Zahra harus menanggung malu karena pulang merantau bawa bayi. Hujatan dan cibiran dari keluarga dan tetangga harus ia terima karena statusnya belum menikah tapi sudah memiliki anak. Namun Zahra tak gentar, ada sebuah misi rahasia yang harus ia lakukan sebelum mengungkap asal-usul bayi itu. Sebenarnya bayi siapakah itu?
View More[Bersiaplah esok aku akan datang]Zahra melempar ponselnya kasar, andai saja tak ingat jika benda itu berharga jutaan tentu sudah sejak lama ia hancurkan berkeping-keping.[Besok kita mulai persiapan pernikahan kita]“Arghh ... sialan kau David!” pekik Zahra.Sudah tiga hari ini lelaki itu meneror Zahra. Bukan tanpa sebab, itu semua karena Zahra sengaja memblokir nomornya.Sudah seminggu ini Zahra memutuskan untuk tak memegang Mora. Ia sudah merelakan sepenuhnya anak itu pada Andin meski setiap hari Bu Sumilah yang mengasuhnya. Setiap mendengar Mora menangis terkadang ia pun ikut menangis, tapi sekali lagi ia sudah bertekad merelakan Mora. Entah bagaimana nasib anak itu ke depannya, ia hanya bisa pasrah.[Setelah hasil tes itu keluar, kita akan langsung menikah. Aku sudah mempersiapkan semuanya]Lagi-lagi Zahra dibuat geram oleh pesan-pesan yang dikirimkan beberapa nomor baru ke ponselnya. Berkali-kali di blokir nyatanya
“Kamu baik-baik aja, Nak?”Bu Sumi menemui Zahra di kamarnya. Sejak pagi anak bungsunya itu sama sekali tak beranjak dari ranjang. Bahkan gadis itu pun enggan mendekat saat Mora menangis barusan.Tak ada jawaban, Bu Sumi mendekat lalu mencabut headset dari kedua telinga Zahra.“Kamu enggak makan dari pagi, kamu sakit?” Bu Sumi kembali bertanya.“Enggak laper.” Zahra menoleh sebentar kemudian kembali fokus pada layar ponselnya.“Nanti sakit loh!”Melihat sang Ibu duduk di sampingnya, Zahra memutuskan untuk bangun meregangkan tubuhnya sebentar lalu mengikat rambutnya asal.“Mora kayaknya demam, dia rewel terus,” keluh Bu Sumi.“Suruh aja Mbak Andin bawa ke bidan.”“Dia enggak mau.”“Terus Ibu mau nyuruh aku, gitu? Bukannya Mbak Andin sudah mengakui Mora anaknya, kenapa enggak mau ngurus?”Bu Sumi hanya bergeming.“Aku mau tidur, Bu. Ngantuk.” Zahra kembali merebahkan tubuhnya.“Ya sudah, yang penting kamu enggak kenapa-kenapa.”“Kok Ibu bisa bilang aku enggak kenapa-kenapa? Setelah engg
Hari sudah lewat tengah malam tapi mata Zahra tetap enggan terpejam. Sesekali ia melirik pada Mora yang tengah terlelap setelah melahap habis sebotol susu keduanya semenjak tertidur jam delapan tadi. Setiap malam, Mora memang biasa menghabiskan tiga sampai empat botol susu sampai pagi menjelang.“Tante memang sayang kamu tapi tempatmu tak seharusnya di sini. Kamu punya orang tua dan merekalah yang seharusnya merawatmu,” gumam Zahra.Berulang kali berusaha memejamkan mata, tapi bayangan hari esok terus membebani pikirannya. Besok pagi sebelum David kembali ke kota, ia akan melakukan tes DNA. Lelaki itu sengaja menunda kepulangannya dan menginap di hotel yang terletak di pusat kota kabupaten untuk memenuhi syarat yang diajukan Andin.[Akurasi tes DNA]Zahra mengetikkan sederet kata di pencarian g00gle. Sedetik kemudian bibirnya menyunggingkan senyum saat membaca hasil yang tertera di layar ponselnya. Sembilan puluh sembilan koma sembilan sembilan persen, angka yang cukup membuat hatinya
“Tidak, dia anakku dan aku yang berhak kau nikahi!” pekik Andin tak terima.Sontak hal itu membuat semua orang menoleh ke arah wanita berbaju biru bunga-bunga itu.“Ayo kita ke dokter dan buktikan siapa yang sudah mengandung dan melahirkan anak ini,” imbuhnya.“Apa-apaan kamu, Andin! Sudah jelas-jelas Zahra yang membawa pulang bayi itu dan David pun sudah mengatakan jika Zahralah ibu kandungnya. Kenapa kamu malah bikin runyam?”“Mas, David tolong katakan yang sebenarnya, jangan membuatku semakin sulit,” lirih Zahra.“Bukankah itu yang sebenarnya? Aku akan menikahimu, Ra. Kita akan bahagia bersama Mora, anak kita.”“Tapi, Mas!”“Dari dulu sampai sekarang perasaanku tak pernah berubah, Ra. Saat itu aku hanya bingung dan sekarang tujuan hidupku Cuma kamu dan anak kita.”“Mas! Kamu sadar enggak sih, apa yang kamu katakan barusan? Pacar kamu itu Mbak Andin, dan ini anak kalian! Kenapa jadi seperti ini sih, Mas?”“Aku tahu kamu benci sama aku, Ra. Tapi anak itu butuh pengakuan, butuh Ayah.”
