BENALU

BENALU

By:  Naimatun Niqmah  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
9.9
34 ratings
149Chapters
40.2Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Dewi adalah seorang perempuan yang menikah dengan pria yang terlalu membela ibunya. Selain itu sang mertua juga ingin menguasai apa yang dimiliki oleh Dewi. Menginginkan Dewi sempurna. Tapi, Dewi tak kuasa. Bagaimana cara Dewi untuk menghadapi mertua dan suaminya yang Benalu itu? Bertahan? Atau mundur?

View More
BENALU Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Affad DaffaMage
great story
2023-10-18 13:16:03
0
user avatar
icechoco
good story
2022-08-14 09:57:55
1
user avatar
Mijoet
kecewa bgt sama rama
2022-02-02 15:30:34
0
user avatar
Latifa Sani
Dewi, i love you.....
2022-01-20 17:46:18
1
user avatar
Latifa Sani
.............
2022-01-20 17:45:51
0
user avatar
Latifa Sani
............
2022-01-20 17:45:45
0
user avatar
Latifa Sani
Aku kasih rate yang banyak ya....
2022-01-20 17:45:32
0
user avatar
Latifa Sani
Semangat update Thor
2022-01-20 17:45:17
0
user avatar
Latifa Sani
Ceritanya bagus
2022-01-20 17:45:02
0
user avatar
Wee Dee
semangaattttt jangan kasih kendor, update terus thorrr
2021-11-03 00:26:19
0
user avatar
Enik Wahyuni
semangat updatenya kak Naima, keren, lanjutkan,
2021-10-30 11:54:31
0
user avatar
Okta Diana
Lanjut! Semangat nulisnya!
2021-10-30 11:17:09
0
user avatar
Sifa Syafii
Semangat, Thor!
2021-10-30 11:10:32
0
user avatar
Banin SN
ditunggu updatenya ya thor .........
2021-10-30 10:46:47
0
user avatar
Archie Romadhoni
hmm, ceritanya menarik
2021-10-29 03:15:39
0
  • 1
  • 2
  • 3
149 Chapters
Bab 1
"Mas, Bi Ijah kemana ya? Aku cari-cari nggak ada?" tanyaku ke Mas Angga, suamiku. Badanku terasa lelah, ingin sekali minum teh hangat, biar perut dan badan terasa enakan. Tapi, aku tak melihat sosok Bi Ijah, ART yang sudah lama bekerja denganku. "Sudah dipecat oleh Ibu," jawabnya santai. Aku terkejut. "Apa? Bi Ijah kan aku yang gaji, nggak ada hak Ibu mecat Bi Ijah!" sahutku geram, sangat geram. Lagi-lagi Ibu seenaknya ikut campur rumah tanggaku. "Kata Ibu, sayang duitnya, kamu sebagai istri yang harusnya ngerjain seluruh pekerjaan rumah!" lagi-lagi, Mas Angga menjawab dengan entengnya. Mataku mendelik. "Aku ini capek Mas, kerja pagi pulang sore, lagian untuk bayar Bi Ijah duitku sendiri, bukan duitmu atau duit Ibu!" jawabku kasar. Nafasku memburu. Semenjak Ibu ikut tinggal dirumahku, semuanya berantakan. "Kamu kok malah hitung-hitungan g
Read more
Bab 2
