Share

8. Terbiasa Terusir

Hari berikutnya Lila kembali ke apartemen nomor 111. Dia tak ingin membuat kesalahan yang sama seperti hari sebelumnya. Maka dari itu dia sudah beristirahat dengan cukup di rumah.

Saat baru saja tiba di depan pintu nomor 111, dia melihat seseorang sudah menunggu kedatangannya. Kali ini bukan Farhan, namun sang majikan sendiri.

"Ternyata benar kamu selalu datang lebih awal," ucap David dingin. Kedua netranya menilik pada arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.

Lila mencoba tersenyum. Dia sendiri tak tahu apakah ucapan sang majikan itu merupakan pujian atau celaan.

"Se-selamat pagi, Tuan David," sapa gadis itu gugup.

"Hm," sahut David singkat.

Lila menelan ludahnya. Di hari sebelumnya dia bahkan diusir saat hendak pulang. Meski David tidak memecatnya dan masih memberikan kesempatan untuknya.

"Sekarang kamu boleh melanjutkan kerja di sini. Ini password apartemenku. Dan ingat satu hal, jangan berani berbuat yang tidak-tidak dan taati peraturan!" tegas pria itu dingin.

Lila menerima secarik kertas bertuliskan kombinasi angka sebagai password untuk memasuki apartemen sang majikan.

"Te-terima kasih, Tuan."

"Hm. Lakukan tugasmu dengan baik!" David memilih pergi begitu saja sebelum Lila sempat menjawab. Pria itu meninggalkan Lila di depan pintu apartemennya seorang diri.

Lagi-lagi Lila dapat mencium aroma parfum lembut yang tertinggal saat sang majikan sudah tak terlihat lagi. Gadis itu cepat-cepat memasuki apartemen dan kembali mengerjakan pekerjaannya.

'Harus sabar dan tetap bekerja demi tabungan!' Lila menyemangati dirinya sendiri.

"Setidaknya aku tahu bagaimana sifat Tuan Davidson. Aku harus hati-hati," gumamnya.

**

Keterampilan Lila semakin lebih baik setelah hampir satu bulan bekerja di tempat David. Gadis itu merasa senang karena tak harus berpapasan dengan sang majikan setiap tiba dan pulang kembali ke rumahnya. Kini dia hanya tinggal menunggu gaji di bulan pertamanya saja.

Malam ini Lila tengah menonton televisi bersama Weni, Eko, dan Ani. Mereka menikmati momen kebersamaan sederhana di ruang tengah sembari bercengkrama.

"Semoga saja Kak Lila segera dapat pekerjaan yang lebih baik. Aku yakin Kak Lila bisa mengambil kembali perusahaan ayah Kak Lila," ucap Ani penuh harap.

"Aamiin."

Saat Eko hendak mengganti chanel televisi, perhatian Lila beralih pada berita bisnis yang sedang tayang. Eko pun mengurungkan niatnya saat Lila menahan tangannya.

"CEO baru perusahaan RH meraih kesuksesan di usia muda. Erik Raharja menjadi CEO muda yang sukses karena telah mengembangkan perusahaan dalam waktu yang singkat. Kerja sama dengan perusahaan lain pun semakin bertambah. Kini Erik Raharja sedang mempersiapkan pernikahannya setelah gagal dalam pernikahan pertamanya."

Lila meremat pelan tangannya, dan hal itu tidak luput dari pandangan sang ayah angkat. 

"Kamu kenal sama laki-laki itu?" tanya Eko penasaran. Weni menghela napas dan tampak khawatir saat menatap wajah Lila.

"Dia mantan suamiku, Pak," jawab Lila dengan tatapan tajam pada televisi.

Di dalam layar kaca, Erik sedang menikmati masa jayanya. Tak dia sangka jika perusahaan RH akan menjadi terkenal setelah berhasil merebut semua aset milik keluarga Lila. Gadis itu menatap penuh dendam pada potret mantan suaminya yang licik.

Sosok mantan istri sang CEO pun disinggung meski tak disebutkan namanya. Dengan percaya diri Erik menyatakan bahwa mantan istrinya telah berselingkuh darinya. Nampaknya Erik memang sengaja ingin mendapatkan simpati dari banyak orang.

"Dia telah berhasil menipu banyak orang dan memfitnahku," gumam Lila geram. Dadanya bergemuruh saat melihat kembali wajah Erik di layar kaca.

