Suami Bersama

Suami Bersama

Oleh:  Rohani Nuraeni  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
31 Peringkat
98Bab
66.0KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Aku harus merelakan suamiku menikah lagi dengan atasannya sekaligus temanku semasa kuliah dulu. Aku sendiri yang mengantarkan suamiku ke tempat pernikahannya. Dengan gemuruh sesak di dadaku, aku berusaha tegar menyaksikan ia mengucapkan ijab kabul dan mengikat janji suci pernikahan bersama maduku. Aku berdiri tidak jauh dari tempat Mas Yusuf dan Naura duduk mengikat janji suci pernikahan mereka dan aku mendengar dengan lantang suamiku mengucapkan ijab kabulnya. "Saya terima nikah dan kawinnya Naura Amanda binti Suroso dengan mas kawin tersebut, tunai!" “Bagaimana para saksi? Sah?” "Sah!" "Sah!" Aku berusaha tegar dan tidak mempedulikan omongan para tamu undangan yang membicarakanku. Kutahan sekuat tenaga air mata yang menggenang di kelopak mataku agar tidak jatuh. Namun, pada akhirnya, buliran bening itu tidak tertahankan dan meluncur deras tanpa aku minta saat ijab kabul itu selesai dilantunkan. Bagaimana kisah hidupku selanjutnya setelah suamiku menikah lagi. Sanggupkah aku berbagi Suami Bersama maduku?

Lihat lebih banyak
Suami Bersama Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Tri Wid
ceritanya keren banget...bahasanya sederhana tapi nyentuh banget........ ditunggu cerita selanjutnya
2022-10-15 07:05:45
1
user avatar
Secret.Vee
Nice and recomended story
2022-02-12 19:44:44
1
user avatar
Rizuki
wah, novel yang bagus. like it
2022-02-12 16:53:37
1
user avatar
Pena_Receh01
bintang yang berbicara
2022-02-12 16:45:58
1
user avatar
Dewi Chandrawati
lama banget
2022-01-04 11:17:12
1
default avatar
cepyputih
thoorr...awas lhooo klo sampai Nadhira balikan lagi ma ma c Ucup...aku ga relaaaa pokoknyaaa...
2021-12-20 17:19:25
1
user avatar
Intan Ardita Nasa
keren ......
2021-10-10 15:34:31
1
user avatar
Nur Fitriyani
kak pengen cepet ke inti ceritanya nya dong jadi kesel ikh liat Nadhira mengalah terus
2021-10-09 15:11:27
1
user avatar
Hesti Destiawati
semangaaaaaaaaaddddddd
2021-10-08 10:16:28
1
user avatar
Li Na
Bagus ceritanya. Semangat ya kk...
2021-10-07 20:17:26
1
user avatar
Nur Fitriyani
ko d tunggu2 ga up ka
2021-10-01 11:12:17
1
user avatar
Bayupratama
kelanjutannya kak
2021-09-30 19:37:23
1
user avatar
Bayupratama
lanjutka kak.
2021-09-30 19:36:45
1
user avatar
Fetina
Semangat kakak, terus berkarya
2021-09-30 14:25:45
1
user avatar
Nur Fitriyani
ko ga up lagi ka penasaran nie kelanjutannya
2021-09-30 11:21:02
1
  • 1
  • 2
  • 3
98 Bab
Meminta Ijin
“Dek, aku mau nikah lagi,” ucap Yusuf Pramudya, lelaki bergelar suami yang menikahiku belum lama ini. Entah apa alasan suamiku yang baru pulang dari luar kota, langsung memberitahukan keinginannya itu kepadaku, sedangkan koper yang dibawanya belum aku bongkar. Mas Yusuf menarik tanganku yang baru saja meletakan tas kerjanya di meja. Lelaki itu berdiri gagah di depanku dengan kemeja digulung hingga siku dan dasi yang dilonggarkan sembari tangan kekarnya menggenggam tanganku. Bau maskulin dari tubuhnya menyeruak di hidungku karena begitu dekatnya ia berdiri. Jantungku mendadak berdegup kencang. Aku sering mengalami ini saat didekatinya. Namun, mengapa kali berbeda. Ada rasa takut juga dalam hatiku. Apakah ia serius dengan ucapannya tadi? Aku coba menepis pikiran itu. "Apa kau mengijinkan aku untuk menikah lagi, Nadhira?" tanyanya dengan seutas senyuman meminta persetujuan. Kulepaskan genggamannya dan tidak ingin kujawab. Aku malah beralih ke dap
Baca selengkapnya
Egoiskah Aku?
