Pesona Pembantu Tuan David

Pesona Pembantu Tuan David

Oleh:  Rizu Key  Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
17Bab
275Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Lilara Olivia difitnah dengan kejam oleh suami satu malamnya. Kehidupannya semakin menderita saat sang ayah meninggal karena kabar perceraiannya. Semua aset telah dikuasai oleh mantan suami. Lilara pun terpaksa bekerja menjadi seorang pembantu seorang bos kaya raya. Kisah hubungan majikan dan pembantu pun dimulai ketika Lilara bertemu dengan Davidson yang menawarkan sebuah pernikahan kontrak. Lilara menerima tawaran tersebut agar bisa membalas dendam pada mantan suaminya yang licik!

Lihat lebih banyak
Pesona Pembantu Tuan David Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
17 Bab
1. Malam Pertama Tanpa Noda
"Lilara Olivia, aku kecewa, kamu ternyata sudah tidak perawan!"Ucapan itu menggema bagaikan petir yang menyambar di dalam kamar sepasang pengantin baru. Malam pertama yang seharusnya indah, panas karena mereka saling mencapai kepuasan itu justru berakhir menyakitkan bagi Lilara."A-apa?" tanya gadis cantik dengan rambut panjang yang sudah berantakan. “I-itu tidak mungkin, Mas!”Tubuh polosnya kini hanya dibalut dengan selimut putih. Sementara sang suami kini tengah berdiri tanpa sehelai benang pun, tengah menuding. "Jangan sok polos! Lihatlah, tidak ada bercak darah di sana!”Sang pengantin pria menunjuk ke arah kasur dengan sprei putih yang sedikit terkena cairan, tetapi tidak berwarna merah.Air mata Lila mengembun, sebab ia merasa difitnah. Dan ini sungguh fitnah yang sangat keji.“Itu tidak mungkin, Mas! Kamulah yang pertama kali menyentuhku.”Namun, sekuat apa pun Lila meyakinkan suami yang baru saja merenggut mahkotanya, sang pria tetap memasang wajah garang.Sambil mengenakan
Baca selengkapnya
2. Rencana Licik Erik
"Lila ... Kenapa ini bisa terjadi?" Ayah Lila bertanya dengan suara lemahnya.Usai kepergian Erik, Lila buru-buru membawa ayahnya ke rumah sakit. Penyakit jantung yang dimiliki ayahnya membuat Lila ketakutan luar biasa."Sudah, jangan dipikirkan lagi, Yah.” Lila menggenggam tangan ayahnya dan sesekali menempelkan ke pipinya. “Percayalah bahwa kita tidak bersalah."Air mata turun dari sudut mata sang ayah. Pria tua yang kini terpasang alat rumah sakit, juga selang oksigen di hidungnya itu menatap nanar sang putri.“Tapi kamu akan bercerai, Lila." "Aku tidak apa-apa, Ayah," sahut Lila sembari menghapus lelehan air matanya. “Menjadi janda bukan masalah besar, selama Ayah di samping Lila.”Ayah Lila mengehela napas panjang.Sebagai anak, tentu Lila memahami kegundahan ayahnya. Melihat anak semata wayangnya menjadi janda usai malam pertama, ditambah menantunya menuntut ganti rugi di luar kepala jelas menjadi beban pikiran sendiri untuk ayahnya.Namun, Lila mencoba bersikap tenang, setidak
Baca selengkapnya
3. Hilangnya Hal Paling Berharga
Usai sidang putusan perceraian, Lila kembali ke rumah. Dia yang sudah lelah fisik dan mental nyatanya belum bisa beristirahat mana kala disambut beberapa pelayan di rumahnya yang telah berbaris rapi di ruang tamu.“Kalian … mau ke mana?” tanya Lila, sebab dia melihat ada jejeran koper tidak jauh dari para pelayan berdiri.Mereka saling lempar pandangan, menyuruh salah satu untuk menjadi juru bicara.Tidak lama berselang, sopir kepercayaan Ayah Lila maju selangkah, lalu berkata, “Maaf sebelumnya, Non.” Pria tua dengan kumis tebal itu memandang rekan-rekannya. “Kami semua sepakat mau mengundurkan diri,” lanjutnya kemudian.“Apa?” Tentu saja Lila terkejut. Sebab, sebelum hari ini, dia tidak menemukan satu tanda pun terkait masalah yang membuat mereka tidak betah. “Tapi, kenapa, Pak?”Pria itu terlihat sedikit ragu, tetapi kemudian tetap melanjutkan … “Kami sudah tidak merasa nyaman bekerja di sini. Apalagi, setelah skandal tentang Nona tersebar,” akunya tanpa berani melihat Lila.Di temp
