Share

SEMBUNYIKAN

“Mur.. kamu yang sabar ya, kalau kamu butuh bantuan, kapan saja silahkan hubungi kakak,” Kak Yuni mengusap punggungku yang masih tersedu di parkiran saat kami hendak pergi dari kafe itu.

Dalam hatiku masih saja terus mengharap suamiku akan keluar lalu mengejarku dan meminta maaf. Namun harapanku sia-sia, aku bahkan sudah tahu kalau suamiku tidak akan melakukan itu. Harapan itu semakin membuatku kecewa saja.

“Kak, aku mohon jangan cerita sama siapa-siapa, apalagi orang tuaku ya! masalah ini baru diketahui sama kakak saja,” pintaku memelas.

“Kenapa gak boleh Mur, masalah ini harus diketahui oleh keluarga masing-masing pihak, supaya cepat diselesaikan, kalau tidak kamu akan tersiksa terus menerus,” ujarnya.

“Gak kak, nanti aku akan cari cara lain, siapa tau Mas Galih masih bisa berubah,” ucapku meyakinkan Kak Yuni.

Kak Yuni menarik nafas kasar, ia terlihat tak yakin bahwa Mas Galih akan berubah, melihat sikapnya yang sama sekali tidak merasa bersalah bahkan lebih memilih selingkuhannya dari pada istri sahnya.

Sesampainya di rumahku.

“Kamu sudah berapa lama tau hal ini?” tanya Kak Yuni penasaran.

“Sejak awal menikah, Kak.” Lirihku

“Apa? Jadi selama ini kamu sudah tau tapi baru kali ini memergokinya secara langsung?” ucap Kak Yuni kaget.

Aku mengangguk, menatap Kak Yuni, pasrah. Aku tahu sebentar lagi sepupuku ini akan mengomeliku habis-habisan.

“Ya Allah Mur.. kenapa baru sekarang kamu bertindak? Sudah setahun kamu menikah. Jadi selama ini kamu menahan penderitaan ini sendirian?” Ucap Kak Yuni kesal sekaligus prihatin.

“Hmmm…” jawabku ragu, aku tak berani menangapi panjang lebar karena hal itu akan semakin membuat Kak Yuni kesal.

“Kebangetan kamu Mur, bisa-bisanya kamu diam saja setelah mengetahui suamimu selingkuh,” Kak Yuni menatapku dengan sorot mata penuh kecewa.

“Aku gak diam aja Kak, selama ini aku sudah terlusuri, dan cari tau semuanya barulah sekarang aku nekat mengikutinya tapi gak berani sendirian makanya aku ajak Kakak, karena aku tau, aku lemah dan gak berdaya saat melihat Mas Galih sedang berselingkuh.” Aku menunduk lemah.

“Terus, setelah sudah jelas bahwa Galih selingkuh, apa yang akan kamu lakukan?” tegas Kak Yuni. Ia ingin segera mengetahui tindakan selanjutnya dariku kepada Mas Galih.

Aku menggelengkan kepala, lalu menunduk, “Aku belum tau kak,” cicitku.

“Hmm.. sudah ku duga itu jawabanmu. Tadi kamu bilang akan cari cara untuk membuatnya berubah, sekarang kamu bilang belum tau apa yang akan kamu lakukan, menipis sudah kesabaranku sama kamu Mur,” sentak Kak Yuni.

“Kak…” lirihku.

“Mur, aku tau ini bukan urusanku apalagi ini masalah rumah tangga, tapi aku gak bisa tinggal diam kalau keluargaku tersakiti,” tegasnya, memotong kata-kataku yang baginya hanya akan membuatnya semakin kesal.

“Tiga bulan menikah, saat kecurigaanku semakin besar bahwa Mas Galih benar-benar selingkuh, aku langsung memintanya untuk bercerai. Aku tak sengaja melihat foto Mas Galih sedang merangkul wanita itu.” Ucapanku terhenti, dadaku terasa sesak saat mengingat hal menyakitkan itu.

“Lalu?” Desak Kak Yuni.

“Dia mengancam ingin bunuh diri kalau aku meminta cerai,” sambungku.

“Halah.. Mur… Mur.. modus aja itu mah, mana mungkinlah dia berani bunuh diri, egois banget suami kamu ya, dicerai gak mau, tapi dia enak-enakan selingkuh.”

Aku menarik nafas kasar.

“Tunggu, tadi kamu bilang dia berfoto dengan wanita itu dan terlihat mesra? Apa dia tidak menyangkal, atau menjelaskan sesuatu gitu?” Kak Yuni mencoba mengorek informasi agar tidak ada yang ditutupi lagi olehku.

“Iya, dia tidak menyangkal sama sekali, bahkan kami saling bertatapan.”

