Share

Bab 4

Berita tentang Aruna menyebar di kampus, walau banyak yang tak tahu yang sebenarnya terjadi, tetap banyak yang membicarakannya. Setelah menegur teman-temannya, Aruna berharap teman-temannya tersebut memberikan penjelasan pada orang-orang kalau Aruna bukanlah orang yang suka berhutang. Namun ternyata dia memang salah pilih teman. Tanpa meminta maaf, mereka malah menambah fitnah dengan menyebarkan berita tentang Aruna yang tak tahu diri setelah dipinjami uang. Padahal, di antara mereka berempat, tak ada satu pun yang meminjamkan uang pada Aruna.

Sekarang, Aruna kembali berhadapan dengan keempat temannya tersebut. Aruna meminta penjelasan kenapa mereka bisa setega itu padanya.

"Aku salah apa sama kalian? Kenapa kalian malah memfitnahku seperti ini?" Aruna bertanya dengan mata menatap empat gadis tersebut satu persatu. Empat gadis itu bernama Adara, Tanti, Fania dan Bella.

"Fakta kan? Pasti kamu akan mencari orang yang bisa kamu hutangi dan jelas kamu gak akan bayar utangnya. Lah, ibumu meninggal juga gak bayar semua utangnya," jawab Tanti dengan ketus. Aruna menatap Tanti dengan tatapan kecewa yang teramat sangat. Padahal dulu mereka adalah teman yang sangat dekat. Aruna lah yang paling sering mendengarkan curahan hati Tanti.

"Aku gak memaksa kalian untuk meminjamkan uang padaku." Aruna berucap.

"Udahlah. Kita itu bukan teman lagi sekarang. Kamu ingat kan kemarin kamu sendiri yang memutus pertemanan dengan kita? Jadi tolong jangan ganggu kami lagi," ucap Fania ngegas pada Aruna.

"Aku hanya butuh kalian menjelaskan pada orang-orang kalau aku bukan orang seperti itu," ucap Aruna.

"Itukan masalahmu. Selesain sendiri saja," timpal Bella dengan ketus. Aruna menatap mereka tak percaya. Benarkah mereka adalah teman-temannya? Kenapa mereka semua berubah sekarang?

"Aku sangat kecewa pada kalian," ucap Aruna. Dia berbalik, hendak pergi dari hadapan mereka berempat. Namun Aruna dibuat kaget saat ada seseorang yang berdiri di belakangnya. Seorang perempuan, yang Aruna yakin masih satu kampus dengannya. Namun Aruna tak kenal siapa dia.

"Kalau tidak bisa membantu, setidaknya kalian tak usahlah menyebarkan fitnah. Roda kehidupan itu berputar loh. Aruna yang asalnya hidup berkecukupan saja sekarang begini. Yakin kalian akan tetap berjaya juga?" Gadis itu melontarkan pertanyaan pada empat teman Aruna. Lebih tepatnya, mantan teman.

"Kamu siapa? Jangan sok tahu deh!" sentak Adara kesal.

"Hanya pengamat saja sih." Gadis itu tak lain dan tak bukan adalah Delia, kekasih Adnan.

"Hai. Kamu Aruna kan? Kenalkan, aku Delia. Kamu kenal Adnan gak? Teman sekelas kamu loh. Dia itu pacar aku," ucap Delia dengan ramah. Aruna kebingungan dengan Delia yang tiba-tiba muncul dan mengenalkan diri padanya.

"Ikut aku yuk. Aku bisa membantu kamu menyelesaikan masalah kamu sekarang," ujar Delia. Tanpa mendapatkan persetujuan dulu, Delia langsung meraih tangan Aruna dan menarik Aruna untuk pergi dari sana. Keempat gadis tadi menatap kepergian Aruna dan Delia dengan mata memicing.

"Sok pahlawan banget," gerutu Adara. Mereka tak tahu saja kalau Delia sungguhan dengan yang dia katakan barusan.

***

Delia menarik Aruna menuju cafe yang letaknya tepat di samping kampus. Aruna yang kebingungan hanya bisa mengikuti langkah Delia saja. Padahal dia juga tak kenal siapa Delia.

"Tunggu dulu. Kamu siapa sebenarnya?" Aruna bertanya dengan bingung.

"Ikut saja dulu," jawab Delia. Setelah masuk ke dalam cafe, Delia menarik Aruna menuju sebuah meja yang berada di pojok sebelah kanan. Di sana ada seorang laki-laki yang Aruna yakini seumuran dengannya.

"Nah Aruna, kenalkan ini Adnan, pacarku," ucap Delia setelah mereka duduk satu meja dengan Adnan. Aruna yang kebingungan hanya menganggukkan kepala saja.