"Jadi dia Erik yang Ibu ceritakan waktu itu?" tanya Eko pada sang istri dan Weni menjawabnya dengan anggukan.

"Itulah mengapa aku ingin bekerja di perusahaan. Aku ingin mendapatkan kepercayaan lagi dan supaya bisa mendekati Erik." Lila mengepalkan kedua tangannya.

"Dia benar-benar keterlaluan. Tapi yakinlah bahwa dia viral sementara saja. Sebelum kebusukannya terungkap, Lil." Weni mencoba menenangkan dan membesarkan hati anak angkatnya.

"Benar. Yang pasti Tuhan tidak akan memihak pada orang yang jahat," timpal Ani.

"Terima kasih. Aku juga tidak akan menyerah. Mungkin setelah menjadi pembantu untuk Tuan David, aku mulai bekerja di perusahaan besar, DR misalnya," ucap Lila penuh harap.

Gadis itu merasa lega karena terus mendapatkan dukungan dari keluarga angkatnya. Suatu saat dia akan membalas kebaikan Weni dan keluarganya.

**

Semangat Lila kembali berkobar setelah melihat Erik yang pandai berpura-pura di depan kamera. Gadis itu pun tak sabar ingin segera mengumpulkan bukti dan membalas perbuatan keluarga Raharja.

Hari itu merupakan hari Sabtu. Lila kembali bekerja dan tak ada hari libur untuknya. Dia kembali ke apartemen nomor 111. Dan saat inilah dia mulai bertemu dengan majikannya.

David yang sebelumnya pergi ke luar negeri untuk urusan bisnis meski di akhir pekan sekalipun kini sedang duduk bersantai di ruang tengah sembari memangku laptopnya. Lila pun merasa sedikit tak nyaman dengan keberadaan sang majikan.

"Pak David, apakah saya perlu membuatkan kopi?" tawar Lila takut-takut.

David melirik sekilas ke arah sang pembantu. "Tidak perlu. Bukankah kamu sudah tahu peraturan bekerja di sini?"

Lila terkesiap. Gadis itu hampir lupa. Tidak perlu memasak juga berarti tidak perlu membuatkan minuman apa pun untuk sang majikan.

"Maaf ...."

"Pergilah dan kerjakan saja pekerjaanmu!" usir David dingin.

Lila menunduk. "Baik ...." Gadis itu mulai berbalik dan kembali ke belakang.

Suasana begitu dingin dan tak nyaman bagi Lila. Meski David tidak berbuat apa pun padanya, namun keberadaan pria itu saja sudah membuatnya tertekan.

Hingga sore tiba, Lila akhirnya bernapas lega. Namun David tiba-tiba memanggilnya.

"Ini gaji pertamamu. Jika kamu ingin melanjutkannya, kamu harus bekerja dengan baik seperti ini," papar David sembari menyerahkan sebuah amplop putih berukuran besar yang sudah terisi sejumlah uang.

Lila menerima gaji pertamanya dengan senang hati. "Terima kasih, Tuan."

"Hm."

"Ka-kalau begitu saya permisi," ucap Lila berpamitan.

"Hm."

Lila bergegas pergi meninggalkan sang majikan yang dingin. Pintu apartemen pun terbuka. Saat dirinya hendak melangkah keluar, seorang wanita menghentikan langkah Lila.

"Kamu siapa?" tanya wanita paruh baya itu sembari menatap kaget pada seorang gadis cantik yang baru saja keluar dari apartemen.

Lila sendiri kaget dengan kemunculannya. "Saya bekerja di sini," jawabnya.

Wanita paruh baya itu diam mengamati ekspresi Lila.

"Saya asisten rumah tangga di sini, Bu," jelasnya pada tatapan curiga yang ditujukan langsung padanya.

"Oh, pembantu?" Wanita itu menyahut dengan menekankan pada kata yang dia ucapkan.

"Iya."

"Mah. Ada apa Mamah ke sini?" tanya David yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Lila.

Pandangan wanita paruh baya tersebut beralih pada putranya. Senyuman pun merekah di wajahnya yang masih tampak cantik.

"Davidson!" seru wanita bernama Helena itu sembari menghampiri putranya.

Lila yang sadar diri segera keluar dari apartemen. Dia sendiri sudah terbiasa terusir dari tempat kerjanya. Pintu segera tertutup setelahnya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status