“Tatapan mataku padanya saat itu sudah menjelaskan semuanya bahwa aku bertanya itu siapa, kenapa berfoto mesra dan semua keluh kesahku yang berkecambuk di dalam pikiranku.” Sambungku.  

“Sedangkan tatapan matanya menjawab bahwa benar itu wanita selingkuhannya. Kami saling terdiam tanpa berdebat atau bertengkar hanya mata kami yang saling berpacu, kemudian dia merampas ponselnya dengan kasar lalu pergi meninggalkanku.” Air mataku kembali luruh saat menjelaskan kejadian tiga bulan awal pernikahanku dengan mas Galih.

Tapi Kak Yuni masih kurang puas dengan penjelasanku, ia merasa masih ada lagi yang ditutupi olehku. Namun kali ini ia tidak ingin lagi memaksakan Aku untuk mengungkap semuanya.

“Kamu yakin hanya itu? Tidak ada lagi yang kamu sembunyikan?” Kak Yuni melirik dengan mata sadisnya.

Aku mengagguk lalu segera menundukkan kepalaku karena tak berani membalas tatapan Kak Yuni.

“Baiklah, kalau kamu memang belum mau mengungkapkan hal ini pada keluarga, segera buat keputusan untuk kedepannya agar kamu tidak semakin menderita, paham?” tegas Yuni lagi.

“Paham kak,” cicitku.

“Jangan lemah dong, mana Murti yang aku kenal? Selama ini kamu tu orangnya gigih, riang, tegas, dan juga berani,” Kak Yuni bangkit dari duduknya lalu menepuk bahuku lembut.

Saat mengantar Kak Yuni kedepan rumah untuk pulang, Aku kembali mengingatkannya agar ia tidak keceplosan mengungkapkan masalahku dengan Mas Galih, terutama kejadian hari ini.

“Kak, ingat ya, jangan bilang siapa-siapa! Awas aja kalau kakak keceplosan!”

Kak Yuni hanya mengacungkan jempolnya, kemudian berlalu pergi. Namun Aku merasa ragu mempercayai sepupuku itu.

“Semoga saja dia bisa pegang rahasia,” gumamku.

***

Ting…

Tiba-tiba masuk pesan di aplikasi hijau milikku.

[“Udah gak waras kamu ya, bawa-bawa si Yuni segala!”] tulis Galih.

[“Gila ya, bisa-bisanya bilangin aku yang gak waras, kamu nyadar gak siapa yang lebih gak waras?!”] balasku tegas.

Jawabanku sedikit melawan, mulai detik ini aku tidak ingin lagi bersikap lemah lembut dan mengalah pada Mas Galih. Aku akan merubah sikapku agar Mas Galih tidak menyepelekanku.

Mas Galih kemudian tidak membalas hanya membacanya saja. Aku merasa puas atas ucapanku. Keputusan pertamaku adalah ingin menjadi wanita yang lebih sadis dan tidak lemah, kemudian perlahan membuat suamiku berubah, karena sejujurnya aku masih sangat mencintai Mas Galih.

Beberapa jam kemudian Mas Galih pulang, Aku dengan santai menonton televisi tak memperdulikan kedatangan suamiku itu. Aku juga bersikap dingin dan lebih tenang.

“Apa-apaan kamu tadi? Sengaja mau buat malu aku di depan banyak orang hah ???” Hardik Mas Galih sambil melemparkan topinya ke sofa dekat Aku duduk.

Aku menaikkan sudut bibirku sambil terus menatap televisi menyilangkan kakiku di kaki satunya, aku sengaja tidak menanggapi amarah Mas Galih. Karena yang seharusnya sangat marah adalah aku.

“Kamu mengejekku?” Mas Galih mendekatiku perlahan.

“Jadi sekarang sudah berani melawanku ya?” bentaknya lagi.

Aku hanya memandang sesaat lalu membuang wajah sambil memutar bola mata jengah.

“Jawab!!” Mas Galih menarik lengan Aku dengan kasar.

Aku memekik kesakitan, kemudian ku tepis tangan Mas Galih dari lenganku sehingga membentuk bekas jari Mas Galih disana.

“Jadi selain selingkuh kamu juga mau main kasar sama aku?" Aku bangkit dari dudukku lalu menyapu dengan arogan bekas jari Mas Galih yang tergambar di lenganku.

"Enggak.. Mur, maaf aku gak sengaja!" Mas Galih mulai gugup dan ketakutan karena dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak kasar atau melakukan KDRT padaku.

"Gak apa-apa Mas, silahkan lakukan semua yang kamu mau untuk terus menyakitiku, lakukan saja sesukamu!" hardikku.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Hersa Hersa
tolol bin idiot
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status