Share

Bab 2

Seorang gadis dengan penampilan yang sederhana berjalan di lorong kampus. Matanya menatap sekeliling, terlihat sedang mencari seseorang. Selama berjalan di koridor, gadis tersebut merasakan tatapan banyak mata yang terarah padanya. Gadis tersebut bisa menebak, pasti orang-orang menatap ke arahnya seperti itu karena berita yang sudah menyebar tentang dirinya.

Dia adalah Aruna Kinanti, seorang mahasiswi yang sudah menyelesaikan sidang skripsi dan tak lama lagi akan wisuda. Namun untuk mengikuti wisuda, ada beberapa syarat yang salah satunya harus melunasi SPP semester terakhir yang memang belum Aruna bayar karena dia tak ada uang.

Setelah berjalan cukup lama, akhirnya Aruna menemukan orang yang dia cari. Empat orang gadis seumuran dirinya terlihat sedang berkumpul di depan kelas. Mereka sedang asyik bicara hingga tak menyadari Aruna yang mendekat ke arah mereka. Dan mereka kaget saat Aruna sudah berdiri di hadapan mereka.

"Aku sudah dengar beritanya. Dan aku tak menyangka kalau masalah ini sampai menyebar ke seluruh kampus," ucap Aruna. Matanya menatap keempat gadis itu dengan tatapan penuh rasa kecewa.

"Run, kita bukan bermaksud membeberkan masalah kamu. Kita hanya-"

"Cukup Adara." Aruna memotong perkataan salah satu dari empat gadis tersebut yang berbicara barusan.

"Semua ini memang salah aku kok. Salah aku menganggap kalian sebagai teman spesial, nyatanya kalian tak menganggap aku sebagai teman. Salah aku meminta bantuan pada kalian, dan ternyata kalian malah menyebarkan masalahku pada anak-anak di kampus. Harusnya aku sejak dulu menjauh dari kalian," ucap Aruna dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Aku tahu diri kok saat kalian berkata tak bisa membantuku. Namun aku tak menyangka kalian akan membeberkan masalahku pada semua orang hingga sekarang hampir semua orang yang berpapasan denganku, menatapku dengan tatapan sinis dan merendahkan," lanjut Aruna. Dia menatap keempat temannya tersebut dengan tatapan sangat kecewa.

"Terima kasih atas pertemanan kita selama ini. Aku sadar, seharusnya aku sejak lama keluar dari circle pertemanan kalian, terutama setelah ayahku meninggal karena keadaan ekonomi yang berubah. Terima kasih banyak sudah mau menjadi temanku selama beberapa tahun ini. Dan terima kasih juga sudah membuatku kecewa sedalam ini." Aruna menatap empat gadis di depannya satu persatu. Keempat gadis tersebut hanya bisa diam dengan kepala menunduk dan tak bicara apa-apa. Setelah mengatakan itu, Aruna pun pergi dari hadapan mereka dengan air mata yang mengalir membasahi kedua pipinya.

Banyak orang yang menyaksikan kejadian tersebut namun tak ada yang berani berkomentar. Dan salah satu dari orang yang menyaksikan kejadian tersebut adalah seorang gadis bernama Delia, yang merupakan kekasih Adnan. 

***

Adnan Gevano Mahardika, seorang mahasiswa yang sudah menyelesaikan tahap sidang skripsi dan akan segera wisuda. Delia Hestiana, adalah pacar Adnan sejak masih SMA dan masih bertahan sampai sekarang. Dia dan Delia satu angkatan, dan mereka akan wisuda bareng nanti. 

Hari ini mereka berdua nongkrong di sebuah cafe langganan mereka. Mereka hanya berdua, sama-sama tak memiliki teman. Dan mereka tak pernah kesepian walau tak ada teman.

"Jadi kamu sudah mencari tahu akar masalahnya apa?" Adnan bertanya pada Delia yang sekarang duduk di sampingnya. Di depan mereka, terdapat makanan dan minuman yang mereka pesan. Menemani obrolan mereka yang cukup penting.

