Share

Sukses Usai Diselingkuhi
Sukses Usai Diselingkuhi
Author: Maya Har

Bab 1 Pengkhianatan

"Mas, pulang sana! Kasihan istrimu nanti menunggu." Nela mendorong pelan lengan lelaki yang menjalin hubungan terlarang dengannya.

"Biarkan sajalah, Nel! Aku masih ingin di sini." Wiguna terlihat malas-malasan. Ia engan beranjak pergi.

"Memangnya istrimu ga curiga sering pulang malam?" Gadis berwajah oval itu menunggu jawaban.

"Dia terlalu percaya padaku. Jadi, ga mungkin dia curiga," sahut Wiguna yakin.

"Hem, kalau aku di posisi istrimu sudah pasti aku teror kamu buat lekas pulang." Nela memberi pendapat.

"Ah, sayangnya kamu belum jadi istriku." 

Mendengar jawaban sang kekasih, perempuan berusia dua puluh lima tahun itu memasamkan wajah, menarik simpati lelaki yang telah memiliki dua anak itu. Menjadi perempuan kedua dalam kehidupan Wiguna Putra membuat Nela harus menebalkan muka.

Anggapan sebagai pelakor sudah biasa disematkan padanya. Ia tak peduli. Baginya, siapa pun lelaki yamg mencintainya, ia akan rela untuk dijadikan yanng kedua atau jika perlu memyingkirkan istri pertama.

"Jangan cemberut, dong! Jelek tahu!" Lelaki bermanik hitam itu membujuk.

"Aku ingin kita segera menikah, Mas."

"Sabar, ya, Sayang."

"Sampai kapan?"

"Aku masih mencari waktu yang tepat untuk bicara dengan Hilma, tapi, tenang saja, Mas jamin kamu akan menjadi istriku juga."

Nela menyunggingkan senyum, untuk awalan tak apa menjadi istri kedua, selanjutnya ia akan menyingkirkan Hilma dalam hati Wiguna, setelah itu akan menguasai sepenuhnya.

Ia tertawa dalam hati, begitu mudah ternyata menjadi Nyonya Wiguna. 

Setelah rencananya berhasil, ia akan selalu memperhatikan suaminya selama 24 jam. Kesuksesan yang dimiliki lelaki berambut ikal itu membuat banyak kaum hawa yang mengincarnya. 

Ia kadang berpikir jika Hilma terlalu bodoh percaya seratus persen pada sang suami. Dimanapun lelaki sama saja tabiatnya, mudah tergoda hanya dengan diperlihatkan belahan dada atau senyum menggoda.

Suara live music yang menyanyikan lagu pop membuat suasana semakin tenang. Beberapa pengunjung terlihat menikmati makanan, diiringi suara merdu dari sang penyanyi.

Nela merupakan salah satu penyanyi yang telah tampil untuk menghibur para tamu.

Enam bulan lalu mereka berkenalan ketika Guna mengadakan acara kantor di cafe yang berada di kawasan kuningan tersebut.

Terpesona dengan kecantikan dan suara merdu mendayu juga merasa nyaman, membuat lelaki yang memiliki toko bangunan itu melakukan pendekatan.

Hampir setiap hari mereka bertemu, mengobrol, bersenda gurau atau sekedar bersenang-senang menghilangkan penat setelah seharian bekerja, bahkan hanya menemani Nela yang bekerja di cafe tersebut sebagai penyanyi. 

"Aku tunggu kabar baik itu, Mas!" sahut Nela menekankan janji yang telah diucapkan kekasihnya.

Wiguna mengangguk, satu tangannya meraih rambut sang perempuan yang terurai ke depan, lalu menyematkannya di belakang telinga.

"Tentu saja, Sayang! Akupun ingin segera memilikimu."

Keduanya saling pandang dengan tatapan penuh cinta.

Tanpa disadari mereka, ada sepasang mata yang mengawasi dengan tatapan tidak suka. 

***

Tring!

Sebuah pesan membuat Hilma menoleh. Ia mengembangkan senyum, mengira jika yang menghubungi adalah suaminya.

Gegas ia mengambil ponsel dengan casing ungu muda di atas meja, lalu menekan aplikasi berwarna hijau dan langsung mencari nama sang suami yang di tulis 'My Hubby.' 

Wajahnya terlihat kecewa ketika pesan tersebut bukan dari sang suami. Akan tetapi, ia juga sedikit terhibur karena temannya yang menghubungi. Hilma langsung membuka pesan tersebut dengan gembira.

Namun, wajahnya langsung berubah muram ketika melihat video yang dikirim. Jantungnya berpacu cepat dengan tubuh yang mulai gemetar. Ia mempertajam pengelihatan, hendak meyakinkan diri jika yang dilihatnya tidak salah. Satu pesan masuk kembali dari Virda.

"Hilma, itu Guna, kan? Suamimu!" tanya Virda.

Hilma masih terdiam, kembali melihat layar yang menampilkan seorang lelaki duduk di sofa dengan perempuan yang penampilannya terlihat sedikit terbuka.

Memakai dress selutut dengan belahan dada agak turun ke bawah dan tanpa lengan. Keduanya terlihat mengobrol sambil tertawa dan sesekali saling menyentuh dengan mesra.

Seketika, Hilma merasa tubuhnya bagai dihempaskan dari ketinggian, memompa jantung lebih cepat dengan tulang-tulang yang serasa lemas. Kedua matanya mulai berkaca-kaca, hatinya berdesir tak karuan.

