Share

Bab 3

Sesuai rencana, malam ini Adnan memaksa sang kakak untuk bicara dengannya. Arkan sudah jengkel dengan kelakuan adiknya tersebut, namun tetap membiarkan Adnan masuk ke kamarnya juga.

"Ada apa lagi?" Arkan bertanya dengan sebal pada Adnan yang mengganggunya. Padahal Arkan berniat akan tidur.

"Bagaimana saranku kemarin?" tanya Adnan tak sabar.

"Saran yang gila, Adnan." Arkan menjawab dengan tatapan tajam.

"Pikirkan dengan baik, Kak. Maksudku, aku yakin Papa dan Mama akan setuju, asal mereka punya cucu saja." Adnan bicara lagi, yakin sekali dengan perkiraannya.

"Walau aku melakukan saranmu tersebut, aku tetap tak mau menikah dengan sembarang wanita, Adnan." 

"Aku memiliki seseorang yang mungkin cocok untukmu, Kak." Adnan berkata dengan cepat. Dia menyimpan sebuah map di depan Arkan dan menyuruh Arkan melihat isinya. Arkan yang penasaran pun mengambil map tersebut dan melihat isinya.

"Siapa perempuan ini?" Arkan bertanya dengan beran.

"Dia adalah teman kuliahku dan Delia. Kami tak akrab, tapi satu angkatan. Aku dan Delia sudah bekerja keras mencari semua tentang dia, dan aku yakin dia cocok untuk rencana ini," jawab Adnan. Isi map tersebut adalah biografi Aruna, yang sengaja Adnan buat.

"Cocok seperti apa?" tanya Arkan seraya menutup map tersebut.

"Begini, dia sekarang sedang terdesak masalah ekonomi. Dia tak memiliki uang untuk membayar SPP semester terakhir, sedangkan itu adalah salah satu syarat untuk ikut wisuda. Dan setelah aku cari tahu lebih banyak lagi, Aruna sekarang memiliki banyak utang." Adnan menjelaskan. 

"Banyak utang? Sudah jelas aku tak mau dengannya." Arkan langsung menolak mentah-mentah.

"Dengerin dulu, Kak," ucap Adnan sebal.

"Utang itu bukan utangnya. Tapi utang mendiang ibunya. Dan ternyata, ibunya berutang juga untuk biaya kuliahnya selama ini," lanjut Adnan.

"Ayahnya bekerja sebagai supir pribadi dan sudah menyiapkan biaya pendidikan untuknya. Tapi ayahnya meninggal empat tahun yang lalu. Setelah ayahnya meninggal, ibunya menikah lagi. Dan ibunya salah pilih suami. Tabungan pendidikan Aruna terkuras habis oleh ayah tirinya. Hingga akhirnya ibunya berhutang sana-sini untuk biaya kuliah Aruna. Dan yang kudengar juga, Aruna sering ditekan oleh ayah tirinya untuk segera membayar semua utang ibunya karena ayah tirinya tak mau bertanggung jawab apapun." Adnan menjelaskan secara rinci dan detail tentang masalah Aruna yang dia ketahui. Jika dipikir lagi, sebenarnya Aruna berasal dari keluarga yang baik. Ayahnya bertanggung jawab sampai memiliki tabungan khusus untuk pendidikan Aruna. Kesalahan pertama adalah ibunya menikah lagi dengan pria yang salah. Namun walau begitu, ibunya tetap bertanggung jawab agar kuliah Aruna tidak putus dan tetap berlanjut. 

Namun ternyata, usianya tak lama hingga hutang-hutangnya belum semua terbayar dan sekarang menjadi tanggungan Aruna. Sedangkan ayah tiri Aruna sudah mengeruk habis harta keluarga Aruna, dan sekarang tak terima karena dikejar-kejar oleh yang punya uang. Makanya Aruna juga ditekan oleh ayah tirinya agar semua utang ibunya cepat dibayar.

"Jadi gini maksudku, Kak. Kakak menikah dengan Aruna. Mau nikah kontrak atau nikah beneran terserah aku tak peduli. Nah, Kakak bisa membantu Aruna keluar dari masalahnya, karena aku yakin uang Kakak tak terbatas. Lalu sebagai imbalan, Aruna bisa melahirkan seorang anak untuk Kakak. Aruna untung, Kakak juga untung. Belum lagi Papa dan Mama yang bahagia karena punya cucu. Aku dan Delia juga aman nantinya." Adnan menjelaskan lagi. Arkan hanya diam mendengarkan penjelasan adiknya tersebut. Walau terdengar bodoh, namun saran Adnan cukup masuk akal juga. Semua pihak mendapatkan keuntungan masing-masing nantinya.

