Menikah dengan Arkan bukan hanya mengubah status Aruna saja dari yang awalnya seorang gadis jadi istri orang. Tapi, mengubah kehidupan Aruna juga. Sejak kecil Aruna hidup biasa dan sederhana, tapi bukan berarti kekurangan. Hanya saja orang tuanya lebih mementingkan tabungan untuk biaya pendidikannya. Sebulan sekali ayahnya selalu membawa dia dan ibunya untuk makan di restoran dan jalan-jalan ke mall. Walau begitu, orang tuanya memang pandai mengatur keuangan.Perubahan hidupnya terjadi saat ayahnya meninggal dunia. Ibunya kerja sendirian untuk kebutuhan mereka berdua dan untuk uang jajan sehari-hari Aruna harus bisa menghemat. Dan semuanya semakin memburuk saat ibunya menikah lagi dengan pria yang salah. Entah karena terlalu mencintai atau terlalu takut, ibunya sampai berani berhutang sana-sini hanya demi menghidupi suami barunya yang tak berguna. Sampai-sampai akhirnya Aruna lah yang menanggung semuanya.Sejak ibunya meninggal, kehidupan Aruna semakin memburuk dalam hal ekonomi. Untu
Hari demi hari Aruna lalui masih dengan kegiatan yang sama dengan mertuanya, yaitu memasak dan menyiram bunga di halaman belakang. Aruna mulai terbiasa namun tetap sering merasa bosan. Dan kegiatan lain yang sering dia lakukan adalah belajar menggunakan make up.Siang ini, Aruna berniat membereskan meja riasnya yang berantakan. Skincare dan make up miliknya tak beraturan dan bercampur jadi satu. Aruna pun duduk di depan meja rias dan membereskan semuanya. Saat Aruna mengambil botol parfum milik Arkan, Aruna mencium aroma yang menyengat. Kening Aruna berkerut lalu dia mendekatkan parfum milik Arkan ke arah hidungnya.Saat menghirup aroma parfum Arkan, seketika itu juga perut Aruna terasa bergejolak dan mual. Aruna menyimpan botol parfum milik Arkan dengan sedikit kasar lalu menutup mulutnya sendiri dan berlari ke kamar mandi. "Huekk... Huekk..."Aruna membuka keran air dan berkumur. Nafasnya sedikit berat dengan mata sedikit berair. Keningnya berkerut, merasa heran dengan dirinya send
Morning sickness adalah salah satu tanda kehamilan di trimester pertama, dan Aruna kini sedang mengalaminya. Pagi hari saat matahari baru menampakkan sinarnya, Aruna sudah berhadapan dengan wastafel. Dia berusaha memuntahkan isi perutnya namun yang keluar hanya cairan pahit saja. Sungguh, Aruna tak menyangka kalau awal kehamilan ternyata separah itu.Setelah muntah-muntah cukup parah, Aruna yang merasa lemas hanya bisa berbaring saja di atas ranjang dengan selimut yang menggulung tubuhnya. Arkan yang melihat itu merasa kasihan dan tak tega. Yang bisa dia lakukan hanyalah memijat tengkuk Aruna dan mengoleskan minyak kayu putih juga berharap hal itu bisa membantunya merasa lebih baik."Agak mendingan nggak?" Arkan bertanya pada Aruna yang berbaring dengan mata terpejam. Aruna tak bersuara, hanya menganggukkan kepala saja sebagai jawaban."Parfummu, Mas. Aku benar-benar mual mencium aromanya," ucap Aruna. Arkan langsung menoleh ke arah meja rias dan parfum miliknya masih ada di sana. Par
"Hai, Arkan. Lama tak bertemu."Aruna mengerutkan kening saat melihat wanita hamil tersebut berdiri di hadapan Arkan dan menyapa Arkan dengan ramah. Siapa lagi wanita itu? Apakah mantan tunangan Arkan? Atau sahabat mantan tunangan Arkan yang lain?"Hai, Vani." Arkan balas menyapa. Tatapannya terlihat biasa saja sekarang. Tak seperti saat bertemu dengan Rissa."Istri kamu?" Wanita hamil bernama Vani tersebut bertanya seraya duduk di samping Arkan. Aruna masih bingung dan penasaran, namun tak mau bersuara karena perutnya sedang tidak enak sekarang."Iya. Kamu sedang hamil juga?" Arkan balik bertanya seraya melihat ke arah perut wanita bernama Vani tersebut."Iya. Semoga nanti jenis kelaminnya bisa terlihat. Istri kamu sudah berapa bulan?" "Belum tahu. Baru periksa sekarang.""Wah, sedang dalam masa mabok parah ya." Vani tersenyum seraya melihat ke arah Aruna yang tak merespon apapun. Bukan apa-apa, Aruna merasa mual dan pusing sekarang. Padahal setelah makan di cafe tadi dia baik-baik