"Sudah. Yang utama sih, masalah ekonomi," jawab Delia. Dia menyimpan ponselnya di atas meja lalu menatap kekasihnya tersebut.

"Jadi dia belum membayar SPP terakhir, dan dia harus melunasinya untuk bisa ikut wisuda. Karena gak ada uang, dia coba meminta bantuan pada teman-temannya, berharap temannya bisa meminjamkan dia uang. Tapi ternyata, temannya malah membeberkan masalah dia ke orang-orang tentang keadaan ekonominya yang sangat susah. Kudengar juga, dia sekarang terlilit utang. Bukan utang dia, tapi utang peninggalan mendiang ibunya." Delia menceritakan masalah tentang Aruna yang sekarang cukup diketahui para mahasiswa di kampus. Sebenarnya Aruna bukan orang spesial di kampus dan hanya mahasiswa biasa saja. Hanya saja Aruna salah memilih teman.

"Utang mendiang ibunya?" Adnan bertanya dengan bingung.

"Iya. Aku dengar seperti itu. Aku belum tahu detail masalah Aruna sebenarnya. Aku hanya mencari tahu berdasarkan berita yang menyebar di kampus saja," jawab Delia.

"Salahnya di mana sampai orang-orang membicarakan masalahnya?" Adnan bertanya dengan bingung. Dia bingung kenapa orang-orang membicarakan Aruna, padahal masalah Aruna tak merugikan orang lain.

"Kan hasutan teman-temannya. Teman-temannya yang empat orang itu bilang pada orang-orang kalau Aruna sekarang hidup susah dan akan mendatangi setiap orang untuk berhutang. Kamu tahu sendiri kalau masalah uang itu sensitif," jawab Delia. Adnan berdecak pelan mendengar itu. Memang sudah benar dia dan Delia apa-apa berdua selama ini. Sulit memang mencari teman yang benar-benar tulus.

"Seperti rencanamu, mungkin kita bisa memanfaatkan keadaan Aruna. Maksudku, dia kan butuh uang untuk bayar SPP agar bisa wisuda, dia juga butuh uang untuk membayar utang mendiang ibunya. Nah, coba bicarakan dengan Kak Arkan. Kak Arkan kan bisa membantu Aruna kalau masalah uang. Dan mungkin Aruna juga bisa membantu Kak Arkan agar terbebas dari tekanan orang tuamu. Dan pada akhirnya, kita juga tak akan ditekan untuk memiliki anak lagi nanti setelah menikah," ujar Delia.

"Kalau rencana ini berhasil, semua yang terlibat mendapatkan keuntungan." Delia berucap. Adnan terdiam mendengar itu. Dia lalu mengingat saran yang dia utarakan pada kakaknya tentang pernikahan kontrak agar kakaknya bisa segera memberikan cucu untuk orang tua mereka.

"Aku akan bicarakan ini pada Kak Arkan. Tapi kita harus mencari latar belakang keluarga Aruna juga. Maksudku, Kak Arkan pasti gak mau menikah dengan seseorang yang tak jelas asal-usulnya, walau hanya nikah kontrak saja." Adnan berucap. 

"Agak susah sih kayaknya. Satu-satunya cara hanya bicara jujur saja pada Aruna tentang rencana kita. Mungkin dia bisa setuju karena posisinya yang terdesak sekarang," ucap Delia. Adnan menghela nafas pelan mendengar itu.

"Apa kita jadi orang jahat karena memanfaatkan kesulitan orang?" Adnan bertanya.

"Bisa saja. Tapi kita berusaha membantu Aruna juga." Delia membalas dengan lugas. Adnan terdiam mendengar itu. Dia berharap sekali rencananya ini diterima oleh sang kakak. Ya, semoga saja dia tidak dilempar apapun saat mengatakan rencana ini lagi pada kakaknya jomblo ngenes.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status