Share

Just Need A Baby
Just Need A Baby
Author: Alfylla

Bab 1

"Jadi bagaimana keputusan kalian? Papa tidak mau mendengar bantahan lagi." Seorang pria dengan kemeja berwarna navy bicara tegas pada dua anak laki-lakinya. Dia adalah Tio Mahardika, kepala keluarga dalam rumah tersebut.

"Aku tetap pada keputusanku, Pa. Aku dan Delia sudah mantap dengan keputusan yang kami buat dan sepakati." Adnan, anak kedua dalam keluarga tersebut bicara tak kalah tegasnya pada sang ayah. Berpegang teguh pada prinsipnya dan tak mau berubah pikiran walau didesak dan dipaksa orang tuanya.

"Sekarang kan Kak Arkan yang meneruskan perusahaan Papa. Jadi biar Kak Arkan saja yang memberikan cucu untuk Papa dan Mama," lanjut Adnan. Dia lalu melirik pada kakaknya yang masih diam sejak tadi.

"Kau pikir bayi bisa lahir dari sebuah batu apa?" Arkan, anak sulung dalam keluarga tersebut melayangkan pertanyaan sinis pada adiknya.

"Ya makanya cepetan nikah. Punya istri terus punya anak. Masalah beres," jawab Adnan dengan sebal.

"Kau pikir cari istri itu gampang?" sentak Arkan marah.

"Gampang kalau gak pilih-pilih."

"Kau-"

"Cukup! Papa memanggil kalian berdua ke sini bukan untuk mendengarkan kalian berdebat!" Tio membentak kedua anaknya dengan marah. Hana, sang istri hanya bisa mengelus pundak Tio berusaha menenangkan. Matanya kemudian menatap kedua anaknya bergantian, memberi kode agar jangan mengundang kemarahan sang kepala keluarga.

"Intinya, aku tetap pada pendirianku dan tak akan berubah." Adnan bicara lagi dengan tegas dan tak mau dibantah. Lalu kini Arkan sebagai anak sulung yang jadi tatapan Tio dan Hana.

"Mau sampai kapan kamu begini, Arkan? Ini sudah dua tahun! Cari wanita lain!" ujar Tio dengan jengkel. Arkan hanya memalingkan wajah saat mendengar perkataan ayahnya barusan.

"Bagaimana kalau Mama kenalkan pada anak teman Mama?" Hana menawarkan. Arkan diam, tak memberikan jawaban. Dan sikapnya sekarang benar-benar membuat sang ayah jengkel luar biasa.

"Papa besarkan kalian berdua dengan susah payah. Tapi ternyata tak ada satu pun dari kalian yang bisa diandalkan." Tio berkata dengan nada kecewa. Adnan dan Arkan sama-sama diam mendengar itu. Bukan maksud mengecewakan sang ayah, tapi mereka punya pilihan masing-masing.

"Papa hanya ingin seorang cucu. Umur Papa sudah tua dan Papa tak tahu bisa hidup sampai kapan. Papa hanya ingin menggendong seorang cucu sebelum meninggalkan dunia ini," ujar Tio.

"Mas, jangan bicara seperti itu," tegur Hana dengan lembut. Tio menggelengkan kepala dan menatap kedua anaknya bergantian. Tak ada yang memberikan respon, dan Tio semakin kecewa dengan sikap kedua anaknya.

"Pergi kalian berdua." Tio berucap. Arkan dan Adnan langsung berdiri dan pergi meninggalkan ruang keluarga. Jalan menuju kamar mereka satu arah, jadi mereka berjalan beriringan.

"Papa kecewa sekali sekarang," ujar Adnan.

"Hm." Arkan membalas dengan gumaman yang tak jelas. Adnan melirik jengkel pada kakaknya tersebut. Saat Arkan membuka pintu kamarnya, Adnan ikut menyerobot masuk ke dalam kamar kakaknya tersebut.

"Apa-apaan kau Adnan?" tanya Arkan tak suka.

"Jangan banyak basa-basi deh, Kak. Kita harus membahas masalah ini dan menemukan solusinya. Aku tak bisa melihat Papa kecewa seperti tadi," ujar Adnan. Arkan menutup pintu kamarnya dan langsung duduk di sofa.

