Share

BERPOSE MESRA

Siang itu, Aku, Pak Dodi dan Kak Sumi pergi bareng untuk ngebakso, naik mobil milik Pak Dodi.

“Kita mau makan bakso dimana, Pak Dod?” tanyaku.

“Oh, tenang, ada langganan saya, recomended banget deh ini baksonya enak, ada mie ayam juga. Menu lainnya juga banyak.” Ucap pak Dodi sambil fokus menyetir.

“Bapak mentang mentang duda, bebas banget ya kesana kemari sama ciwi ciwi cakep.” Celetuk kak Sumi.

Pak Dodi seketika menoleh ke Kak Sumi yang duduk di sampingnya.

“Siapa?” tanya Pak Dodi.

“Ya kita kita ini.” Kak Sumi menunjuk dirinya dan menoleh ke belakang menunjuk diriku.

“Kalian mah bukan ciwi ciwi, sudah bersuami semua, gak level deh! Hahaha.” Kami bersenda gurau selama perjalanan.

Sekitar dua puluh lima menit kami sampai di warung bakso yang di maksud Pak Dodi. Tempatnya cukup mewah, juga banyak spot untuk berfoto, ditambah pemandangan sawah di dekatnya, juga terdapat sungai kecil yang airnya sangat jernih.

Membuat suasana sejuk dan asri. Tak heran warung bakso ini ramai pengunjung. Sepertinya tempat ini akan jadi tempat favoritku nantinya untuk melepas penat, tak apa sedikit jauh yang penting bisa menenangkan pikiran.

“Mur, duduk sini!” panggil Kak Sumi yang sudah terlebih dulu mendapat tempat. Sementara Pak Dodi katanya ingin ke toilet dulu.

Aku menghampiri Kak Sumi, bersamaan dengan itu, datang seorang pelayan membawakan daftar menu.

Saat sedang melihat lihat menu, Pak Dodi kembali dengan wajah gugup.

“Ehm.. Mur, kita cari tempat lain aja yuk! Disini kayaknya rame banget ya.” Ucap Pak Dodi sambil celingukkan.

“Ah, gak ah, udah cocok ini tempatnya adem.” Keluh Kak Sumi.

“Ada apa, Pak Dod?” tanyaku heran.

“Rasanya kurang enak aja disini, yuk kita cari tempat lain!” ajak Pak Dodi bersikeras. Keringat bercucuran di wajahnya.

‘Kenapa tiba tiba Pak Dodi aneh.’ Batinku.

“Mur, itu…” Kak Sumi membelalak mata sambil menunjuk ke sebuah spot foto berbentuk love.

Sejenak aku mengerutkan dahi, lalu menoleh ke arah yang ditunjuk Kak Sumi.

“Mas Galih?” Gumamku, sambil menaikkan kedua alisku. Aku seakan tak kaget lagi melihatnya bersama siluman kunti. Sepertinya dia sudah mulai berani mengekspos perselingkuhannya, mungkin karena aku pun sudah tak mempedulikannya.

Pak Dodi terlihat menepuk jidatnya, sepertinya tadi hanya alasan saja untuk mencari tempat lain. Aku tebak, tadi Pak Dodi sudah melihat suamiku bersama wanita lain, lalu dia panik dan khawatir jika aku menyaksikannya.

“Pak Dodi, duduk lah, gak capek apa berdiri terus disitu!” ucapku sambil mengulas senyum.

“Kamu yakin baik baik aja?” tanya Pak Dodi memastikan.

Aku hanya mengangguk sambil terus tersenyum, lalu lanjut melihat lihat daftar menu tadi.

“Mereka rangkul rangkulan begitu ih.” Kesal Kak Sumi saat melihat Mas Galih dan  siluman kunti berpose mesra.

“Mur…” lirih Pak Dodi. Aku yakini, sekarang Pak Dodi sudah paham apa masalahku yang membuat diriku menjadi pendiam saat di sekolah tadi.

“Mungkin mereka hanya rekan kerja yang kebetulan meeting disini sekalian makan siang, ya kan?” ucapku tenang.

“Udah lah, Mur. Pak Dodi bukan anak kecil yang bisa dikibulin, mana ada rekan kerja segitu mesranya.” Cibir Kak Sumi.

Aku tak menanggapi perkataan Kak Sumi, kemudian memberikan catatan pesanan kami pada pelayan.

Entah kenapa Pak Dodi terlihat sangat frustasi, dia berkali kali menundukkan kepalanya sampil memijat dahi dengan kedua tangannya.

“Kok Pak Dodi stres banget keliatannya.” Ucap Kak Sumi, menyadari gelagat pria berbadan kekar itu yang semakin aneh.

“Ah, gak apa apa.” Ucapnya sambil tersenyum hambar.

“Santai aja lah, Pak. Kita kesini kan mau healing ya. Abaikan aja yang buat kita galau.” Ucapku sok bijak.

