Share

5. Aroma Parfum

Hari berikutnya mentari bersinar cukup cerah. Lila pun dengan semangat sudah bersiap untuk menuju ke tempat kerjanya.

"Huft. Oke. Aku pasti bisa. Di rumah ini aku sudah banyak belajar dari Ibu soal bersih-bersih," gumamnya penuh tekad di depan cermin kecil di kamarnya.

Segera saja Lila berpamitan dengan ibu dan ayah angkatnya.

"Ibu sudah menghubungi orangnya. Dia mau menemui kamu dan ini alamatnya," ucap wanita itu sembari menyerahkan selembar kertas kecil pada anak angkatnya.

"Terima kasih, Bu. Aku nggak akan mengecewakan ibu," ucap Lila dengan senyuman lembutnya.

"Iya. Hati-hati di jalan, Lil."

Setelah berpamitan, Lila menunggu angkutan umum untuk menuju ke alamat tempat kerjanya yang baru. Kini gadis itu tiba di sebuah apartemen mewah dengan nomor 111. Sesuai dengan alamat yang tertera pada kertas kecil yang dia bawa.

Bel pintu dia tekan agar sang penghuni tahu dirinya telah datang.

"Permisi, apa benar ini tempat tinggalnya Pak Davidson?" tanya Lila saat menatap pria berkacamata.

"Iya benar. Kamu pasti Lilara, kan?"

"Iya. Saya Lila, putrinya Bu Weni." Gadis cantik dengan blouse merah muda dan celana krem panjang itu memperkenalkan diri dengan sopan.

"Silakan masuk, Lila. Aku Farhan, orang kepercayaan Pak David." Pria itu memperkenalkan diri. Pintu dia buka lebar agar tamunya bisa masuk dengan mudah.

Lila mengangguk sopan. Gadis itu melangkah masuk mengekori langkah Farhan. Kedua matanya mengamati isi apartemen yang begitu rapi. Tak ada foto keluarga maupun foto diri dari sang pemilik. Seolah sang pemilik memiliki kehidupan yang misterius.

Kedua orang itu pun duduk di ruang tamu. Farhan menjelaskan beberapa hal pada sang pembantu baru yang akan bekerja di rumah atasannya.

"Begitulah kurang lebihnya. Selama kamu bisa jujur, rajin, dan disiplin bekerja kamu akan mendapatkan gaji sesuai dengan kesepakatan awal yang telah kita bicarakan."

Lila mengangguk mengerti. "Saya akan berusaha."

"Bagus. Karena Bu Weni yang merekomendasikan putrinya sendiri maka tidak diragukan lagi. Kamu bisa mulai bekerja di sini hari ini," ucap Farhan membuat wajah Lila sumringah.

"Terima kasih."

Farhan membetulkan kacamatanya sebelum melanjutkan bicara. "Kamu bekerja hanya membersihkan apartemen dan mencuci pakaian. Tidak perlu memasak apa pun. Dan aku belum akan memberi tahumu nomor password apartemen ini sebelum aku melihat hasil kerjamu selama seminggu. Jadi selama seminggu aku akan membukakan pintu untukmu dan kamu bisa keluar hanya sekali saat kamu pulang saja," papar Farhan.

"Mengerti. Tapi jam berapa saya mulai bekerjanya?" tanya Lila.

"Aku akan menunggumu di depan setiap pukul delapan. Kamu tidak boleh terlambat," ucap Farhan.

"Baik."

"Dan kamu boleh pulang pukul tiga sore sebelum Pak Davidson pulang," jelas Farhan lagi.

Lila merasa aneh dengan peraturan itu. Ini berarti dia tidak akan bertemu dengan majikannya. Namun dia beruntung karena jam bekerjanya tidak terlalu lama. Terlebih dari perabotan yang ada, dia menilai jika majikannya merupakan orang yang perfeksionis.

"Baik. Saya mengerti."

"Bagus. Sekarang mulailah bekerja. Aku sendiri harus kembali ke kantor. Ingat, harus jujur. Karena Pak Davidson tidak akan melepaskanmu begitu saja jika kedapatan mencuri!" tegas Farhan.

"Baik."

Farhan benar-benar pergi meninggalkan Lila sendirian di apartemen mewah tersebut. Gadis itu mulai melakukan pekerjaan pertamanya. Dia mengambil semua pakaian kotor milik sang majikan. Meski pekerjaannya tidak sesuai dengan yang dia inginkan, tetapi Lila tak mau mundur. Setidaknya dia tetap harus bisa mengumpulkan uang.

"A-aku harus mencuci pakaian dalamnya juga? Serius?" gumam Lila kaget saat memasukkan pakaian dalam pria ke dalam mesin cuci.

'Tapi Pak Davidson ini seperti apa, ya? Apa dia seorang bos yang sudah tua? Kalau iya kasihan karena tinggal sendirian. Tapi dia cukup perfeksionis,' batin Lila dengan tangan yang bergerak mengerjakan pekerjaannya. Sesekali kedua matanya mengamati benda-benda yang tertata rapi.

Di hari pertama bekerja Lila tak merasa kesulitan. Namun dirinya penasaran dengan bagaimana rupa sang majikan. Akan tetapi dia mencoba menahan rasa penasarannya dan berusaha bekerja dengan baik.

**

Hari kedua bekerja dimulai. Lila berangkat menggunakan angkutan umum seperti biasanya. Karena tak ingin terlambat, Lila sengaja berangkat lebih awal.

Bruk!

"Ah, maaf ...." cicit Lila saat gadis itu tak sengaja menabrak seseorang yang baru keluar dari lift.

Lila mundur beberapa langkah dan dia kini sadar baru saja menabrak seorang pria tinggi dan gagah. Bahkan gadis itu harus mendongak saat ingin melihat wajah laki-laki yang tak sengaja dia tabrak. Lila seketika terdiam saat menatap wajah tampan berahang tegas itu kini menatap tajam padanya.

"Maaf, Mas ...." cicitnya lagi sembari menunduk takut. Melihat wajah tampan membuatnya teringat dengan mantan suaminya. Erik juga memiliki wajah tampan, namun pria di hadapannya jauh lebih tampan dari pada Erik. Pahatan wajahnya begitu sempurna!

"Minggir!" Hanya satu kata itu yang terucap dari sang pria dengan setelan jas navy. Tatapannya begitu tajam saat bertemu mata dengan Lila.

Atmosfer tiba-tiba berubah dingin ketika pria itu bersuara. Seketika Lila membatu dan dia seolah tak sanggup menggerakkan tubuhnya.

"Ck!" Pria itu berdecak kesal. Dia lalu melewati Lila begitu saja. Kini Lila hanya dapat mencium aroma parfum saat pria itu berjalan melewatinya.

'Benar-benar laki-laki yang menyeramkan ... Semoga aku nggak bertemu dengannya lagi ....' batin Lila bernapas lega. Gadis itu pun menatap sedih saat lift sudah kembali naik karena dia tak segera menggunakannya.

Lila menoleh ke arah pria dingin itu pergi. Dadanya tiba-tiba berdesir, 'Aroma parfum ini seperti yang ada di kamar Pak Davidson ....'

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status