"Mas Yusuf!!!" Aku terduduk dengan napas tersengal. Buliran keringat membasahi wajah dan sekujur tubuhku. Rupanya aku bermimpi. Mimpi tentang Mas Yusuf yang pergi dari kehidupanku. Kuatur ritme napasku yang masih tersengal sehingga membuat bahuku naik turun. Lelah sekali rasanya.Aku mengalihkan pandang pada sosok yang tengah terlelap di sampingku. Yusuf Pramudya, laki-laki yang secara gentle melamarku dan meminta diriku untuk menjadi istrinya tiga bulan yang lalu.Saat pertama bertemu dengannya, ia begitu gigih berjuang untuk mendapatkan hatiku walau beberapa kali aku sempat menolaknya. Dengan kegigihannya itu dan perhatian yang ia berikan padaku hingga membuat aku luluh. Akhirnya aku pun menerima cinta lelaki itu. "Sekali lagi kutanya padamu, Nadhira," ucapnya padaku kala itu. Saat ia memutuskan untuk melamarku secara pribadi di sebuah cafe. "Apa yang ingin kamu tanyakan, Mas?" tanyaku berlaga tak mengerti. Padahal aku tahu maksud hatinya. Kulihat ia mengeluarkan sesuatu dari kan
Baca selengkapnya
Calon Maduku
"Hai, Nadhira!" sapa perempuan yang berdiri di depanku."Naura?" ucapku lirih dengan mata membeliak. Pagi-pagi begini Naura datang ke rumahku, untuk apa? Dan ini adalah pertemuan pertamaku dengannya setelah sekian lama."Lama gak ketemu, sejak kita lulus kuliah dulu. Kamu apa kabar?" tanya Naura dengan senyum terkembang."Ba-baik," jawabku terbata.Aku mendadak gugup. Tidak seharusnya aku bertingkah seperti ini di depan Naura. Dia adalah teman kuliahku dulu dan aku berteman baik dengannya ketika itu. Kami sangat akrab. Kami belajar bersama, makan di kantin kampus bersama, bahkan kami sering hangout bareng bila jam kuliah kosong. Seharusnya kami saling berpelukan dan melepas rindu, karena kami baru bertemu lagi setelah hampir lima tahun. Naura makin cantik dengan tatanan rambut panjang ikal kecoklatan yang dibiarkan tergerai.  Rambut pendek yang saat kuliah dulu menjadi potongan rambut favoritnya, sekarang telah berganti. Man
Baca selengkapnya
Pernikahan Kedua Suamiku
Hari itu pun tiba. Hari di mana suamiku akan mengucap ijab kabul untuk kedua kali dengan atasannya sekaligus teman lamaku. Naura Amanda. Mas Yusuf sudah rapi dengan setelan kemeja putih yang dipadukan dengan jas hitam. Sama seperti tiga bulan yang lalu saat ia mengucapkan janji sucinya kepadaku. Sosok itu selalu terlihat tampan dan gagah. "Kamu gak usah hadir ke pernikahanku, ya! Setelah acara ijab kabul, aku akan langsung pulang," ucap suamiku tiba-tiba. Peci hitam yang sedari tadi dimainkannya, ia pakai di kepala. "Gak, Mas, aku mau ikut ke pernikahanmu. Aku juga ingin menyaksikan kamu menikah," rengekku sambil mencoba bersikap baik-baik saja. Ah, tidak. Sebenarnya hatiku sangat pedih.  "Aku khawatir, kamu tidak akan kuat melihatku menikahi Naura. Jadi, kau di rumah saja, tunggu aku pulang! Oke?!" pinta suamiku lagi sembari menangkup kedua pipiku. Satu kecupan kilat mendarat di bibirku. Aku merasakan sentuhan lembut dari tangan lelaki i
Baca selengkapnya