“Dewi, kamu bener-bener keterlaluan!” bentak Ibu mertua. Aku baru saja sampai di rumah pulang kerja, sudah dapat bentakan. Ini rumahku, warisan orang tuaku, tapi terasa aku yang numpang di sini, sudah kayak di neraka. Yang kata orang ‘rumahku surgaku’ tidak denganku, semenjak kedatangan Ibu. “Apalagi, sih, Bu? Aku capek, bisa nggak ngomong itu yang lembut?” jawabku melepas sepatu dan kaos kaki. “Bisa-bisanya kamu berangkat kerja, tanpa nyiapin makanan, atau setidakya ninggalin duitlah, biar ibu dan suamimu bisa deliveri order makanan!” lagi-lagi dia merasa nyonya besar di rumahku. Memang, hari ini aku berangkat lebih pagi dan makan di kantin kantor. Sengaja. “Salah siapa, Bi Ijah di pecat? Sudah enak-enak waktu itu ada Bi Ijah, makan tinggal makan, ya sekarang Ibu lah yang masak!” jawabku santai sambil melepas jas ku, bersandar di sofa
Read more
Bab 3
“Kayaknya Ibu mending pulang kampung aja, Ga?” ucap Ibu malam ini, minta pendapat kepada anaknya. ‘Syukurlah’ dalam hatiku.  “Ibu ngomong apa, sih!” jawab Mas Angga, tak suka ibunya ngomong seperti itu.  “Iya, Ibu tak nyaman di sini, walau jelek tetap enak tinggal di rumah sendiri,” sahut Ibu lugu. Aku tak terpancing sedikitpun. Dia pasti inginnya, aku mohon-mohon jangan pergi dan akan menuruti semua keinginannya. Ngimpimu terlalu tinggi Bu.  “Ibu tetap di sini ikut aku, karena di kampung rumah kita sudah tidak layak huni. Di sini rumah Dewi bagus banyak kamar kosong,” sahut Mas Angga lagi. Aku hanya menyeringai sinis. Dasar benalu, bisanya hanya numpang. “Biarlah, Nak, bocor sana sini nggak apa-apa!” ehm mencoba mencari simpati anaknya. “Tapi, An
Read more
Bab 4
“Dewi! sebelum berangkat kerja beres-beres rumah dulu!” teriak Ibu pagi-pagi, ketika melihatku berdandan rapi, hendak berangkat ke kantor. “Salah siapa, Bi Ijah di pecat?” jawabku dengan nada menyudutkan. Itu kalau benalu tua ini faham. “Harus berapa kali Ibu jelasin! Ibu mecat Ijah, biar kamu ngerti kerjaan rumah! Nggak ngerti-ngerti juga,” bentaknya, sepagi ini sudah ngajak naik darah. “Dewi juga sudah bilang berapa kali, kalau nggak mau gantiin Bi Ijah, keluar aja dari rumahku!”  jawabku, masih terlalu pagi untuk ngotot.  “Kamu itu di didik sopan santun tidak, sih?” sungutnya. Jleeb, memang bener-bener ngajak duel. “Apa maksud Ibu ngomong kayak gitu?” tandasku pelan melotot. Dia nampak kikuk dengan tatapan mataku. “Dikit
Read more
Bab 5
“Mbak Dewi, ini mertua dan suami Mbak, nggak mau mengemas barang, saya harus gimana, Mbak?” tanya Joko lewat sambungan selular. Seseorang yang aku utus, untuk mengawasi Ibu dan Mas Angga saat berkemas. Aku takut mereka membawa barang-barang berharga yang bisa di uangkan. Kalau masalah sertifikat rumah, tanah itu aman. Karena tak aku simpan dalam rumah. “Paksa mereka untuk berkemas!” perintahku dengan nada sedikit membentak. ‘Sudah, Mbak. Tapi ...” “Terus mereka masih pada ngapain kalau belum berkemas?” potongku penasaran. “Mereka malah menghina saya, Mbak! Dan sumpah serapah untuk keburukan, Mbak!” tak mau di suruh pergi, tapi menyumpahin yang punya rumah. Memang benar-benar benalu, minta di kick. “Sumpah serapah?” tanyaku menyakinkan. Melipat kening. 