Aruna mengalami morning sickness dari pertama tahu kalau dia hamil sampai usia kandungan 16 minggu. Setelah melewati minggu ke-16, Aruna mulai kembali sehat seperti semula dan sudah tak mual atau muntah lagi. Sangat tak mudah melewati belasan minggu dengan keadaan tubuh kurang sehat dan hampir setiap hari mengalami pusing, mual, bahkan muntah-muntah. Tapi sekarang masa-masa sulit itu sudah berhasil Aruna lewati.Di usia kehamilan 17 minggu, tak banyak perubahan yang terjadi pada tubuh Aruna. Tubuhnya masih ramping seperti awal, hanya perutnya saja yang sudah memperlihatkan keadaan. Saat memakai baju yang ketat, perut Aruna sudah memperlihatkan tanda kehamilan. Namun saat memakai baju longgar, dia tak tampak seperti sedang hamil.Selama mengalami morning sickness, Aruna mengabaikan koleksi make up-nya karena seringnya dia hanya berbaring saja. Bahkan skincare pun sering kelupaan untuk di pakai. Namun sekarang, Aruna sudah kembali merawat tubuh dan wajahnya. Dan tentu saja, itu semua su
Arkan kini berada di ruangan kantor tempat dia biasa bekerja. Dia tidak sendirian di sana, karena hari ini Arkan kedatangan tamu yang sudah memberitahukan kedatangannya lewat chat yang dibaca Aruna tadi pagi."Sebelum menemuimu di sini, aku sudah menemui yang lain untuk memberikan undangan reuni ini. Dan aku sangat kaget saat tahu kalau Salsa adalah istri Andres." Sania, wanita itu berucap dan tak bisa menyembunyikan ekspresi kaget dan tak percaya."Sebuah kejutan kecil," balas Arkan cuek. Dia lalu mengambil undangan yang Sania simpan di atas meja."Aku benar-benar kaget, Arkan. Aku yakin sekali di acara reuni terakhir, Salsa masih pasanganmu. Bahkan aku ingat saat itu kamu mengumumkan akan segera bertunangan dengan Salsa. Jadi-""Jangan membuatku malu karena mengingatkan momen itu. Kamu tahu? Aku sangat menyesal membanggakan dia di depan banyak orang." Arkan memotong perkataan Sania dengan nada kesal."Jadi benar? Kamu dan Salsa putus tidak dengan baik-baik?" tanya Sania."Apakah seb
Arkan dan Aruna kini berada di ruang makan bersama dengan Hana dan Tio. Mereka baru saja selesai makan malam bersama, namun Arkan dan Aruna ditahan untuk jangan dulu masuk ke kamar."Jadi begini. Mama berpikir mau mengadakan tasyakuran empat bulanan untuk kehamilan Aruna." Hana berucap, mengawali topik yang ingin dia bahas."Lakukan saja. Ini cucu pertama kita," balas Tio. Hana lalu menatap Arkan dan Aruna bergantian, menunggu tanggapan dari orang tua si calon bayi."Aku terserah Mama saja. Kalau Mama tak merasa repot, boleh saja." Aruna memberikan jawaban. Hana tersenyum mendengar itu."Biar gak repot masak, kita pesan katering saja. Bagaimana Arkan?" Hana menatap putranya tersebut yang sejak tadi hanya diam saja."Terserah Mama." Arkan menjawab singkat. Hana menatap Arkan dan Aruna bergantian, mulai merasa aneh dengan sikap anak dan menantunya tersebut. Apakah mereka sedang ada masalah? Hana ingat sekali kalau tadi pagi mereka terlihat baik-baik saja. Hana ingin bertanya, namun taku
"Jadi bagaimana keputusan kalian? Papa tidak mau mendengar bantahan lagi." Seorang pria dengan kemeja berwarna navy bicara tegas pada dua anak laki-lakinya. Dia adalah Tio Mahardika, kepala keluarga dalam rumah tersebut."Aku tetap pada keputusanku, Pa. Aku dan Delia sudah mantap dengan keputusan yang kami buat dan sepakati." Adnan, anak kedua dalam keluarga tersebut bicara tak kalah tegasnya pada sang ayah. Berpegang teguh pada prinsipnya dan tak mau berubah pikiran walau didesak dan dipaksa orang tuanya."Sekarang kan Kak Arkan yang meneruskan perusahaan Papa. Jadi biar Kak Arkan saja yang memberikan cucu untuk Papa dan Mama," lanjut Adnan. Dia lalu melirik pada kakaknya yang masih diam sejak tadi."Kau pikir bayi bisa lahir dari sebuah batu apa?" Arkan, anak sulung dalam keluarga tersebut melayangkan pertanyaan sinis pada adiknya."Ya makanya cepetan nikah. Punya istri terus punya anak. Masalah beres," jawab Adnan dengan sebal."Kau pikir cari istri itu gampang?" sentak Arkan marah