Share

Melahirkan Setelah Dilamar
Melahirkan Setelah Dilamar
Author: Rini S

Satu

"Bu Marni, mohon maaf Bu, kebayanya tak ada yang cukup di badan Dara anak ibu, jadi sebaiknya pake gamis saja dan pakai hijab," ujar bu Ratna, tukang rias ternama yang juga tetangga satu kampung dengan Bu Marni.

 

"Loh loh kenapa Bu? Ini kan acara lamaran bukan pengajian!" sergah Bu Marni sedikit tak terima dengan usul Bu Ratna.

 

Iya, hari ini adalah hari lamaran bagi Dara anak perempuan Bu Marni yang nomer dua. Usianya baru enam belas tahun. Namun sudah jadi kebiasaan di tempatnya menikahkan anak usia dini seperti ini. Bu Marni pun tak keberatan mengingat mempunyai anak gadis terasa berat dan was-was. Saat ada pemuda baik-baik datang dua bulan lalu tuk melamar secara pribadi Bu Marni dan suaminya langsung menyetujui dan hari ini adalah lamarannya secara resmi dan simbolis.

 

"Sudahlah, Bu, pake gamis tak apa lagian biar si Dara pangling nanti pas akad nikah pakai kebayanya," timpal Vina putri sulungnya.

 

"Diam kamu, Vina tak usah ikut campur, mending kamu pikirin cara cari jodoh yang cepat seperti Dara adikmu. Ibu heran sama kamu, mau dilangkahi menikah oleh adik kok baik-baik saja seperti itu," balasnya, pada Vina.

 

Vina ini hanya terpaut usia dua tahun saja dengan Dara. Namun, sang ibu kurang suka pada putri sulungnya itu. Dia sedikit pembangkang dan terkesan centil. Orang-orang banyak yang mengunjing cara berpakaian dan penampilannya. Bu Marni sedikit malu jika mengingat kelakuan nyeleneh Vina. Berbeda dengan Dara putrinya yang nomor dua. Dia pendiam, sederhana, penurut dan rajin membantunya berjaga di pasar.  

 

"Cukup Kak Vina saja yang sekolah, Bu. Aku bantu-bantu Ibu saja berjualan. Kasihan Ibu dan Bapak bila harus membiayai dua anak sekaligus," ucap, Dara saat hendak meneruskan ke bangku SMP.

 

Marni bangga padanya ..., dia teramat mengerti akan kedaan orangtuanya yang pas-pasan. Mengingat sang ibu yang hanya penjual sayur matang di pasar. Dan bapaknya yang hanya sebagai tukang ojeg pangkalan. Mereka memang pas-pasan dalam masalah ekonomi mengingat di bawah Dara juga masih ada Damar putra bungsu mereka. Sedangkan Vina ... dia selalu menuntut pendidikan tinggi, bahkan ia ingin sekali bersekolah hingga sekarang dia sudah kelas tiga SMA. Sejujurnya Bu Marni was-was ... mengingat watak Vina yang kecentilan, takut sekali dia bukannya sekolah yang jujur. Namun, malah terjerumus dalam pergaulan bebas dan hamil di luar nikah, Nauzzubillah ....

 

"Bu Marni, mohon maaf, ucapan Nak Vina ada benarnya, sebaiknya pakai gamis saja tuk saat ini biar nanti pas akad Dara terlihat pangling sekali," tambah Bu Ratna kembali.

 

Meski terasa mengada-ngada Bu Marni akhirnya menuruti saja, dan menyetujui agar Dara memakai gamis tuk lamaran hari ini.

 

"Yasudah Bu Ratna, terserah Bu Ratna saja. Yang penting Dara harus terlihat cantik ..., mengingat hari ini semua keluarga inti dari calon suaminya akan nenghadiri dan melihat Dara tuk pertama kalinya," ucapnya pasrah.

 

Vina dan Bu Ratna saling tatap, lalu mengehla napas dalam dan mengembuskannya. 'Aneh, seperti terbebas dari masalah berat saja,' pikir Bu Marni.

 

Acara lamaran pun di mulai tepat pukul tiga sore, keluarga Ivan, calon suami Dara datang menggunakan tiga mobil lumayan mewah dengan buah tangan yang mereka bawa tak kalah banyak. Bu Marni bersyukur. Ternyata keluarga Ivan memang terliahat penuh wibawa semua dan terlihat dari kalangan keluarga terhormat. Pantas saja jika anaknya Dara mendapatkannya. Dia memang gadis yang baik dan penurut Marni yakin hidup Dara akan bahagia dengan calon suaminya nanti.

