Share

7. Gara-Gara Ketiduran

Perlahan David mendekati gadis yang dia yakini sebagai pembantu barunya. David mengamati tubuh ramping Lila. Jika dia pria jahat, pastilah David akan menyerang gadis tanpa pertahanan diri itu dengan mudah. Namun David bukanlah orang tak bermoral. Pria itu bahkan tak menyukai kehadiran orang lain di sekitarnya kecuali hanya orang-orang yang dia percaya saja.

Pria itu memilih segera membersihkan diri. Dia berendam ke dalam bathtub dengan air hangat. Seolah tak peduli ada seorang gadis di luar sana. Dia hanya ingin menenangkan diri setelah suasana hatinya buruk karena harus berhadapan dengan perusahaan rekanan yang bermasalah.

Sementara itu, Lila mulai terbangun. Gadis itu membuka perlahan kedua matanya dan dia mulai menegakkan badannya. Tak lupa dia melakukan peregangan pada otot-ototnya yang tegang. Dengan mata menyipit, Lila mendongak memeriksa jam dinding.

Kedua matanya langsung membulat saat mengetahui jam sudah menunjukkan pukul empat lebih.

"Ya ampun ... Aku harus beresin ini dan segera pulang!" serunya beranjak dari tempatnya berbaring.

Cepat-cepat Lila membawa masuk pakaian sang majikan ke dalam kamar bernuansa abu-abu itu. Dia segera membuka lemari besar dan menata pakaian dengan rapi.

Cklek

Pintu kamar mandi perlahan terbuka. Lila yang baru saja menutup lemari menoleh. Kini seorang pria tampan dengan tubuh tegap berototnya keluar dari sana. Dia baru saja selesai mandi. Hal ini tampak jelas dari tubuhnya yang tampak basah serta rambut basahnya yang jatuh terlihat seksi.

Lila diam membatu di tempatnya. Baru kali ini dia melihat pahatan sempurna dari tubuh seorang pria. Bahkan saat menghabiskan malam pertama bersama Erik pun dia tak mengamati bagaimana tubuh mantan suaminya itu.

"Ka-kamu siapa?" tanya Lila takut.

David menatap dingin gadis yang berdiri tak jauh dari tempatnya. Lila begitu takut saat melihat dirinya keluar. Seolah tak peduli, pria itu melangkah keluar menuju ke lemari pakaiannya.

Saat pria tampan itu mendekat, Lila baru menyadari jika mereka pernah bertemu sebelumnya. Tak salah lagi, pria itu merupakan pria dingin yang dia tabrak tempo hari.

"Aku pemilik apartemen ini," jawab David dingin.

Suasana tiba-tiba menjadi tegang saat David berdiri tegap di samping Lila untuk mengambil pakaian. Pria itu pun menatap pembantunya yang terdiam. Harapan untuk tidak bertemu dengan sang pria dingin tidak dikabulkan oleh Tuhan. Justru pria itu yang memberinya pekerjaan.

Sementara Lila dapat mencium aroma maskulin segar dari tubuh sang majikan. Lila telah salah menduga. Majikannya bukanlah pria tua, melainkan pria muda yang bertubuh kekar dan berwajah tampan.

"Ah, emmm. Maaf, saya tidak tahu kalau Anda adalah Pak Davidson," cicit gadis itu sembari menunduk malu.

David melipat kedua tangannya di depan dada. "Kamu Lilara? Pembantu baru di apartemenku?" tanya pria itu dengan tatapan tajam tertuju pada gadis yang delapan tahun lebih muda darinya.

"I-iya, Tu-Tuan ...." jawab Lila terbata.

David masih dalam mode dinginnya. "Kamu pasti paham peraturannya. Sekarang sudah jam berapa?" Saat bertanya, suara David terdengar dalam dan berat. Bulu kuduk Lila bahkan meremang saat mendengar suara bariton yang menurutnya unik.

Gadis itu mengangguk, "Iya. Saya seharusnya pulang jam tiga," cicitnya tanpa berani menatap balik pada wajah sang majikan.

"Lalu kenapa kamu tidur di apartemenku? Apakah kamu sering lalai dalam bekerja?" tuduh David.

Lila spontan menegakkan kepalanya sembari menggeleng cepat. "Tidak, Tuan. Saya tidak pernah lalai. Maafkan saya. Tapi baru hari ini saya ketiduran. Saya pikir saya bisa tidur hanya sepuluh menit saja, tapi ternyata saya terlalu lama," akunya mencoba menjelaskan dengan jujur.

Tatapan tajam David kini tertuju pada kedua bola mata bening Lila. Gadis itu pun terdiam. Baru kali ini dia berhadapan dengan orang yang memiliki aura dingin seolah ingin memakan seluruh jiwanya.

'Apakah aku akan dipecat?' batinnya takut. Jika dia dipecat, maka dia harus mencari pekerjaan lain lagi dan itu tidaklah mudah.

Lila harus mencari alasan masuk akal agar dia tidak dipecat di hari ketujuh dirinya bekerja. Namun lidahnya kelu saat melihat tatapan tajam itu ditujukan langsung padanya.

"Saya –"

"Kamu tidak kompeten." David memotong ucapan Lila.

"Maaf ... Tapi pekerjaan saya sudah selesai semuanya. Saya hanya ... Saya hanya kelelahan di hari ini saja," cicit Lila memberanikan diri untuk membantah ucapan sang majikan.

David terdiam.

"Saya janji saya tidak akan mengulangi kesalahan saya lagi."

"Aku tidak butuh janji!"

Lila benar-benar merasa ngeri dengan sikap dingin sang majikan yang berbeda dengan Farhan.

"Maaf ...."

"Sekarang pulanglah! Aku akan memberimu satu kesempatan lagi. Yang penting pekerjaanmu selesai dengan sempurna!"

"Terima kasih, Tuan." Lila bernapas lega.

Seperti tebakan Lila, majikannya itu merupakan seseorang yang perfeksionis. Tapi setidaknya Davidson masih mempertahankannya sebagai pembantu di sana.

"Sekarang juga keluarlah dari kamarku!" Pria itu mengusir Lila dengan tatapan dingin.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status