Zahra kini tengah duduk gelisah di antara orang tua serta . Meski begitu tak ada seorang pun yang mengeluarkan suara. Semua terasa hening dan dingin. Hanya detak jarum jam yang terdengar serta sesekali suara ocehan Mora yang berada di pangkuan Bu Sumi.Beberapa menit yang lalu David mengabarkan jika ia akan sampai dalam lima belas menit. Lelaki itu rela bolak balik menempuh jarak ratusan kilometer demi memperjuangkan rasa tanggung jawab atas perbuatannya.Dua jam yang lalu ...[Aku sudah turun dari pesawat, mungkin dua jam lagu sampai]Zahra membaca pesan yang dikirimkan David. Semenjak kedatangannya yang pertama kali, baru kali ini lelaki itu mengirim pesan.[Tolong selesaikan masalah ini dengan baik, Mas. Aku sudah lelah. Aku sudah ingin bekerja dan melanjutkan hidupku]Zahra mengirim balasan. Ia yakin hari ini hidupnya akan benar-benar bebas.[Tenang, semua akan baik-baik saja. Terima kasih sudah menjaga dan menjadi I
“Eh, Zahra, senang ya mau jadi istri orang kaya,” ucap salah satu Ibu-ibu yang sedang mengelilingi mbak-mbak penjual sayur.“Eh, katanya sekarang Andin juga mengakui anak itu. Mungkin dia juga pengen punya suami kaya,” timpal Bu Seli.“Coba aja kemarin waktu Zahra enggak ngakuin anak itu, dia langsung terima. Bisa jadi sekarang Andin yang bakal nikah sama lelaki itu.“Sudah-sudah, Bu. Jangan bahas Zahra terus, ingat kalian juga punya anak perempuan, kan?” Bu Rahayu menengahi. Wanita yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Pak Sari itu memang terkenal paling bijak di antara ibu-ibu lainnya.“Eh, Zahra, pasti bapakmu udah enggak galak lagi, ya? Secara dia bakal punya mantu kaya,” tanya Bu Seli menoleh ke arah Zahra.Zahra yang tadinya hanya menunduk dan pura-pura tak mendengar obrolan mereka akhirnya mendongak.“Memangnya kenapa? Ibu pasti iri, secara pacar Diva, anak ibu Cuma pegawai bank plecit. Upss ... “ Zahra menutup mulutnya.“Heh, kalo punya mulut dijaga, ya! Biar Cuma pe
Andin berjalan mondar-mandir dikamarnya seraya memikirkan cara untuk mengambil bayi itu dari tangan Zahra. Ia tak mau jika nantinya David batal menikahinya jika tahu ia telah bersandiwara pada kedua orang tuanya.Bertahun-tahun menunggu, akhirnya kesempatan untuk memiliki David sepenuhnya akhirnya datang. Seperti mimpinya sebelumnya, Andin ingin mendapatkan suami yang ganteng, berpendidikan dan yang terpenting adalah kaya. Itulah mengapa sejak awal ia tak mempermasalahkan status David yang telah beristri. Ia pun senang saat pertama kali tahu jika dirinya hamil karena Andin menganggap semua itu bisa menjadi senjata agar David meninggalkan istrinya.Namun masalah terjadi saat kandungannya menginjak enam bulan. David tak mau meninggalkan istrinya dan malah hanya akan menikahi Andin secara siri. Andin yang kecewa akhirnya membenci janin dalam kandungannya dan mulai berusaha untuk melenyapkannya.Berbagai cara Andin lakukan agar kandungannya luruh namun takdir
Hening, saat David sudah memosisikan dirinya duduk di hadapan Pak Sarip. Bak tersangka yang hendak dijatuhi dakwaan, lelaki berkulit putih itu terus menunduk tak berani menatap wajah lelaki tua dihadapannya.Bu Sumi menggiring Zahra kembali ke dalam kamar dan memberi waktu untuk suaminya menyelesaikan masalah ini. Meski terbilang temperamental, tapi ia yakin jika suaminya tahu apa yang terbaik untuk anaknya.“Benar istrimu sudah meninggal?” tanya Andin tiba-tiba. Saking syoknya wanita itu bahkan tak tahu harus berkata apa pada situasi sekarang ini. Di satu sisi ia senang karena keinginannya akhirnya terwujud dan ia mempunyai harapan untuk memiliki David sepenuhnya, tapi di sisi lain ia bingung karena sedari awal tak mengakui bayi itu sebagai anak kandungnya.“Iya dan sekarang aku telah siap menjadi Ayah bayi itu.”Sejak awal David memang tak pernah menolak bayi dalam kandungan Andin. Meski awalnya hubungan mereka dilakukan atas dasar kesenangan belaka, namun David bukan lelaki b@jing*
BAYI YANG KUBAWA PULANG BAB 8Zahra mengurungkan langkahnya, ia mundur perlahan memberi jalan agar David bisa masuk. “Da-David?”Sama dengan Zahra, Andin pun tak kalah terkejut dengan kedatangan David yang begitu tiba-tiba serta pas di saat-saat kepergian Zahra.“Ini lelaki yang bernama David?” tanya Pak Sarip.“I-Iya, Pak,” jawab Andin ragu.“Kur*ng @jar! Jadi kamu yang sudah menghamili anakku, hah?”Tanpa aba-aba Pak Sarip langsung melayangkan pukulan tepat mengenai wajah David hingga tubuhnya terhuyung ke belakang.“Ma-Maaf, Pak—“Belum sempat bicara, Pak Sarip kembali menghadiahi bogem mentah pada wajah David hingga sudut bibir lelaki itu mengeluarkan darah segar.“Dari mana saja kamu, hah? Kenapa baru muncul sekarang?”“Ma-Maaf, Pak.”Pak Sarip mencengkeram kemeja yang dipakai David dengan satu tangannya sedangkan tangan yang lain kembali bersiap memukul.“Stop, Pak. Jangan seperti ini!” Bu Sumi merangkul suaminya dari belakang.“Lepas, Bu! Biar bapak beri pelajaran lelaki y
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.