Mendapati seorang suami yang dinanti kepulangannya ternyata sedang bersama perempuan lain. Seperti ada yang tengah mengoyak daging yang ada di dadanya. Sakit. Suara dering ponsel menyadarkannya dari kebisuan.

"Halo! Hilma, kamu baik-baik saja?" tanya Virda ketika panggilan telepon diangkat. 

Hilma ingin menjawab, tetapi dadanya semakin sesak, airmatanya semakin deras mengalir. Ia terisak berusaha sedikit meredam suaranya. Namun, tangisan itu masih terdengar oleh sahabatnya.

"Hilma, aku ke sana sekarang!" Tanpa menunggu jawaban, Virda langsung mematikan panggilan dan bergegas ke rumah Hilma.

Sementara itu, Hilma semakin terisak, meluapkan segala yang menyesakkan dada. Ia masih berharap semua hanyalah mimpi. Ia pun masih meyakinkan hati jika suaminya tidak mengkhianatinya. 

"Hilma, kamu ngapain? Kenapa nangis?" tanya Yana yang baru menuruni tangga. Tatapannya terlihat menyelidik, dari atas tangga ia sudah memerhatikan menantunya yang tengah bersedih.

"Eh, Ibu." Sigap kedua tangan putih itu mengusap airmatanya, kemudian menampilkan senyum sambil menggeleng. "Ga apa-apa, Bu," jawabnya.

"Ga ada apa-apa, kok, nangis!"

"Ta-tadi cuma keingetan almarhum ibu saja."

"Orang sudah meninggal jangan ditangisi. Tapi didoakan."

"Iya, Bu."

"Udahlah, daripada nangis mending kamu bikinin Ibu mie telor pake cabe!" titah Yana sambil berlalu ke ruang televisi.

"Baik, Bu," sahut Hilma menahan kemelut hatinya.

Ia tak ingin mertuanya mengetahui hal buruk yang tengah dialami. Sebelum mencari kebenaran lebih lanjut, ia akan menutupi yang tengah terjadi. Lagipula hubungan dengan ibu mertuanya sedikit renggang. Hilma hanya khawatir hal itu akan memperkeruh keadaan. 

"Bikinin aku juga, Mbak! Pake telornya dua!"

Tanti yang baru menuruni tangga ikut memberi pesanan. Adik ipar yang baru diterima bekerja di perusahaan jasa internet itu terlihat menguap dengan rambut berantakan.

"Kamu mending makan nasi aja, Tan! Tadi, kan, belum makan malam."

Hilma mencoba mengingatkan Tanti yang tertidur sejak sore.

"Engga, ah, Mbak. Lagi pengen makan mie!" sanggah Tanti acuh tak acuh.

"Nanti kamu bisa sakit, Tan. Perut kosong langsung makan mie."

"Aduh, Mbak, minta tolong bikin mie aja ribet banget, sih! Perut-perut aku, ya terserah dong mau diisi apaan."

"Mbak, kan, hanya mengingatkan, Tan."

"Kenapa, sih, pada ribut aja!" Yana melerai perdebatan. "Udahlah, Hilma, kamu bikinin aja apa yang dipengen Tanti," perintah Yana.

"Tuh, dengerin!" Tanti bersungut lalu berjalan menuju ibunya yang sedang menonton sinetron.

Hilma hanya menggeleng melihat kelakuan keluarga dari suaminya. Semenjak menikah, sikap keduanya tak pernah berubah. Namun, Hilma tak mempersoalkan.

Ia selalu berusaha bersabar dan menerima. Meski jarak terpisah jauh, ia pun selalu menginggatkan suami untuk memenuhi segala kebutuhan ibu dan adik suaminya di kampung.

Hanya saja sudah dua bulan mereka meminta tinggal di Jakarta. Dan ia harus bisa memaklumi segala sikap yang ditunjukkan Yana dan Tanti.

"Bu, Mas Guna kapan bawa Kak Nela ke sini?" tanya Tanti kepada ibunya yang sedang asik menonton Ikatan Cinta.

Mendengar nama perempuan lain anaknya disebut membuatnya tersentak kemudian melotot kepada anak perempuan satu-satunya itu sambil meletakkan telunjuk jari di bibir. Ia lalu menengok ke arah dapur, memastikan Hillma tak mendengar ucapan Tanti.

"Kamu bicaranya jangan keras-keras. Nanti kedengaran Hilma." Yana memberi saran dengan wajah kesal. 

"Biarin aja, sih, Bu. Lama-lama juga, kan, pasti tahu."

"Ya itu pasti, tapi yang penting jangan dari kita."

"Terserah Ibu, deh! Aku, sih, pokoknya mendukung kalau Mas Guna mau nikah lagi. Aku lebih cocok sama Mbak Nela daripada perempuan ga jelas asal-usulnya itu," ungkap Tanti meremehkan.

Tanpa mereka sadari Hilma telah berdiri di belakang dengan memegang nampan berisi dua mangkuk mie.

"Jadi ..., kalian tahu kalau Mas Guna memiliki perempuan lain?" tanya Hilma yang membuat kedua orang di depannya menoleh dengan mata membulat dan mulut menganga. 

***

Comments (2)
goodnovel comment avatar
juan effendi
jgn baca....ntar dua tahun ga habis habis...bikin keki aja
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
jadi babu kayaknya pantas utk wanita yg diam aja ketika g dihargai.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status