Share

Dua

"Vina jawab ibu!" teriaknya dengan air mata yang mulai bercucuran.

"Dara, apa iya kamu mau melahirkan?" lanjutnya pada Dara.

Vina hanya menunduk, sedangkan Dara makin meringis-ringis seperti menahan sakit.

"Damar keluar Nak. Tunggu di kamarmu saja yah," ucap suaminya dengan tenang. Pada Damar yang masih kecil dan tak layak mendapati pemandangan ini di depan matanya.

Sungguh Marni tak tahu hendak melakukan apa sekarang, kata yang hendak diucapkan rasanya berbenturan saking banyaknya pertanyaan.

"Sudah, Bu tanyanya nanti saja tolong Dara dulu sekarang," ucap Vina yang mulai bangkit memegangi adiknya yang tengah kesakitan. Marni dan suaminya saling tatap. Banyak tanya hingga tak tahu hendak berbuat apa.

"Kak tolong buka celana dalamku kak! Aku merasa ada yang merangsak keluar di kemaluanku," gertak Dara mengagetkan.

Seketika Vina melakukannya. Melepas celana dalam Dara dan Marni kaget luar biasa melihat kejadian di depan matanya. Kepala bayi manusia tampak keluar dari kemaluan putrinya. Ingin menjerit. Namun, ia tahan ....

"Mas, benar Dara melahirkan Mas!" teriaknya histeris.

Danu tampak masih tak percaya sama seperti istrinya. Namun, dengan sigap dia menghampiri putrinya dan memegangi tangan Dara tanda memberi kekuatan.

Dengan dua kali mengejan, bayi itu keluar di iringi semburan darah dari kemaluan Dara anaknya. Dara ..., yah, Dara gadis kebanggaan, yang selalu membuat kedua orang tuanya kagum akan kebaikannya, dia yang penurut dan selalu mengerti orang tua. Kini Dara menyajikan pemandangan mengerikan di depan mata. 

"Oe...oe...oe...." bayi itu menangis mengiris hati Marni yang mendengarnya. Dia lahir tepat pukul sebelas malam. Marni hampir tak kuat menahan beratnya kepala yang berpikiran macam-macam. Namun Marni tahan sebisanya. Dan berusaha meraih bayi mungil yang ternyata berjenis kelamin perempuan.

Untuk sesaat tak ada saling sapa diantara mereka berempat. Hanya terpaku pada bayi yang baru dilahirkan Dara.

Lalu Vina bangkit dan meraih sesuatu dari lemarinya kemudian menghampiri ibunya.

"Bu, selimutin bayinya pake kain jarik ini kasihan sepertinya dia kedinginan," ucapnya seraya mengulurkan sehelai kain jarik di tangan.

Dengan sigap Marni melap kotoran yang menempel pada bayi tersebut lalu membungkusnya dengan kain jarik yang di bawa Vina. Saat hendak menidurkan bayi yang mulai tenang. Niatnya ingin membantu Dara tuk membersihkan dirinya. Namun, pemandangan luar bisa kembali tersaji. Dara berjalan keluar kamar menuju kamar mandi dengan santainya, tak ada sedikitpun raut lelah atau sakit di wajah Dara layaknya orang pasca melahirkan.

Danu menatap istrinya penuh tanya. Sedangkan Vina tampak sibuk membersihkan sisa darah di lantai yang cukup banyak. Tak lama Dara kembali ke kamar dan membuka lemarinya tuk berganti pakaian. Dengan sehelai baju dan celana panjang di tangan, dia kembali memasuki kamar mandi dan keluar kembali dengan raga yang segar bugar dengan mengenakan pakaian yang telah bersih dari darah.

"Astagfirullah," ucap Marni dan Danu bersamaan.

Dara merebahkan dirinya di ranjang dengan menata bantal agar posisinya nyaman. Marni mendekati dia dan menatapnya dalam.

"Dara, jujur kepala ibu masih terlalu pusing dengan kejadian ini. Tapi ibu penasaran, siapa bapak dari bayi yang kamu lahirkan barusan, Nak?" tanyanya dengan terisak.

Dara hanya menunduk dan menangis. 

"Bu, aku cape dan mengantuk, boleh aku tidur dulu?" ucapnya sendu.