"Kau mau mengorbankan aku agar kau dan pacarmu selamat kan?" ujar Arkan dengan sinis.

"Kak, mengertilah. Sulit menemukan perempuan yang sepaham denganku. Aku dan Delia sudah sepakat tentang masa depan kami," ujar Adnan.

Ya, sebenarnya yang diinginkan oleh Tio adalah seorang cucu. Terdengar simpel memang. Tapi tidak simpel bagi kedua anaknya.

Adnan adalah anak kedua dan dia memiliki seorang kekasih. Mereka berencana akan menikah setelah lulus wisuda nanti. Harusnya Tio mungkin bisa bersabar. Namun sayang, Adnan dan kekasihnya sudah sepakat untuk childfree. Mereka sepakat tak akan memiliki anak dan mereka juga tak akan menetap. Adnan dan kekasihnya yang bernama Delia memiliki cita-cita yang sama yaitu bisa keliling dunia. Berpindah dari satu kota ke kota yang lainnya. Hal tersebutlah yang mendukung keinginan mereka untuk childfree.

Sedangkan Arkan masih ada harapan untuk memiliki anak karena dia tak satu pemikiran dengan Adnan. Masalahnya adalah, Arkan tak percaya lagi pada sebuah hubungan.

Enam tahun yang lalu, Arkan menjalin hubungan dengan seorang wanita bernama Salsa. Mereka berpacaran selama tiga tahun dan bertunangan selama satu tahun. Sempat merencanakan pernikahan, namun semuanya gagal saat Arkan memergoki Salsa selingkuh dengan sahabatnya sendiri.

Sejak putus hubungan dengan Salsa, Arkan tak pernah lagi dekat dengan wanita. Dia mungkin merasa trauma karena dikhianati oleh dua orang sekaligus. Dan pengkhianatan tersebut berdampak besar pada kehidupan Arkan sekarang. Hingga sekarang, Arkan tak lagi percaya ada wanita yang tulus mencintainya, kecuali mencintai hartanya saja.

"Lalu apa rencanamu?" Arkan bertanya pada adiknya tersebut.

"Ya Kakak menikah lalu punya anak. Masalahnya beres. Papa dan Mama tak akan lagi menentang keputusanku karena sudah punya cucu dari Kakak," jawab Adnan. Arkan melemparkan tatapan tajam pada adiknya tersebut.

"Gampang sekali kau bicara seperti itu," ujar Arkan geram.

"Kak, tidak semua wanita jahat seperti Kak Salsa. Masih banyak wanita baik dan tulus. Hanya saja Kakak belum menemukannya," ujar Adnan.

"Aku tidak percaya," balas Arkan dengan yakin. Adnan menghembuskan nafas kasar mendengar itu. Dia terdiam beberapa saat dan berusaha berpikir dengan keras untuk menemukan solusi atas masalah ini sekarang.

"Oke. Bagaimana kalau nikah kontrak saja? Setelah punya anak Kakak bisa menceraikannya. Yang penting Papa dan Mama dapat cucu," ujar Adnan, mengutarakan pemikirannya yang gila.

"Kau pikir Papa dan Mama akan setuju?" sentak Arkan.

"Tidak. Mereka tak akan setuju. Tapi aku yakin mereka tak akan menentang keras, asal mereka memiliki seorang cucu," jawab Adnan. Arkan memutar bola matanya mendengar itu.

"Saranmu itu hanya akan menimbulkan masalah lain, Adnan. Kalau mikir pakai otak," ucap Arkan. Dia berdiri lalu berjalan mendekati pintu kamarnya dan membukanya dengan lebar.

"Keluar sekarang sebelum kuseret kau dari sini," ucap Arkan dengan nada tajam. Adnan berdecak kesal mendengar itu. Namun dia tetap menuruti ucapan kakaknya untuk keluar dari sana. Setelah Adnan keluar dari kamarnya, Arkan langsung menutup pintu dengan kencang di depan wajah Adnan. Tak lupa menguncinya juga.

Adnan mendengus pelan dan masuk ke dalam kamarnya. Dia masih memikirkan bagaimana cara agar masalah selesai. Dan Adnan merasa, saran yang dia katakan tadi pada Arkan adalah satu-satunya solusi untuk masalah keluarga mereka.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status