Share

Tiga

"Lalu siapa kira-kira yang menghamili Dara Vin?" sesalnya dengan derai air mata.

"Bu, sebaiknya kita tunggu keadaan mereda tuk mengetahui siapa bapak dari bayinya Dara. Sekarang ..., Vina mikirin hari besok yang pasti akan berat bagi keluarga kita," ucap Vina dengan wajah lelah.

"Kamu benar Vin. Namun, ibu masih tak habis pikir kenapa ibu bisa kecolongan seperti ini oleh Dara."

"Jika Ibu mau mengingat sembilan bulan kebelakang ... mungkin akan banyak ucapan orang atau kejadian sebagai petunjuk tentang ini Bu, tapi kurasa karena rasa percaya ibu pada Dara, membutakan mata dan hati Ibu tuk menerima. Malah Ibu selalu saja mengurusiku yang tak selalu sesuai inginnya Ibu," tutur Vina penuh penyesalan.

Seketika mata Marni membulat mendengar ucapan Vina. Namun, Marni pun merasa ucapan putrinya kali ini benar. Apakah ini hukuman karena ia selalu suudzon pada Vina?

Marni menarik napas kasar lalu membuangnya. Dara masih pulas dalam tidurnya. Masih belum menyangka anaknya itu baru saja melahirkan. Mas Danu belum datang juga membawa Mak Eem paraji kampung ini.

"Vin, lebih baik kamu tidur dulu biar gantian, sementara Ibu menunggu Bapak sambil menunggui bayi di ruang depan," perintahnya pada Vina. 

Vina mengiyakan dan berbaring di samping adiknya, Marni pun keluar menemani bayi Dara yang terlihat menangis tenang sesekali dalam gerakannya. 

Saat hendak duduk di samping bayi tersebut, tiba-tiba seseorang terdengar mengetuk pintu

Tok...tok...tok..."Asallamualaikum ... Marni!"

Saat Marni membuka pintu, ternyata ada Teh Sari kakak iparnya. Marni panik. Namun, berusaha setenang mungkin.

"Teteh ada apa malam-malam kesini, Teh? Ayo masuk," sambutnya berbasa-basi. Marni rasa Teh Sari mendengar suara tangisan bayi, mengingat rumah keduanya yang bersebelahan.

"Mar, tadi teteh mendengar suara bayi menangis, lalu Mas Danu yang pergi mengendarai motornya malam-malam. Ada apa?" tanyanya heran. Marni pikir tak mungkin menutupi lagi kejadian memalukan ini dan mempersilahkan teh Sari tuk masuk kedalam rumah, lalu menceritakan apa yang terjadi.

Setelah menutup kembali pintu, Marni mengikuti langkah teh Sari yang menghampiri bayi Dara dengan tangannya menutupi mulut, matanya membeliak menoleh Marni.

"Teh, Dara, teh ...." ucapnya tak mampu meneruskan kalimat itu, lalu menghambur kepelukan Teh Sari.

"Ayo duduk, Marni, teteh beberapa kali bilang sama kamu hati-hati dengan anak gadismu yang cara berpakaiannya berbeda. Teteh curiga! Namun, kamu selalu bilang sudah tak peduli karena anaknya memang menyebalkan iya 'kan?" 

Seketika Marni ingat akan Teh Sari yang beberapa kali memamg mengucapkan kalimat itu. Namun, saat itu fokusnya pada Vina yang memang berpenampilan kurang sopan dan selalu menggunakan pakaian kurang bahan. Tak sedikitpun terlintas bahwa maksud Teh Sari adalah Dara. Dan kini Marni sadar akan ucapannya ... Dara memang selalu memakai baju longgar dengan jaket tebal yang selalu ia gunakan akhir-akhir ini. Ya Allah, ia merasa zholim sekali pada Vina, dan tak menyadari akan kebusukan Dara. Ingin rasanya menyeret Dara yang tengah terlelap dan memakinya namun tenaganya sudah hampir habis memikirkan ini semua.

Tak lama suaminya datang membawa Mak Eem.

"Marni, mana si Dara na ayeuna?" (Marni mana si Dara nya sekarang) tanya Mak Eem tanpa basa-basi dahulu saat memasuki rumah.

Dia menatap Marni tajam dengan kacamata yang melorot di batang hidungnya.

"Si Jawa geus nyarita bieu, si Dara ngajuru! Emak mah ges apal sabenernamah pas sababaraha kali pangih, suganteh can pibulanenna Marni," (Si Jawa sudah cerita barusan, si Dara melahirkan! Emak mah sudah tahu sebenarnya pas beberapa kali bertemu, kirain belum bulannya Marni,) ucapnya lagi, seraya mendekati bayi yang tergeletak di atas tikar.

Mak Eem memang orang yang cukup energik di usia senjanya dan selalu berbicara ceplas ceplos, dia juga sering diantar Mas Danu suaminya dan selalu memanggilnya 'si Jawa' karena memang suaminya seorang pengembara dari daerah jawa dan menetap mengikuti Marni setelah menikah di tanah Sunda ini.

"Mak, sudah nanti saja kita berbincang, tolong urus dulu bayi ini kasihan, Mak," ucap teh Sari dengan segera. 

"Eh heeuh! Tapi teu nanaon isuk-isuk we di mandianna ayeuan mah bajuan hela karunya tiriseun. Sok menta Sari ka budak maneh pan tereh ngajuru oge pasti geus boga baju orok! Menta hiji wae mah," (Eh iya! Tapi gak apa- apa besok pagi saja di mandiinnya sekarang pakein baju saja dulu kasihan kedinginan. Gih minta sama anakmu 'kan sebentar lagi mau melahirkan juga pasti sudah punya baju bayi! Minta satu saja,) titah Mak Eem pada Teh Sari. Yang kebetulan anaknya Tari memang tengah hamil tua juga. Namun kehamilannya jelas dan ada suaminya. Tak seperti Dara ....   

Setelah itu Mak Eem menghampiri Dara yang ternyata telah terbangun dan tengah memegangi perutnya.

"Bu perutku mulas Bu," ucap dara menatap ibunya sedikit menunduk.

"Ya Allah Mak ... Aku lupa ari- arinya belum keluar tadi, Dara ayo buka celanamu dan pakai kain jarik saja biar Mak Eem bantu keluarin ari-arinya. Pantaslah perutmu ini kembali mulas," ucapnya panik.

"Laillahaillalloh ... Marni maneh kot belegug," ( Laillahaillallah ... Marni, kamu bodoh,) pekik Mak Eem memandanginya tajam.

Segera Marni ambilkan kain jarik dari lemari dan memakaikannya pada Dara. Sementara Vina yang juga sudah terbangun menunggui bayi dengan teh Sari beserta bapaknya.

"Ayo berbaring Dara!" titahnya pada Dara yang terlihat sudah tenang tak memegangi lagi perutnya. 

Mak Eem mulai meraba perut Dara. Namun seketika dia menatap Marni heran dengan kerutan dahi tuanya yang makin berlipat.

"Kenapa, Mak?" tanya Marni tak kalah heran.

"Keheula" (Sebentar) ucapnya, lalu memasukkan tangannya kedalam ke*aluan Dara.

"Marni ... balina geus euweh! Si dara mah kur mules ku kaluarna getih nu ngagarebleg kie" (Marni ... ari-arinya sudah tidak ada! Si Dara cuma mules oleh keluarnya sisa darah yang menggumpal gini) ucapnya seraya menunjukan darah yang nenggumpal-gumpal layaknya orang setelah lahiran.

"Ya Allah, lalu di mana ari-arinya, Mak?"

Bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status