudah berada di depan mata.Duduk di kursi singgasana, memanggil office boy menyuruhnya untuk membuat secangkir kopi capuccino serta membelikan sarapan di kantin. Perut sudah terasa keroncongan karena belum diisi apa pun sebelu
Aku menelan saliva dengan susah payah. Mimpi apa semalam karena pagi-pagi seperti ini malah mendapat kabar buruk dari Pak Andika. Aku pikir dia datang untuk mempercepat kerjasama, eh, malah mutuskan kontrak kerjasama secara sepihak. Apes banget. Pusing kalau sudah seperti ini. Mana angsuran banyak, Devi juga semakin sering meminta transferan."Bapak yakin alasannya hanya karena itu? Apa jangan-jangan Bapak memutuskan kerjasama kita atas permintaan Bu Rianti?" pungkasku, karena tiba-tiba teringat kalau Devi pernah melihat Ambar sedang bersama dengan istri Pak Andika."Itu salah satunya juga!" jawabnya dengan enteng. Dasar suami takut istri. Nggak profesional. Masa menyangkut pautkan masalah pribadi dengan masalah perusahaan?"Pak, semua yang dikatakan Bu Rianti itu tidak benar. Saya tidak pernah selingkuh dengan siapa pun. Saya ini tipe laki-laki setia dan penyayang. Masa iya saya berani mengkhianati cinta istri saya yang sudah menemani saya dari nol!" "Itu Bapak sadar kalau istri Bap
Daripada terus menerus merasa pusing dengan segala problema yang melanda, lebih baik kembali ke apartemen menemui kekasih hatiku. Siapa tahu dengan bertemu dengannya hati ini akan merasa sedikit lega tidak sesak serta terus menerus emosi seperti ini.Mobil kulajukan menembus ramainya jalanan kota, hingga saatnya lampu lalulintas menyala merah dan aku menghentikan laju kendaraan, tanpa sengaja melihat seorang perempuan persis seperti Devi sedang berada di dalam sebuah mobil bersama seorang laki-laki. Mereka terlihat begitu mesra dan tanpa sungkan saling menggamit bibir, tanpa perduli dengan orang-orang yang tengah memperhatikan.Seketika rasa panas menjalari hati, begitu cemburu melihat apa yang sedang terjadi. Buru-buru melepas sabuk pengaman, berniat turun lalu menghampiri dua sejoli nan menjijikkan itu, akan tetapi lampu lalulintas malah menyala hijau dan mobil yang membawa kekasih hatiku melesat meninggalkan perempatan jalan serta luka yang menganga di dada.