Keributan di Hari Pernikahan
Dadaku terasa sesak menyaksikan suamiku mengucapkan ijab kabulnya. Aku berlari keluar dari keramaian dengan deraian air mata. Aku tidak peduli orang-orang di sana menatapku. Hingga di sebuah ruang sepi, di mana tidak ada orang, aku berjongkok dan menangis tersedu. Wanita mana yang sanggup menyaksikan suaminya menikah lagi dan berbagi suami dengan wanita lain. Sekuat apapun aku menahan rasa sesak di dadaku, nyatanya aku lemah dan tidak mampu melihat semua itu.  "Ambil ini, hapus air matamu!" ucap seorang laki-laki. Aku mendongak dan melihat siapa laki-laki yang berdiri di depanku. Adrian Mahesa. Lelaki yang selalu ada saat aku sedang sedih. Dia adalah temanku dan juga teman suamiku. Aku mengernyitkan dahi.   Mengapa dia ada di sini? Bukankah tadi dia mengantar ayahku pulang? tanyaku dalam hati. "Ayo berdiri dan hapus air matamu!" suruhnya sambil mengulurkan tangan untuk membantuku berdiri. Rian, begitu
Baca selengkapnya
Cerai?
"Saat ini juga kamu harus ceraikan Nadhira!" tegas ayahku sambil telunjuknya mengarah pada Mas Yusuf.Aku terperanjat mendengarnya. Begitu juga Mas Yusuf. Ia berdiri kemudian berhadapan dengan ayahku dan menentangnya. Dua lelaki itu saling menatap tajam."Aku tidak mau menceraikan Nadhira, dan tidak akan pernah. Nadhira istriku dan selamanya akan menjadi istriku!" ucap suamiku lantang seolah mengajak ayahku berperang."Terserah!!! Tapi setelah ini Bapak yang akan mengurus perceraian kalian," ucap ayahku tidak mau kalah lalu beralih padaku. "Ayo, Nadhira, kita pulang!" ajak ayah."Tapi, ayah..." ucapku."Ayo, pulang!" suruhnya lagi dengan wajah memerah dan menarik tanganku agar ikut dengannya.Baru beberapa langkah kami maju, Mas Yusuf berteriak. "Tidak, Pak, aku tidak akan menceraikan Nadihira! Aku mencintai dia, dan kami sudah berjanji akan hidup bersama selamanya. Tidak ada yang bisa memisahkan kami. Aku tidak akan pernah menc
Baca selengkapnya
Bulan Madu
Tiga hari setelah pernikahan mereka, Mas Yusuf belum juga menghubungiku. Setiap hari bahkan setiap detik aku menunggu telepon darinya. Namun, tak kunjung ponselku berdering dan menampilkan namanya di layar. Aku selalu berprasangka baik padanya, mungkin ia masih harus menjalani serangkaian acara pernikahan yang digelar di berbagai tempat, mengingat Naura adalah orang penting di perusahaannya. Atau, memang Mas Yusuf sedang sibuk dengan tumpukan pekerjaan di kantornya setelah beberapa hari cuti menikah.Sudah tiga hari pula, aku berangkat dan pulang dari tempatku mengajar seorang diri dengan mengendarai skutermatic-ku. Beruntung aku bisa mengendarai kendaraan roda dua itu, sehingga aku tidak perlu merepotkan orang lain untuk mengantar jemputku ke sekolah.Adrian selalu menawariku tumpangan agar ikut bersamanya. Saat kebetulan ia lewat sekolahku atau pagi-pagi sekali ia sengaja datang ke rumah untuk menjemputku. Namun, aku menolak ajakannya karena merasa tidak enak terhada
Baca selengkapnya
Belajar Tanpa Hadirmu