"Jadi, kamu sudah tahu kan kenapa Delia mengajakmu ke sini?" Adnan bertanya. Aruna menatap Delia, lalu menatap Adnan lagi.

"Kalian bisa membantuku?" tanya Aruna ragu-ragu. Adnan tersenyum dan langsung mengangguk.

"Iya. Kami mendengar kabar yang beredar tentang kamu yang terdesak utang mendiang ibumu. Jadi, kami berniat untuk membantumu. Tapi, ya tidak gratis gitu. Harus ada balasan jasa darimu," ucap Adnan. Aruna mengerutkan kening mendengar itu.

"Balasan jasa seperti apa? Bekerja pada kalian misalnya? Kalau begitu, boleh banget." Aruna berkata dengan semangat. Adnan dan Delia saling bertatapan saat mendengar itu.

"Ada sebuah perjanjian kontrak, dan keluargaku terlibat semua dalam perjanjian ini. Kamu bisa baca dulu sampai selesai," ujar Adnan. Dia menyerahkan surat perjanjian yang dia bawa pada Aruna. Aruna yang bingung dan penasaran secara bersamaan akhirnya membaca isi surat tersebut. Aruna membacanya dengan teliti dan dia bertambah bingung setelah membaca inti surat tersebut.

"Pernikahan kontrak? Melahirkan seorang anak?" Aruna bertanya dengan luar biasa bingung.

"Iya. Itulah balasan jasa yang harus kamu berikan," jawab Adnan. Aruna jelas kaget saat mengetahui itu.

"Bukan denganku, Aruna. Bukan denganku. Tapi kamu harus menikah dengan kakakku," ucap Adnan langsung menjelaskan agar Aruna tidak salah paham.

"Tapi kenapa imbalannya harus seperti ini? Maksudku, ini benar-benar tidak masuk akal," ucap Aruna. Dia menyimpan surat tersebut setelah selesai membaca semuanya.

"Ini sudah disepakati semua orang yang terlibat, Aruna." Adnan menjawab dengan tegas.

"Aruna, dengarkan aku dulu ya? Biar aku cerita semuanya padamu agar kamu paham," ucap Delia. Akhirnya, Delia pun menceritakan semua alasan kenapa surat kontrak itu dibuat. Aruna mendengarkan dengan seksama, walau beberapa kali dibuat kaget dengan penjelasan Delia.

"Begitu. Jadi, kami menyepakati hal ini. Selain utangmu lunas nanti, kamu juga membantu orang tua Adnan yang menginginkan seorang cucu. Pokoknya, saling menguntungkan," ucap Delia.

"Kalian paham kan maksud harus melahirkan anak? Maksudku, kan gak mungkin aku tiba-tiba hamil," ucap Aruna. 

"Ya, makanya kamu harus nikah dengan kakakku. Untuk proses pembuatan bayinya, itu bukan urusan kami berdua," jawab Adnan dengan tawa canggung.

"Apa tak bisa yang lain saja? Aku mau kok kerja jadi pembantu di rumah kamu dan tidak dibayar setahun juga." Aruna berusaha merayu.

"Orang tuaku butuh seorang cucu, Aruna. Bukan seorang pembantu," balas Adnan. Aruna langsung terdiam mendengar itu. Detik itu juga dia merasa tenggorokannya kering.

"Orang tuaku menyetujui ini semua dan ingin segera bertemu denganmu. Aku harap kamu setuju sih hehe. Soalnya, selain kamu terbebas dari utang, kamu juga membantu keluargaku, dan membantu kami juga." Adnan terus bicara, berusaha meracuni pikiran Aruna agar menerima tawaran yang dia berikan.

"Setelah menikah dengan kakakku nanti, kamu tak perlu pusing memikirkan utangmu. Kakakku akan melunasi semuanya. Kakakku juga bisa membayar SPP-mu agar kamu bisa wisuda. Kamu juga bisa terbebas dari ayah tirimu. Yang paling penting adalah, kamu tak perlu memikirkan biaya hidup karena kakakku akan mencukupi semua kebutuhanmu," ujar Adnan. Aruna terdiam mendengar itu. Kini dia jadi dilema.

Haruskah dia setuju dengan tawaran Adnan? Tapi Aruna belum siap untuk menikah. Tapi, sekarang dia juga sudah sangat terdesak dan tak ada yang bisa memberikan bantuan padanya. Kecuali Adnan dengan imbalan yang agak nyeleneh menurut Aruna.

Lalu apa yang harus dia lakukan sekarang? Menerima tawaran Adnan atau menolaknya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status