Baca selengkapnya
4. Kehidupan Baru
"Maaf kalau rumah saya kecil, Non."Bi Weni mempersilakan Lila memasuki rumahnya yang asri. Selepas pengusiran oleh Erik yang dengan teganya tidak membiarkan Lila membawa apa pun, termasuk mobil juga baju-bajunya … Weni mengajaknya tinggal di rumah wanita itu.Lila yang dahulu memiliki kemudahan dalam segala hal, kini telah kehilangan semua hanya karena pria licik dan kebodohannya yang terlalu percaya.“Tidak, Bi. Justru aku berterima kasih karena Bibi mau menampungku,” sahut Lila tersenyum tipis. “Dan tolong, jangan panggil aku Nona lagi, Bi. Aku bukan lagi majikan Bibi.”Rasa tidak enak hati Lila bertumbuh pesat. Panggilan Nona dari Weni membuatnya tidak nyaman.“Baiklah, kalau begitu. Semoga Nak Lila bisa betah di rumah Bibi, ya,” sahut wanita tua itu ramah.Lila mengangguk, haru. Dia bersyukur masih ada Weni yang begitu setia meski kini dia tidak memiliki apa-apa.Mulanya, Lila bersikeras menolak penawaran Weni untuk tinggal di rumah wanita itu. Dia takut, jika keluarga Weni terbe
Baca selengkapnya
5. Aroma Parfum
Hari berikutnya mentari bersinar cukup cerah. Lila pun dengan semangat sudah bersiap untuk menuju ke tempat kerjanya. "Huft. Oke. Aku pasti bisa. Di rumah ini aku sudah banyak belajar dari Ibu soal bersih-bersih," gumamnya penuh tekad di depan cermin kecil di kamarnya. Segera saja Lila berpamitan dengan ibu dan ayah angkatnya. "Ibu sudah menghubungi orangnya. Dia mau menemui kamu dan ini alamatnya," ucap wanita itu sembari menyerahkan selembar kertas kecil pada anak angkatnya. "Terima kasih, Bu. Aku nggak akan mengecewakan ibu," ucap Lila dengan senyuman lembutnya. "Iya. Hati-hati di jalan, Lil." Setelah berpamitan, Lila menunggu angkutan umum untuk menuju ke alamat tempat kerjanya yang baru. Kini gadis itu tiba di sebuah apartemen mewah dengan nomor 111. Sesuai dengan alamat yang tertera pada kertas kecil yang dia bawa. Bel pintu dia tekan agar sang penghuni tahu dirinya telah datang. "Permisi, apa benar ini tempat tinggalnya Pak Davidson?" tanya Lila saat menatap pria berkac
Baca selengkapnya
6. Mulai Terbiasa
"Ternyata kamu cukup rajin juga, ya?" Farhan memberikan pujian atas kedatangan Lila.Gadis cantik itu tersenyum sopan pada pria yang beberapa tahun lebih tua darinya. Dia pun menilik arlojinya yang menunjukkan pukul delapan kurang tujuh menit."Selamat pagi, Pak Farhan," sapa Lila ramah."Pagi." Farhan memutar tubuhnya dan dia mulai memencet tombol kombinasi pada pintu apartemen sang bos. "Masuklah. Aku tidak akan berlama-lama di sini," imbuhnya."Baik."Langkah Lila berlanjut sampai gadis itu kembali ditinggalkan di apartemen oleh Farhan. Lila pun meletakkan tas selempang yang dia bawa dan saatnya mulai bekerja.Seperti sebelumnya, Lila mencuci pakaian sang majikan terlebih dahulu sebelum melanjutkan pekerjaan yang lainnya. Lagi-lagi gadis itu mencium aroma parfum lembut dari pakaian kotor sang majikan. Ingatannya kembali memunculkan sekelebat bayangan pria yang baru saja dia temui di depan lift."Aroma parfumnya sama, tapi parfum seperti ini kan bisa dibeli oleh orang lain. Mungkin
Baca selengkapnya
7. Gara-Gara Ketiduran