 

Saat Dara keluar ... semua mata tertuju padanya, dia teramat cantik dalam balutan gamis berenda di bagian dada hingga perut. Gadis itu berhijab dan dipoles sedemikian rupa oleh Bu Ratana, menjadikan Dara terlihat mempesona.

 

"Aduh Bu Ratna mengapa gak dikonsep dari awal agar akupun berhijab, lihat, keluarga calon besanku juga semua berhijab sedangkan aku tidak," ucapnya sesaat setelah acara hampir selesai.

 

"Maaf Bu Marni, lagian Ibu pun tidak meminta konsep jelas kemarin. Sudahlah, yang penting Dara sebagai pusat perhatian disini, sudah kubuat menkjubkan 'kan, Bu?" sergahnya. Namun, kurasa ucapannya benar juga. Bu Marni pun akhirnya berterima kasih padanya karena telah membuat Dara terlihat sempurna hari ini.

 

Acara lamaran Dara berjalan sesuai harapan dan sudah jadi kesepakatan sebelumnya juga jika acara pernikahan putrinya akan diadakan tepat dua minggu lagi. Marni bangga sekaligus lega karena sebentar lagi Dara putri kebanggaannya akan menempuh hidup barunya.

 

"Vin, antar kue-kue sisa ini pada saudara-saudara semua. Kamu dan Damar saja, Dara jangan. Biarkan dia istirahat," titahnya pada Vina--putri sulungnya yang sedari tadi banyak diam tak seperti biasanya.

 

Bu Marni menghampiri Dara di kamarnya tengah mencoba berbagai barang bawaan calon mertuanya.

 

"Bagus sekali sepatunya, Nak," ucapnya menghampiri sang putri, Dara terlihat kaget. Namun, ia hanya membalas senyum atas ucapan ibunya barusan.

 

Marni merasa, Dara terlihat gemuk, saat melihat kakinya mencoba sepatu, kakinya seakan membengkak dan baru Marni sadari. Pantas saja kebaya-kebaya itu tak ada yang muat di tubuhnya yang kini terlihat menggempal. 

 

"Nak, ibu tahu kamu tengah bahagia dengan rencana pernikahanmu. Tapi, bisakah berat badanmu di turunkan sebelum akad nikah nanti? Maaf sayang tubuhmu terlihat gemuk dan ibu takut kamu tak menarik saat pernikahanmu nanti," ucapnya hati-hati.

 

"Maaf bu. Baik, nanti Dara akan diet," jawabnya dengan menunduk. Putrinya seakan malu dan merasa bersalah. Tak ingin membuatnya sedih terlalu dalam Marni pun segera menyudahi perbincangan dan meninggalkannya.

 

*

 

"Pak, Alhamdulilah yah hari ini lancar," ucapnya pada Danu--suaminya. Saat hendak beristirahat malam ini.

 

"Iya bapak juga bersyukur, Bu!" serunya, dengan binar bahagia.

 

"Bu, pak tolongin kak Dara lagi nangis, Bu." 

 

Dengan tergopoh, si bungsu Damar menerobos pintu kamar dan memecah obrolan Ibu dengan Bapaknya.

 

"Memang kenapa kakakmu, Dam?" tanya Danu heran.

 

Marni pun langsung beranjak menemui Dara yang menempati kamar berdua dengan Vina kakaknya.

 

Saat memasuki kamar mereka, Marni terhenyak luar biasa mendapati Dara tengah bersimpuh kesakitan memegangi perut bawahnya.

 

"Kenapa kamu nak?" tanyanya panik. Lalu pandangannya tertarik pada kaki Dara yang berlumuran Darah.

 

"Vin, adikmu kenapa?" pandangannya beralih pada Vina yang tengah menangis di samping adiknya.

 

"Ada apa vina, Dara?" timpal suaminya dari arah belakang.

 

"Bu, Dara sepertinya mau melahirkan," jawab Vina dengan tergugu. Raut ketakutan terlihat jelas di wajahnya.

 

"Vin, apa maksudmu? Dara mau melahirkan! Dia baru lamaran tadi siang, kapan juga hamilnya?"

 

Bersambung ... 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
ceritanya menarik padahal baru awal2.. pengen aku share ke sosmed trs tag akun author tp akunnya ga ketemu :( boleh kasih tau gaa?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status