Read more
Bab 6
Setelah drama layaknya film layar lebar kemarin, akhirnya semuanya pergi. Dengan sumpah serapah Ibu dan tangis kesedihan Mas Angga, tak menggoyahkan hatiku untuk ingin mengakhiri. Cukup sampai disini saja berjodoh dengan Mas Angga. Hati terasa kebas karena terlanjur sakit. Rumah sangat berantakan semenjak tak ada Bi Ijah. Piring kotor dan sisa makanan berserak. Ibu dan Mas Angga bener-bener tak mau beberes. Hanya numpang tidur dan makan doang, tapi tak mau membereskan. Akhirnya ku panggil kembali Bi Ijah untuk bekerja denganku. Untung Bi Ijah belum mendapat pekerjaan. Bi Ijah masih beberes rumah. Kuamati kulkas kosong dan kotor. Padahal dulu sebelum ada Ibu, kulkas selalu penuh dan rumah rapi. Walau Mas Angga pengangguran setidaknya tidak membuat sakit hatiku. “Bi, Dewi keluar dulu, ya? Beli makanan untuk ngisi kulkas,” ucapku sedikit berteriak.  &ld
Read more
Bab 7
POV Angga Semenjak kedatangan Ibu, aku dan Dewi memang sering bertengkar. Dewi dan Ibu memang tak bisa akur. Ada saja masalah. Aku sampai pusing mendengar keributan mereka. Karena hampir setiap hari mereka ribut. Apalagi Semenjak Ibu mecat Bi Ijah, semuanya semakin runyam. Dewi tak mau menuruti keinginan Ibu. Padahal menurutku niat Ibu baik. Biar Dewi bisa menjalankan tugas istri yang sempurna. Bisa masak dan beberes rumah. Tapi tidak menurut Dewi. Dewi merasa dia hanya di manfaatkan. Dimanfaatkan dari mananya? Dan kemarin Dewi benar-benar mengusir aku dan Ibu. Hanya karena masalah sepele. Dia sampai mengutus bodyguard untuk mengawasi kami berkemas dan mendatangkan pengacara untuk menggugat cerai dariku. Tak segampang itu Dewi. Sampai kapanpun, aku tak akan menceraikanmu.  “Bawa masuk ini, Ga!” teriak Ibu di ambang pintu kontrakan. Membuyarkan lamuna
Read more
Bab 8
“Bu! Mas! Keluar kalian!” teriakku dengan menggedor pintu kontrakannya. Ya, aku bisa melacak keberadaan kontrakan mereka, dari tetangga yang mengetahui. Aku sangat geram, hutang mereka di mana-mana, mengataskan namaku. Tidak hanya di Mak Wesi, hampir semua warung di hutanginya. “Bisa sopan nggak di rumah orang!” bentak ibu setelah membuka pintu, Mas Angga juga ikut keluar. “Kalian memang nggak bisa di sopanin!” teriakku. Rasanya amarahku sudah di ubun-ubun. “Ada apa, sih, Dek? Kami sudah menjauh dari hidupmu! Apalagi mau mu?” Mas Angga tak kalah membentak. What? Punya otak nggak, sih, dia? Masih nggak mikir kesalahannya? Rasanya pengen tak jambak-jambak gelungan ibu dan mencakar badan Mas Angga dengan kuku panjangku. Geram.  “Bener, Ga! Teriak-teriak di rumah orang nggak sopan!” bentak Ibu lagi. Semakin
Read more
Bab 9
POV Ibu Dewi memang menantu tak tahu diri. Cuma magicom dan kompor saja dia ambil. Dasar nggak punya malu. Dia kan duitnya banyak, bisa beli lagi. Sudah ngusir nggak bawain duit, mungkin dia senang melihat kami jadi gembel jalanan. Dia juga berani-berani gugat cerai anakku, Angga. Padahal dia juga nggak cantik. Anakku gantengnya kayak Anjas Mara, nggak mungkin dia bisa mencari suami lagi yang gantengnya kayak anakku. Sudah mandul, nggak cantik juga, tapi gayanya kayak princes. Satu lagi yang bikin aku muntab, dia nggak mau bayarin hutang-hutangku di warung sembako. Aku berhutang karena nggak punya duit. Apa dia nggak mikir? Mungkin dia senang lihat aku dan Angga mati kelaparan. Jahat memang Dewi. Belum lagi dia membuat video pertengkaran kemarin. Benar-benar licik. Dia sudah menyusun rencana yang bagus untuk membuatku malu. Tapi aku tak akan tinggal diam. Mau tak mau
Read more
Bab 10
POV Angga “Dewi bener-bener keterlaluan! Dia enak-enakan ke luar kota tanpa memikirkan kita!” umpat Ibu sesampai di rumah. Aku terkejut. Dewi keluar kota? “Ibu, kok tau kalau Dewi ke luar kota?” tanyaku penasaran. Ibu duduk di kursi dengan wajah memerah. “Ibu habis dari rumahnya, benar-benar nggak tau diri dia, belum juga cerai sudah berkeliaran, kan belum selesai masa iddahnya,” sahut ibu berapi-api. Dewi ke luar kota mungkin karena geram dengan kelakuan ibu, yang hutang warung sana-sini mengatas namakan dia. “Ibu, kata Bi Ijah?”  “Nggak, kata tetangga, Mak Nosi. Ijah ikut di ajak ke luar kota,” jleeb, Bi Ijah di ajak?  Pertanda Dewi akan lama ke luar kotanya. Terus bagaimana nasibku dan Ibu? “Bi Ijah di ajak? Pertanda lama!” li
Read more
DMCA.com Protection Status