Perlahan David mendekati gadis yang dia yakini sebagai pembantu barunya. David mengamati tubuh ramping Lila. Jika dia pria jahat, pastilah David akan menyerang gadis tanpa pertahanan diri itu dengan mudah. Namun David bukanlah orang tak bermoral. Pria itu bahkan tak menyukai kehadiran orang lain di sekitarnya kecuali hanya orang-orang yang dia percaya saja.Pria itu memilih segera membersihkan diri. Dia berendam ke dalam bathtub dengan air hangat. Seolah tak peduli ada seorang gadis di luar sana. Dia hanya ingin menenangkan diri setelah suasana hatinya buruk karena harus berhadapan dengan perusahaan rekanan yang bermasalah.Sementara itu, Lila mulai terbangun. Gadis itu membuka perlahan kedua matanya dan dia mulai menegakkan badannya. Tak lupa dia melakukan peregangan pada otot-ototnya yang tegang. Dengan mata menyipit, Lila mendongak memeriksa jam dinding.Kedua matanya langsung membulat saat mengetahui jam sudah menunjukkan pukul empat lebih."Ya ampun ... Aku harus beresin ini dan s
Baca selengkapnya
8. Terbiasa Terusir
Hari berikutnya Lila kembali ke apartemen nomor 111. Dia tak ingin membuat kesalahan yang sama seperti hari sebelumnya. Maka dari itu dia sudah beristirahat dengan cukup di rumah.Saat baru saja tiba di depan pintu nomor 111, dia melihat seseorang sudah menunggu kedatangannya. Kali ini bukan Farhan, namun sang majikan sendiri."Ternyata benar kamu selalu datang lebih awal," ucap David dingin. Kedua netranya menilik pada arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.Lila mencoba tersenyum. Dia sendiri tak tahu apakah ucapan sang majikan itu merupakan pujian atau celaan."Se-selamat pagi, Tuan David," sapa gadis itu gugup."Hm," sahut David singkat.Lila menelan ludahnya. Di hari sebelumnya dia bahkan diusir saat hendak pulang. Meski David tidak memecatnya dan masih memberikan kesempatan untuknya."Sekarang kamu boleh melanjutkan kerja di sini. Ini password apartemenku. Dan ingat satu hal, jangan berani berbuat yang tidak-tidak dan taati peraturan!" tegas pria itu dingin.Lila menerim
Baca selengkapnya
9. Ajakan Makan Malam
"Sabar, Lila. Kamu udah biasa diusir sama Pak David," gumam gadis itu sembari mengelus dada.Lila berjalan pergi sembari membetulkan posisi tasnya yang melorot. Dia meninggalkan apartemen sang majikan dingin bersama ibunya."David, apa kabar, putraku?" Helena memeluk putra tunggalnya dengan hangat."Baik, Mah," jawab sang putra datar.Helena tersenyum lembut. "Kamu masih tak berubah.""Ada apa Mamah ke sini?" tanya David saat sang ibu sudah melepaskan pelukan. Pria itu mengajaknya duduk di ruang tamu."Kok kamu tanyanya begitu, sih? Mamah kangen sama kamu," jawab Helena masih tersenyum.Sunyi sejenak sebelum David beranjak dari duduknya. "Mamah mau minum apa?" tanya pria itu.Wanita paruh baya itu menahan lengan putranya. Dia menggeleng pelan sebagai jawaban atas tawaran David."Nggak usah repot-repot, David. Mamah cuma mau berkunjung sebentar."David memilih duduk kembali di samping sang ibu. Wanita itu pun mengeluarkan ponselnya dan sejenak menggeser-geser layar pipih tersebut."Ada
Baca selengkapnya
10. Makan Malam dan Perjodohan
Langit sudah berubah gelap. Sesuai dengan janjinya, David akan mengunjungi kedua orang tuanya di rumah lama. Memang dia sudah lama sekali tak menginjakkan kedua kakinya di sana. Merasa berdosa, David memilih menuruti permintaan sang ibu.Mobil melaju dengan pasti melewati jalanan kota yang cukup padat di malam akhir pekan. David dengan setelan kemeja dan celana hitam menuju kembali ke rumah setelah dia sibuk terlalu lama mengurus perusahaan."Selamat datang, Sayang," sapa Helena ketika putranya benar-benar datang. Wanita itu tampak sumringah karena David menepati janjinya."Selamat datang, Kak David." Sapaan lembut lain datang dari bibir merah seorang gadis muda berusia dua puluh delapan tahunan. Gadis itu berjalan mendekati David dengan langkah yang begitu anggun."Siapa dia, Mah?" tanya David dengan ekspresi datar."Kok siapa? Dia ini Tiara. Yang tadi Mamah kasih lihat fotonya," jelas Helena sembari menarik pelan lengan Tiara agar lebih dekat dengannya.David menatap dengan tatapan t
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status