Lagi-lagi Marni hanya bisa beristigfar mendapati Dara yang berprilaku layaknya hewan yang telah melahirkan. Bahkan dia dengan cepat mengantuk dan ingin tidur saja, tanpa menjelaskan apapun pada kami semua.

"Bu gimana ini bayinya? Bahkan kita tak punya baju bayi tuk melindunginya dari dinginnya malam. Hanya di bungkus kain jarik begini, Bu," ucap suaminya kebingungan.

Benar ..., meski beribu tanya menggelayut di kepala tentang ini semua. Bayi ini yang harus mereka pikirkan sekarang.

"Pak, sebaiknya panggil Mak Eem, Pak biar bayinya diurus, juga melihat keadaan Dara. Meski dia terlihat baik ibu takut dia kenapa-napa," ucap Marni sedikit panik.

Sudah tak ada rasa takut terlitas di kepalanya saat ini. Padahal dengan memanggil Mak Eem paraji di kampung ini, pasti akan banyak orang yang mengetahui peristiwa memalukan kini tengah terjadi di dalam rumahnya. Tadi siang rumahnya riuh oleh ramainya tamu acara lamaran Dara. Dan besok pagi ... bisa jadi rumah ini ramai oleh tetangga yang penasaran akan bayi yang dilahirkan Dara tanpa seorang ayah.

Saat menunggu kedatangan Mak Eem dan suaminya. Aku memperhatikan wajah bayi yang ia geletakkan di ruang tengah di atas tikar yang dia gelar. Tak mirip dengan Ivan ... siapa bapak dari bayi ini? sungguh Marni penasaran dengan hal itu. Mengapa dia bisa kecolongan oleh Dara yang dikira polos dan penurut? Apa iya gara-gara dia terlalu penurut sampai lelaki yang berbuat hina saja dia turuti? Ah kepala Marni ingin pecah memikirkan ini semua ... bahkan Marni tak sadar dengan perubahan badan anaknya yang membesar.

Pandangannya menerawang tak tentu arah. Lalu ia dapati jaket yang menggantung di balik tembok kamar Vina dan Dara yang terlihat dari ruang tengah tempatnya berada. Sering, bahkan hampir tiap hari Dara memakainya. Marni pun kembali memasuki kamar Dara dan mendapati dia yang tengah tertidur pulas dengan kakaknya Vina yang tengah menangis di sampingnya.

"Vin ...," sapanya memeluk putri sulungnya. Tangis mereka pecah seketika dan Vina berkata.

"Maafin Vina tak bisa jaga Dara, Bu." 

Hati Marni bagai teriris mendengarnya. Sulungnya yang selalu ia anggap hina ternyata menyesali kejadian di luar nalar ini. Apa ini karma untuk setiap kata-kata dan sumpah serapahnya pada Vina yang selalu ketakutan dengan pergaulan bebasnya.

"Vina, sejak kapan kamu tahu, Nak?" tanyanya seraya melepas pelukannya.

Vina kembali duduk di samping Dara dan menatap adiknya lekat.

"Sejak usia kandungan Dara memasuki empat bulan, Bu, saat itu aku heran karena pembalut yang ibu belikan tersimpan rapih di lemarinya. Saat bilang pada Ibu ..., Ibu malah berucap jika Dara anaknya hemat. Padahal Ibu tak sadar jika maksudku pembalutnya sudah menumpuk samasekali tak terpakai."

Marni kembali terpukul dengan penuturan Vina. dan menyesali itu semua.

"Lalu Vin, apa Dara cerita siapa yang menghamilinya?" tanyanya pelan dengan memandangi wajah Dara. Gadis itu terlihat lelap sekali dalam tidurnya.

"Masalah itu hingga kini Dara tak mau buka suara, Bu, bahkan saat aku ancam akan memberitahu Bapak dan Ibu. Dara tetap diam tak memberitahuku," jawab Vina tampak geram.

"Apa lelaki itu mungkin Ivan 'yah Vin?" tanya Marni meski ragu.

"Gak mungkin Ivan, Bu, mereka berkenalan saja lewat aku tiga bulan lalu. Bahkan jauh setelah aku tahu Dara sedang hamil," tutur Vina kembali. Dan, membuat Marni lagi-lagi tak habis pikir dengan kejadian ini.

Bersambung ....

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status