Share

Belajar Tanpa Hadirmu

Hari berganti hari. Waktu seakan berjalan lambat. Satu Minggu itu rasanya seperti satu abad bagiku, saat aku menunggu kepulangan Mas Yusuf ke rumah kami. Setiap malam, aku tidak bisa tidur nyenyak karena tidak ada dia di sisiku. Biasanya setiap malam, ia yang membelai rambutku sambil kami bercerita tentang keseharian kami di tempat kerja masing-masing. Cerita itu seperti pengantar tidur kami hingga kami terlelap ke alam mimpi.

"Ah... apa kabarmu, Mas? Aku kangen kamu," desahku.

Kuambil ponsel di atas nakas. Aku mengecek apakah ada pesan dari Mas Yusuf untukku. Nihil. Tidak ada pesan dari nomor Mas Yusuf, hanya beberapa pesan dari temanku dan grup di aplikasi W****Appku.

"Hah!" desahku lagi penuh kecewa. Mas Yusuf belum juga menghubungiku. 

Aku merebahkan tubuh sambil menatap layar ponsel yang kubiarkan menyala. Aku masih menunggu telepon dari suamiku. Siapa tahu ia meneleponku malam ini. Namun, hingga hampir tengah malam, ponsel yang tergolek di sampingku itu tidak juga memanggil.

Aku mendudukkan kembali tubuh ini dengan bersandar di kepala ranjang. Kuambil ponsel dan mencoba menghubungi suamiku lebih dahulu. Aku rindu padanya. Ingin mendengar suaranya.

Terdengar nada sambung, lama sekali tidak ada sahutan. Saat kulihat layar ponsel dan menghubunginya, tertulis di layar 'memanggil' bukan 'berdering'. Kuulangi lagi, tapi tetap sama.

"Hanya memanggil? Apa handphone Mas Yusuf tidak aktif?" tanyaku sendiri. Kucoba untuk mengiriminya pesan. Kubiarkan jemari ini menari di atas layar, mengetikkan pesan untuk suamiku.

[Assalamu'alaikum, Mas, apa kabar? Kamu, kok, gak pernah telpon aku? Aku kangen kamu] ~ Istrimu~ 

Setelah selesai, langsung kukirim. Namun, aku harus kembali kecewa saat kulihat pesan yang kukirim centang satu.

"Centang satu?" gumamku dengan dahi mengerut.

"Mungkin Mas Yusuf udah tidur? Baiklah... besok saja kutunggu balasannya," kataku mencoba menghibur diri.

Aku pun mulai memejamkan mata, agar hari cepat berganti. Aku berharap akan ada kabar baik dari Mas Yusuf esok.

***

Pagi ini, aku sarapan sendiri. Pikiran tentang Mas Yusuf masih menari di benakku. Lima menit yang lalu aku mengirim pesan lagi padanya. Namun, kulihat status pengiriman masih sama.

Aku menyuapkan satu potong roti ke mulutku dengan malas dan aku mengunyahnya perlahan. Sengaja kuminta Bi Ira untuk menyiapkan sarapan ringan seperti itu untuk mengganjal perutku saja. Saat ini, wanita berpostur tinggi dan kurus itu sedang menyiram tanaman di luar. 

Tiba-tiba ponselku berdering di dalam tasku. Hatiku mendadak berbunga dan senyum mengembang di bibirku. Kutaruh sisa rotiku di piring lalu buru-buru mengambil ponsel di dalam tas. Aku berharap itu adalah panggilan dari suamiku.

"Ini pasti Mas Yusuf! Alhamdulillah... akhirnya dia menghu...." Kalimatku terpotong saat melihat nama yang terpampang di layar ponselku bukan nama suamiku.

"Hah, Pak Wira? Ada apa dia meneleponku pagi-pagi begini?" Aku mengernyitkan dahi.

Pak Wira adalah atasanku. Dia menjabat sebagai kepala sekolah di tempat aku mengajar.

"Assalamu'alaikum, Pak Wira," sapaku.

"Wa'alaikumsalam, Bu Nadhira. Maaf mengganggu waktunya," ucapnya di seberang telepon.

"Ah, gak apa-apa, Pak. Saya baru mau berangkat. Ada apa, ya, Pak?" tanyaku penasaran karena tidak biasanya lelaki paruh baya itu menghubungiku. Apalagi sepagi ini.

"Sebelumnya saya minta maaf, karena mendadak memberi tahu ini pada Bu Nadhira."

"Soal apa, ya, Pak?" Aku semakin penasaran. Lelaki yang masa baktinya tinggal satu tahun itu selalu berbelit-belit jika memberi kabar.

"Ada undangan rapat yang harus Ibu hadiri di kantor dinas pagi ini."

"Hah, mendadak sekali, Pak? Pukul berapa rapatnya dimulai?"

"Pukul 8. Bagaimana bisa, kan? Ini untuk kebutuhan sertifikasi Bu Nadhira juga."

Aku terdiam sesaat. Ya, saat ini aku tengah menyiapkan berkas untuk kebutuhan sertifikasi guru.

Sertifikasi guru adalah sebuah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang sudah memenuhi standar profesional atau kelayakan seorang guru dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sertifikat ini tidak langsung diberikan, melainkan harus melalui beberapa uji kompetensi dan tahapan sebelumnya.

Sertifikasi guru menjadi salah satu usaha pemerintah untuk meningkatkan mutu tenaga pendidik ( guru ) di dalam mekanisme teknis dan diatur oleh pemerintah melalui Dinas Pendidikan.