“Murti?” tiba tiba terdengar suara yang tak asing memanggilku dari arah belakang.

Aku tak tertarik untuk menoleh, aku sudah tahu kalau Mas Galih akan melihatku juga disini. Namun, bukannya menghindar, malah sengaja mendatangiku. Dasar gak tahu malu!

“Kamu ngapain disini?” tanya Mas Galih yang sudah berdiri di depanku.

Aku menatapnya malas, membuat mood ku anjlok seketika.

“Bener tadi kata Pak Dodi, harusnya kita cari tempat lain.” Gerutuku.

“Kamu gak usah sombong, Mur. Bukannya pulang ke rumah, malah kelayapan!” sinis Mas Galih.

Aku menarik napas kasar, menatap Mas Galih sejenak lalu menggaruk keningku yang tak gatal.

Apa bedaya dengan dia, kenapa dia berada disini dan bukannya bekerja atau pulang ke rumah? Mau heran tapi ini lah kenyatannya.

“Tolong kamu pergi, jangan buat moodku rusak, aku kesini mau makan!” gertakku dengan gigi merapat geram. Nadaku sedikit ku tekan dengan volume suara rendah agak tak terdengar pelanggan lainnya.

“Berani kamu sekarang!” tangan Mas Galih melayang hendak mendaratkannya ke pipiku lagi, sepertinya tangan Mas Galih kini sudah mulai enteng dan ketagihan untuk terus menamparku.

“Mas, tolong jangan buat keributan disini, gak enak diliatin orang.” Ucap Pak Dodi mencoba melerai.

“Mas…!” panggil siluman kunti dengan suara manjanya yang menjijikkan.

Dengan tanpa rasa malu, si kunti mengapit lengan suamiku lalu membawanya pergi dari hadapan kami.

Aku menarik napas lega, tak terpungkiri bahwa saat ini aku benar benar malu di hadapan Pak Dodi dan Kak Sumi.

Lambat laun pasti kelakuan Mas Galih akan terdengar kemana mana. Percuma aku menutupinya.

‘Apa urat malu mereka berdua benar benar sudah putus?’ batinku.

“Mur, apa gak sebaiknya kita pindah tempat aja?” tanya Pak Dodi kembali memastikan.

“Gak usah, Pak Dod, I’m Oke kok.” Ucapku.

Kak Sumi sedari tadi hanya bisa diam, namun raut wajahnya tampak kesal.

“Mur, sebaiknya kamu pikirkan baik baik saran kakak tadi deh!” ucap Kak Sumi.

“Tadi saya melihat suami kamu di spot foto belakang saat saya selesai dari toilet. Sa-saya gak nyangka kalau..” ucap Pak Dodi gugup.

“Kalau suami saya selingkuh?” Kekehku.

“Bu-bukan hanya itu…” kembali Pak Dodi terbata saat bicara. Kemana Pak Dodi yang lucu dan ceplas ceplos, kenapa tiba tiba berubah? Aku mengerutkan dahi menunggu penjelasan dari pria paruh baya yang tampan ini.

“Kenapa sih, Pak Dod. Cerita aja!” seru kak Sumi, aku tahu dia penasaran dengan sikap Pak Dodi yang tiba tiba aneh.

“Pak Dodi kenal sama tuh kunti?” tanyaku.

Pak Dodi menggigit bibir bawahnya, menatapku sekilas. Ia berusaha menenangkan diri, berkali kali menarik nafas panjang. Lalu menghembuskannya perlahan. Kemudian dia mengangguk lemah.

“Siapa dia?” sentak Kak Sumi penasaran.

“Dia mantan istriku.” Cicit Pak Dodi.

Mulutku menganga lebar mendengar ucapan lelaki berbadan tinggi tegap di depanku, begitu pun dengan Kak Sumi.

“Permisi, ini pesanannya.” Ucap pelayan yang tiba tiba datang mengejutkan kami bertiga yang sedari tadi terpaku, dan sibuk dengan pikiran masing masing.

“Pak Dodi serius? Gak salah orang?” tanyaku tak percaya.

“Tapi kami hanya menikah selama tiga bulan, dan dia sama sekali belum pernah aku sentuh.” Lirihnya.

“Eh, entar aja curhatnya, si kunti ngeliat kesini mulu.” Sewot Kak Sumi.

“Setuju, sekarang makan aja dulu. Anggap aja mereka jin tomang, yang gak keliatan. Pak Dod, jangan gugup dong, bersikap biasa aja!” seruku.

“WOKEEHH!!!” teriak Pak Dodi dengan suara lantang sehingga banyak pengunjung yang memperhatikan kami, tak sedikit juga yang terkejut mendengar teriakan Pak Dodi termasuk Aku dan Kak Sumi. Lalu kami bertiga tertawa bersama.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Harini
mungkin ini pengalaman pribadi dari author nya kali ya
goodnovel comment avatar
Hersa Hersa
murti tolol bin bodoh ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status