Share

Bab 7

Beberapa menit di perjalanan, akhirnya Arkan dan Adnan pun sampai di rumah. Adnan tersenyum lebar, karena yakin sekali rencana dia akan berhasil. Arkan sudah melunasi utang yang ditanggung Aruna, jadi sudah jelas Arkan menerima rencana Adnan untuk menikah dengan Aruna.

"Dia memiliki teman?" Arkan bertanya pada Adnan saat mereka sudah masuk ke dalam rumah.

"Punya, empat orang. Tapi Aruna sudah tak berteman lagi dengan mereka. Mereka juga yang menyebarkan masalah pribadi Aruna kepada mahasiswa di kampus," jawab Adnan.

"Bagus." Arkan berkomentar. Nasib Arkan dan Adnan sekarang memang sama. Mereka sama-sama tak memiliki teman. Adnan dan Delia tak memiliki teman karena prinsip mereka yang dianggap aneh. Sedangkan Arkan kehilangan teman-temannya sejak dua tahun yang lalu. Sejak dia memergoki sahabat baiknya berselingkuh dengan tunangannya, dan semua temannya menyembunyikan perselingkuhan mereka. Sejak saat itulah Arkan tak memiliki teman. Dan Arkan juga memiliki prinsip agar suatu hari nanti istrinya jangan memiliki teman juga. Cukup keluarga saja. Karena tak sedikit teman yang membawa pengaruh buruk.

"Jadi, setuju kan?" Adnan bertanya seraya berlari kecil agar bisa menyamakan langkah dengan kakaknya tersebut.

"Hm." Sebuah jawaban yang tak jelas, namun Adnan menyimpulkan jawaban Arkan barusan sebagai 'Ya'.

"Yes! Besok jangan lupa lunasi SPP Aruna. Agar dia bisa ikut wisuda barengan dengan aku dan Delia," ujar Adnan dengan senyuman lebarnya. Arkan tak memberikan tanggapan atas perkataan Adnan barusan.

"Kalian dari mana sih? Pergi dengan buru-buru tadi." Hana bertanya saat kedua anaknya tersebut sampai di ruang keluarga.

"Ketemu Aruna, Ma. Calon istrinya Kak Arkan," jawab Adnan dengan senyuman lebar. Hana melebarkan mata mendengar itu.

"Kenapa gak bilang-bilang sama Mama?" tanya Hana.

"Mendadak, Ma. Aruna telepon aku karena ketakutan oleh ayah tirinya. Jadi aku dan Kak Arkan buru-buru ke rumahnya," jawab Adnan. Dia berjalan mendekati sofa dan duduk di samping ibunya yang terlihat penasaran. Sementara Arkan, memilih langsung naik ke lantai atas saja.

"Gimana respon Arkan?" Hana bertanya dengan penasaran.

"Biasa saja sebenarnya. Tapi, aku yakin Kak Arkan tidak keberatan. Dia bilang Aruna 'lumayan'." Adnan bercerita dengan semangat.

"Lumayan? Lumayan apanya?" tanya Hana bingung.

"Entah. Penampilannya mungkin?" Adnan balik bertanya dengan bingung.

"Kamu harus berdoa untuk kakakmu. Doakan dia walau menjalani pernikahan secara kontrak, kakakmu bisa menghargai istrinya nanti. Karena ini semua terjadi juga karena ide gilamu," ujar Hana dengan kesal pada anak bungsunya tersebut.

"Mama tenang aja. Aku yakin semuanya akan baik-baik saja."

***

Adnan menepati ucapannya untuk datang bersama Delia dan menjemput Aruna. Aruna merasa tak percaya, namun ternyata ini semua bukan mimpi. Adnan dan Delia benar-benar datang menjemputnya agar mereka bisa berangkat bersama.

"Kalian benar datang menjemputku?" Aruna bertanya, masih merasa tak percaya.

"Iyalah. Makanya kami di sini. Ayo masuk!" jawab Delia dengan semangat. Aruna tersenyum dan langsung masuk ke dalam mobil yang dikemudikan oleh Adnan. Aruna duduk di bangku belakang, dan dia tak masalah dengan itu. Aruna merasa senang karena ada yang memberinya tumpangan ke kampus.

"Gimana pendapatmu tentang kakakku, Run?" Adnan bertanya seraya menatap Aruna lewat spion tengah.

"Kakakmu yang kemarin kan?" tanya Aruna.

"Iya. Makanya dia langsung bayar semua utangmu," jawab Adnan.

"Entahlah. Aku belum bisa menilai apa-apa," jawab Aruna dengan bingung.

"Kamu ini bagaimana sih. Aruna kan baru sekali ketemu Kak Arkan. Mana dalam keadaan yang kurang baik juga," ujar Delia pada Adnan. Adnan yang mendengar itu hanya terkekeh pelan.

'Oh. Jadi, namanya Arkan?' Aruna bertanya dalam hati.

"Kamu gak usah takut ya. Sekilas Kak Arkan emang kelihatan kayak orang jahat dan sadis. Tapi sebenarnya Kak Arkan orang yang baik kok," ucap Delia. Aruna hanya bisa tersenyum sebagai tanggapan. Dia bahkan masih tak percaya kalau semalam utang ibunya dilunasi semua oleh kakaknya Adnan. Benar-benar seperti mimpi.

Beberapa menit di perjalanan, akhirnya mobil Adnan pun memasuki area kampus. Aruna hendak turun, namun Adnan menahannya sebentar.

"Tunggu, Run." Adnan berucap. Aruna menatapnya dengan bingung, tambah bingung lagi saat Adnan memberikan sebuah amplop coklat padanya.

"Uang buat bayar SPP kamu. Dari Kak Arkan," ucap Adnan. Aruna mengerjap pelan, merasa tak percaya.

"Ini sungguhan?" tanya Aruna ragu.

"Iya. Ambil gih. Biar kita bisa wisuda bareng nanti," ucap Delia. Dia mengambil amplop tersebut dari tangan Adnan dan langsung menyerahkannya pada Aruna.

"Terima kasih banyak," ucap Aruna.

"Katakan itu pada kakakku saja nanti saat kamu ketemu dia. Karena dia yang membantumu," balas Adnan. Aruna tersenyum dan mengangguk. Dia lalu memasukkan amplop tersebut ke dalam tasnya.

Mereka bertiga lalu keluar dari dalam mobil bersamaan. Kebetulan sekali, di parkiran ada Adara dan Tanti yang melihat Aruna keluar dari dalam mobil Adnan. Jelas lah mereka kebingungan kenapa Aruna bisa bersama dengan Adnan dan Delia.

Aruna berpisah di koridor bersama Adnan dan Delia karena dia akan membayar SPP dulu menggunakan uang yang diberikan Adnan tadi. Bukan Adnan sih, tapi kakaknya Adnan. Adnan yang perantara saja. Adnan dan Delia juga memberi tahu Aruna agar datang ke halaman belakang kampus nanti setelah urusannya selesai. Katanya, ada yang harus di bicarakan.

Dan Aruna yakin, topik yang akan dibicarakan adalah tentang surat kontrak yang kemarin.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status