"Baiklah, Pak, insyaAllah saya usahakan hadir tepat waktu," jawabku akhirnya.

"Baiklah, Bu Nadhira. Selamat bertugas."

"Baik, terima kasih, Pak."

Panggilan pun terputus. Aku melirik jam tanganku. Waktu menunjukkan pukul 7.15. Aku berpikir sejenak. Jika aku berangkat jam 7.30, tepat jam 8 aku akan sampai di sana. Mengingat kantor dinas yang akan kunjungi lumayan jauh lokasinya dan harus masuk gang pula.

"Sebaiknya aku berangkat sekarang," kataku bermonolog.

Aku mengambil tas di atas meja dan kumasukkan ponsel ke dalamnya lalu bergegas berangkat dengan motor matic-ku.

Diperjalanan, motorku tiba-tiba mati. Aku membawanya ke pinggir jalan agar tidak mengganggu pengendara yang lain. 

"Yach... mogok. Mana gak ada bengkel di dekat sini," keluhku sambil pandangan beredar ke sekitar jalan.

Aku mencoba menyalakan lagi dengan menstarter motorku, tapi tidak bisa. Aku turun dari motor, lalu menginjak sela motor untuk menghidupkannya kembali. Namun, sia-sia saja. Peluh mulai membasahi keningku. Sepagi ini aku sudah dibuat berkeringat.

Kuseka peluh di dahiku, karena lelah menyela motor. Aku melirik ke jam tanganku, waktu sudah hampir jam 8.

"Ya, ampun, sepertinya aku akan terlambat sampai di sana," kataku lagi.

Sebuah mobil Avan*a silver menghampiriku. Seseorang membuka kaca mobil dan kulihat siapa yang ada di dalamnya.

"Adrian!" panggilku. 

Adrian turun dari mobilnya dan bergegas menghampiriku. "Kenapa motormu, Dira?" tanyanya.

"Mogok, Ri. Mana aku buru-buru lagi," jawabku.

"Ya, udah, kamu ikut mobilku aja. Biar aku antar. Kamu mau kemana?"

"Ke kantor dinas. Apa tidak merepotkanmu? Kantor itu, kan, lumayan jauh."

"Ah... gak apa-apa. Gak merepotkan, kok. Tolong untuk saat ini, kamu tidak menolaknya!" pinta Adrian.

"Tapi, motorku?"

"Aku titipkan motormu dulu, di sana ada tempat penitipan motor," tunjuk Adrian ke tempat penitipan motor yang tidak jauh dari tempat kami berada. 

"Biar nanti kuminta orang bengkel untuk mengambilnya dan memperbaiki motormu," ucapnya lagi.

Adrian mendorong motorku ke tempat itu. Tak lama ia pun kembali dengan berlari. Setelah sampai, ia membukakan pintu mobilnya untukku.

"Ayo, masuk!" suruh Adrian.

"Makasih," ucapku dengan seulas senyum lalu masuk ke mobilnya.

Setelah aku duduk sempurna, ia menutup pintu mobil kembali, lalu berlari ke kursi pengemudi. Andrian memasang seatbelt kemudian melajukan mobilnya untuk mengantarku.

***

Hari-hari kulalui tanpa kehadiran Mas Yusuf di sisiku. Ia seolah ditelan bumi karena tidak ada kabar sedikitpun darinya setelah ia menikah lagi. Tidak ada pesan maupun telepon darinya yang dapat melerai rasa rinduku yang semakin hari semakin besar kepadanya.

Pesan-pesan yang kukirim pun belum berwarna biru dan masih centang satu. 

"Kenapa ponselnya tidak aktif? Apa terjadi sesuatu pada suamiku?" Pikiran jelek mulai menjalari kepalaku. Istri mana yang tidak khawatir bila hampir satu Minggu ini tidak ada kabar darinya. Saat sebelum menikah lagi, sehari saja ia tidak mengirimi pesan untukku, aku langsung menelponnya karena rasa khawatirku. Namun sekarang, ponsel Mas Yusuf saja tidak aktif. Bagaimana aku bisa tahu keadaannya? Apa yang terjadi padanya? Kemana aku harus mencari tahu soal keberadaannya? Tidak mungkin aku menghubungi keluarganya, sedangkan keluarga Mas Yusuf berada di kampung.

Semua pikiran jelek itu kutepis. Aku mencoba berprasangka baik, bahwa Mas Yusuf belum punya waktu untuk menghubungiku. Aku berdoa pada Sang Pengatur kehidupan, semoga Dia selalu melindungi suamiku di manapun ia berada dan berharap saat ini, lelaki itu baik-baik saja. Aku pun meminta pada Tuhan, semoga pernikahanku dengan Mas Yusuf bisa langgeng walau hadir wanita lain di antara kami.

Saat kembali ke rumah, hanya kesepian yang menemaniku. Tanpa Mas Yusuf. Tanpa sosok  yang hangat dan selalu menenangkanku. Tanpa dia yang memelukku saat aku tidur. Sepertinya mulai detik ini, aku harus belajar membiasakan diri tanpa kehadirannya di sisiku.

.

.

.

Bersambung....

Komen (6)
goodnovel comment avatar
Siti Musyarofah
Dariawal aku ragu akan kesungguhan janjinya, menurutku itu hanya tipu daya dia supaya diijinkan poligami aja hhhh…
goodnovel comment avatar
Kalea 123
perempuan goblok,laki klu gitu dah ga bisa dipercaya ...cere aja lah mumpung masih muda cari suami lagi.
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
istri sholejah spek bidadari kesepian dan g dianggap.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status