Hari berganti hari. Waktu seakan berjalan lambat. Satu Minggu itu rasanya seperti satu abad bagiku, saat aku menunggu kepulangan Mas Yusuf ke rumah kami. Setiap malam, aku tidak bisa tidur nyenyak karena tidak ada dia di sisiku. Biasanya setiap malam, ia yang membelai rambutku sambil kami bercerita tentang keseharian kami di tempat kerja masing-masing. Cerita itu seperti pengantar tidur kami hingga kami terlelap ke alam mimpi."Ah... apa kabarmu, Mas? Aku kangen kamu," desahku.Kuambil ponsel di atas nakas. Aku mengecek apakah ada pesan dari Mas Yusuf untukku. Nihil. Tidak ada pesan dari nomor Mas Yusuf, hanya beberapa pesan dari temanku dan grup di aplikasi W****Appku."Hah!" desahku lagi penuh kecewa. Mas Yusuf belum juga menghubungiku. Aku merebahkan tubuh sambil menatap layar ponsel yang kubiarkan menyala. Aku masih menunggu telepon dari suamiku. Siapa tahu ia meneleponku malam ini. Namun, hingga hampir tengah malam, ponsel yang tergolek di samp
Baca selengkapnya
Kejutan Suamiku
"Untuk pelajaran hari ini kita cukupkan sampai di sini. Kita lanjutkan pada pertemuan berikutnya dengan presentasi setiap kelompok. Silakan kalian persiapan kelompoknya masing-masing dan materi yang akan diskusikan Minggu depan! Kalian paham?" kataku kepada murid-murid. Aku baru saja selesai mengajar dan waktu belajar untuk hari ini sudah habis. "Paham, Bu," sahut mereka berbarengan. Setelah berdoa, mereka berbondong-bondong bergegas keluar kelas untuk pulang. Aku masih sibuk merapikan buku-buku pelajaran di mejaku. Pelajaran Ekonomi adalah mata pelajaran yang aku ampu dan kuajarkan pada murid-murid kelas X, sesuai dengan latar belakang pendidikanku yang bergelar Sarjana Ekonomi. Gelar yang dengan susah payah aku dapatkan. karena sempat terkendala pada biaya di semester akhir. Hampir saja aku tidak bisa mengikuti ujian akhir kalau saja Adrian tidak melunasi tagihan semesterku. Aku banyak berhutang budi padanya. Rasanya, aku tidak bisa membalas kebaikan Adrian, sahaba
Baca selengkapnya
Baru Sehari
Aku tengah memasak sarapan untuk suamiku di dapur. Tak henti bibir ini menyunggingkan senyuman, mengingat apa yang aku dan Mas Yusuf lakukan semalam. Kami saling melepas kerinduan, sampai-sampai, dini hari kami baru tertidur.  Hatiku sedang berbunga pagi ini. Wajahku pun sudah tidak muram lagi. Aku lebih ceria dibanding pagi kemarin. Sambil tanganku membolak-balik masakan di wajan, aku mendendangkan sebuah lagu cinta yang mengalun merdu dari aplikasi musik yang aku nyalakan di ponselku. Lagu yang aku nyanyikan adalah lagu yang sangat kusuka, karena selalu mengingatkanku pada laki-laki yang berstatus suamiku. Saat lagu itu berhenti, aku merasakan tangan kekar seseorang melingkar di pinggangku dan memelukku dari belakang. Sontak aku menoleh dan melihat wajah suamiku yang sudah tampak segar. Wangi parfum dari tubuhnya mengguar di hidungku.  "Selamat pagi, sayang!" sapanya sambil mencium pipiku. "Pagi, Mas," balasku kemudian tersenyum la
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status