"Aruna juga bukan orang sembarangan. Maksudku, dia juga berasal dari keluarga baik walau tidak kaya seperti kita. Ayah dan ibunya adalah orang tua yang bertanggung jawab. Permasalahan hidup Aruna hanya satu. Ayah tirinya." Adnan berkata lagi.

"Kalau Kakak setuju, aku dan Delia akan bicara pada Aruna. Aku yakin sih Aruna tak akan menolak jika ditawari uang banyak untuk membayar utang mendiang ibunya." Adnan berkata dengan sangat percaya diri. Arkan menatapnya dengan datar dan menyimpan map yang Adnan berikan di atas meja.

"Sebelum bicara pada perempuan yang kau maksud, kita harus bicara dulu pada Papa dan Mama," ucap Arkan. Adnan tersenyum lebar dan menjetikkan jarinya dengan semangat.

"Ayo! Kita bicarakan sekarang." Adnan berkata dengan semangat. Dia mengambil map itu dan berjalan keluar dari kamar Arkan. Arkan menghela nafas pelan dan mengikuti langkah adiknya tersebut. Arkan tak percaya pada dirinya sendiri sekarang. Bisa-bisanya dia menurut saja pada ide gila adiknya.

***

Arkan dan Adnan kini berada di dalam kamar orang tuanya. Ya, mereka berhasil mengganggu waktu tidur orang tua mereka hanya untuk membahas rencana yang sudah Adnan susun secara matang. Tio yang penasaran akhirnya menyuruh mereka berdua masuk ke dalam kamar dan menjelaskan rencana kedua anaknya tersebut. Dan Adnan lah yang menceritakannya dari awal sampai selesai. Menceritakan semuanya dengan detail, sesuai yang dia katakan pada Arkan.

"Kalian gila? Pernikahan itu bukan hal yang bisa dipermainkan!" sentak Hana. Dia jelas tak setuju saat Adnan menyebut Arkan bisa menikah secara kontrak hanya sampai punya anak saja.

"Bukan aku yang membuat rencana itu," balas Arkan langsung. Adnan mendelik kesal pada kakaknya saat mendengar itu.

"Ya, mereka bisa menikah secara sungguhan, Ma. Maksudku, Kak Arkan jadi orang baik juga karena membantu Aruna keluar dari masalahnya. Untuk seorang gadis seusia dirinya dan sudah tak punya orang tua, pasti sulit menghadapi utang-utang tersebut," ucap Adnan. Dia memang pandai sekali bicara agar keluarganya setuju dengan rencananya yang gila.

"Perempuan itu harus dari keluarga baik-baik. Papa tidak mau memiliki seorang cucu dari seorang wanita yang tak jelas asal-usul dan hidupnya selama ini." Tio berucap. Hana membelalak kaget mendengar ucapan suaminya.

"Mas, kamu setuju?" Hana bertanya.

"Aku hanya ingin seorang cucu saja," jawab Tio dengan tegas. Hana menggelengkan kepala, tak percaya suaminya akan setuju dengan rencana gila kedua anak mereka.

"Tenang, Pa. Aruna memang bukan mahasiswa berprestasi di kampus. Tapi dia juga tak pernah terdengar ada berita miringnya. Sekarang dia dibicarakan anak-anak karena masalah utang mendiang ibunya yang menyebar. Dia difitnah teman-temannya," ujar Adnan. Dia menatap sang ayah dengan serius, pertanda kalau dia tidak main-main dengan ucapannya barusan.

"Baik. Papa setuju. Bawa dia secepatnya ke hadapan Papa." Tio memutuskan sepihak. Hana menatap suaminya dengan tatapan tak percaya. Sedangkan Arkan hanya menghela nafas. Memang dasarnya Adnan kurang ajar. Dia mengorbankan Arkan agar semua orang mendapatkan keuntungan. Ya, walau sebenarnya Arkan tak rugi-rugi amat juga.

"Oke. Besok aku akan bicara pada Aruna dan secepatnya mengajak dia bertemu kalian." Adnan berkata dengan semangat. Akhirnya, rencana dia berhasil.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status