Share

Empat

Marni dan Mak Eem berpandangan heran. Seketika Dara bersuara yang menggetarkan jiwa mendengarnya.

"Bu, mungkin benda yang keluar saat aku di kamar mandi tadi adalah ari-ari itu."

"Lalu kamu kemanakan?" tanyanya geram.

"Tadinya akan kubuang ke kloset dan menyiramnya. Namun, mengganjal karena kebesaran, yasudah aku masukin tempat sampah," ucapnya pelan dan terkesan polos.

"Buru teangan, Marni bisi ku ucing!" (Cepat cari Marni tar sama kucing) ucap Mak Eem seketika. 

Marni pun berlari mencari keberadaan ari-ari tersebut dan menemukannya di tong sampah dalam kamar mandi.

"Aya?" (Ada) tanya Mak Eem, yang menghampirinya.

Marni mengangguk dan keluar menerobos badan Mak Eem yang berdiri di balik pintu kamar mandi. Seketika tubuhnya lunglai bagai tak bertulang, malam ini sungguh amat mengerikan dan kuharap ini hanya mimpi seram belaka.

"Mak, dosa apa aku ini Mak?" tanyanya yang telah terduduk di balik tembok dengan memegangi ari-ari Dara di tangan.

"Dengekeun Marni! Ayeuna maneh keur aya dina kajadian nu mimitina datang ti setan. Eta si Dara bisa hamil mulus teu kanyahoan, terus ngajuru babari jiga ucing pan memang teu biasa ... anakna mah suci. Ngan kalakuan si Dara nu ngahiwal jeung teu normal. geus, maneh kudu waras ayeuna! Sapepeting teu sare jeung beurangna geus ripuh ku acara lamaran. Maneh sare heula we keun si Sari nu nungkulan sakeudeung deui adzan, sholat shubuh hela terus istirahat, sok kadieukeun eta balina," (Dengar Marni! Sekarang kamu sedang ada dalam kejadian yang awalnya dari setan, itu si Dara bisa hamil mulus tak ketahuan dan melahirkan mudah seperti kucing 'kan memang tak biasa ... anaknya suci, cuma kelakuan si Dara yang salah kaprah dan tidak normal. Sudah, kamu harus waras sekarang. Sepanjang malam tak tidur dan siangnya sudah cape oleh acara lamaran. Kamu tidur saja biar si Sari yang berjaga sebentar lagi adzan, sholat shubuh dulu lalu istirahat, sinihin itu ari-arinya,)perintah Mak Eem padanya.

"Benar, Mar, sudah sana basuh mukamu," sela teh Sari yang telah kembali dan sedang memakaikan baju pada bayi Dara.

Belum juga ia gerakan badan, kumandang adzan sudah menggema. Segera Marni tuju kamar mandi dan membasuh mukanya lalu bersuci dan menemui Tuhannya. Marni menangis sejadinya dalam sujudnya di atas sajadah ini. Banyak yang masih belum ia pahami. Namun, satu ... ia paham betul bahwa andilnya di sini sangat besar. Ia lalai menjaga amanah Tuhan yang dititipkan padanya.

Selesai Sholat Marni mencoba merebahkan badan tuk sekedar meringankan beban. Namun, bukan rasa kantuk yang datang. Beribu ketakutan menghampiri mengingat kini ada bayi kecil yang harus mereka besarkan tanpa seorang ayah di sisinya.

Semakin bertambah waktu menuju pagi, orang-orang makin terdengar ramai menghampiri rumahnya. Marni hanya mampu berdiam diri di balik kamarnya tak ingin menemui mereka yang sudah pasti akan menghakimi.

"Vin ... untung saja kemarin tak pakai kebaya jika, iya ... aduh bisa lahiran pas acara si Dara, Vin," ucap seseorang yang Marni terka dari suaranya, dia adalah Bu Ratna yang merias Dara kemarin di acara lamaran.

"Jadi, Bu Ratna sudah tahu, Bu?" tanya seseorang yang entah siapa. Marni memasang pendengaran dengan seksama, walau tak kuat. Namun, tetap penasaran dengan perkataan mereka.

"Kemana ini Bu Marninya kok tidak kelihatan batang hidungnya? Malu mungkin yah atas kelakuan putri kesayangannya. Padahal yang selalu ia gertak-gertak si Vina, tapi si Dara yang menampar kotoran ke mukanya, Kasihan dia," celoteh yang Marni dengar kembali menusuk sanubarinya.

"Alah bisa saja si Vina juga ..., cuma dia sekolah tahu ilmu biologi, jadi paham biar gak hamil bagaimana, iyakan?" jawab salah satunya.

"Eh ari maraneh rek kadie teh rek kadon ngagogoreng si Marni apa kumaha? Ieu kajadian di luar kawasa manusa. Setan ker pesta nyaho teu? Cukup si Dara nu dosa jeung zinahna, maraneh tong pipilueun gelo, cokot hikmah tina kajadian ieu. Rek alus, rek butut ... lain kudu debat jeung saling teumleuh! Ngaraca- ngaraca, urang sasama awewe cukup ngucap innalillahi wainnalillahirojiun jeung istigfar. Ges jelas didieu si Dara hina inungna can tangtu, sabab urang teu apal kumaha hancurna hate si Marni ngalelewihi sagala rupa, pasti! Geus tong ngahakimi!" (Eh kalian ini datang kemari cuma ingin menjelekan si Marni apa gimana? Ini kejadian di luar kuasa manusia. Setan lagi pesta tahu gak? Cukup si Dara yang dosa dengan zina nya, kalian jangan ikut gila, ambil hikmahnya dari kejadian ini. Mau bagus , mau jelek ...bukan harus debat dan saling menyalahkan ngaca-ngaca, kita sebagai sesama wanita cukup mengucap innalillahi wainnalillahirojiun dan istigfar. Sudah jelas di sini si Dara hina, Ibunya belum tentu, sebab kita tak tahu hancurnya hati si Marni melebihi apapun, pasti! Sudah jangan pada menghakimi,) ucap Mak Eem terdengar geram.

Suasana pun terdengar cukup sunyi untuk sesaat. Namun orang-orang yang kembali berdatangan tak mungkin bisa Mak Eem bungkam mulutnya satu persatu. Dan Marni sudah pasrah akan aib yang tengah melanda keluarganya kini.

Lalu Marni kembali teringat dengan pertanyaan siapa bapak dari bayi ini? Ivan ..., Marni rasa Ivan tahu. Segera ia keluar dari kamar bermaksud menghampiri Dara agar menyuruhnya kemari sekarang juga. Saat keluar Marni mendapati semua mata memandang kearahnya, tak ia hiraukan dan segera menghampiri Dara yang tengah terduduk di samping bayinya yang tengah dipotong tali pusarnya oleh Mak Eem, Damar bungsunya juga telah bangun dan menyaksikan ini. 

"Bu sini dulu!" teriak Vina dari balik dapur. Saat Marni menghampiri ternyata Vina tengah bersama Teh Sari dan Danu. Marni rasa mereka tengah berkompromi tentang langkah yang harus mereka ambil terhadap Dara selanjutnya.

Bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status