“Kau mencintaiku kan, Scarlett?” tanya seorang laki-laki berumur dua puluhan pada seorang wanita yang tampak berninar-binar di hadapannya.
“Ya, sangat mencintaimu,” jawab pemilik rambut cokelat gelap sebahu itu.
Tak butuh waktu lama bagi keduanya untuk mulai saling melabuhkan bibir. Semula pelan, lambat laun berubah menjadi menggebu-gebu. Angin musim panas yang membawa hawa gerah seolah tidak mempengaruhi mereka untuk saling memagut.
Scarlett Delillah merasa tubuhnya melayang ketika Regis Mondru memindahnya ke ranjang sedikit sempit sehingga menimbulkan lesakkan dan decitan begitu dua tubuh yang saling timpang tindih itu menempel kasur.
“Kalau begitu, aku mau melakukannya denganmu sekarang.” Suara Regis membentur daun telinga Scarlett.
Meski jalinan asmara mereka masih seumur jagung, tetapi karena sangat mencintai laki-laki yang berprofesi sebagai pengemudi monster truck tersebut, Scarlett rela melepas mahkotanya. Berhubung belum memiliki pengalaman, ia mulai merasa takut saat Regis sudah menurunkan ciuman itu ke leher, berikutnya membuang semua yang melekat pada diri Scarlett.
Wanita itu berubah gemetaran ketika Regis sudah meloloskan bagian dari dirinya sendiri lalu tersenyum. Baru Scarlett sadari, itu merupakan jenis senyum yang tidak sampai ke mata laki-laki tersebut, sehingga terkesan menakutkan.
“Kau sangat seksi, Scarlett,” ucap laki-laki itu lalu mulai mengarahkan sesuatu ke permukaan lipatan tubuh Scarlett yang lembut.
“Regis, tunggu sebentar,” sergah Scarlett semakin gemetaran. “Tu-tunggu. Aku rasa, aku masih belum siap.” Wanita itu mencoba mendorong dada Regis akan tetapi laki-laki itu mengabaikannya. “Regis! Berhenti! Berhenti! Aku mohon! Aku belum siap!”
“Ck! Berhentilah merengek, Scarlett! Ini tidak akan lama!”
“Aarrgghhhh! Sakit! Itu sakit! Berhenti sekarang!” Scarlett menjerit keras ketika merasakan sesuatu yang melesak ke dalam tubuhnya, seolah membelahnya menjadi dua. Namun, Regis yang sudah dilanda gairah membara tidak memedulikan jeritan Scarlett dan bergerak semakin liar dan liar. Lalu menumpahkan semuanya pada diri Scarlett yang menangis keras.
Jujur saja kejadian itu begitu membuat Scarlett menjadi pengidap sexophobia. Apalagi ketika Regis terus memintanya melakukan hal tersebut. Wanita itu selalu menolak. Karena hal itulah Regis yang semula lembut berubah kasar, yang semula perhatian berubah dingin dan mengabaikan Scarlett. Hingga sebulan berlalu dan malapetaka itu terjadi.
Di saat baru saja mengetahui dirinya tengah hamil, Scatlett mendatangi Regis di apartemennya. Namun, betapa terkejutnya ia mendapati seorang wanita tengah pasrah di bawah kungkungan Regis yang bergerak seduktif untuk wanita itu.
Scarlett menjerit marah dan mengacaukan pergulatan dua orang tersebut. Wanita selingkuhan laki-laki brunette itu pergi tanpa memiliki rasa malu usai mengenakan pakaian kurang bahannya. Namun, apa yang Regis katakan?
“Kau tidak mau melakukannya denganku lagi. Jadi apa masalahnya kalau aku mencari wanita lain?”
Plak!
Satu tamparan keras mendarat di pipi Regis. “Aku hamil! Dan kau malah berkelakuan seperti sampah! Dasar sialan!” maki Scarlett sambil melempar lima testpack yang sudah digunakannya dan menunjukkan garis dua semua ke Regis.
“Gugurkan saja! Itu masih belum bernyawa! Kita masih muda Scarlett. Aku masih ingin bersenang-senang.”
Hati Scarlett hancur berkeping-keping. Memamg benar ucapan Regis. Ia masih berumur dua puluh tahun. Masih harus menyelesaikan kuliahnya usai musim panas berakhir. Lalu bagaimana sekarang bila ia hamil? Cuti?
Dibutakan oleh kebencian, Scarlett melakukan sebuah manipulasi. Satu-satunya sahabat yang ia miliki menjadi alibinya untuk mencoba membunuh Regis. Sayangnya, semua berjalan tidak mulus karena bukan Regis yang celaka, melaikan ayah dari sahabatnya.
Polisi mendatangi rumah keluarga Delillah dan akan menjebloskan Scarlett ke penjara tetapi korban dari ulah manipulasinya membebaskan wanita itu dari tuduhan. Semua tidak lantas membaik. Regis beserta seluruh keluarga laki-laki itu semakin membencinya. Lalu dalam keadaan terpuruk, ayahnya berkata, “Mulai sekarang, kau bukan anakku lagi. Pergi dari rumahku! Aku tidak ingin melihatmu lagi selamanya!”
Tekanan pekerjaan akan surut kalau jasmani dan rohani kita terpuaskan—William Molchior_____________________________________________ Tet tet tet Scarlett Delillah kontan membuka kedua matanya dengan napas memburu. Mimpi itu lagi, pikirnya lantas mengembuskan napas sebelum memanjangkan tangan untuk meraih beker di nakas lalu mematikan benda tersebut. Wanita bersurai sepunggung itu mencoba duduk. Rambutnya yang turun ia seka sambil memegangi dadanya yang berdegub kencang. Pendingin udara tidak bisa mencegah keringat dingin mengalir di sekujur pelipis dan punggungnya yang ia usap setelahnya. Itu sudah lama. Wajah papa yang murka itu sudah lama, batin Scarlett. Mencoba menenangkan diri dengan menyuntikkan kata-kata positif sehingga pagi harinya yang sibuk seperti biasanya tidak akan
Aku hanya sangat menjunjung tinggi emansipasi wanita yang ingin mendekati pria—William Molchior___________________________________________ Musim semi di malam hari selalu menjadi yang terbaik. Cuaca itulah yang membuat kapal pesiar tidak terlalu besar tempat perayaan anniversary kedua bagi sahabat Scarlett berlayar tenang di sungai Hudson kota New York. Sembari menggendong Jenna, ia mengintip dari balik dapur dan melihat maître d berdiri di bagian pintu penghubung antar rooftop dan lantai ke dua bagian kapal. Menyambut para tamu dengan kode pakaian ungu dan tuksedo hitam. Lalu cepat-cepat tangan Scarlett yang bebas mengkomando para pegawainya untuk bersiap-siap. “Apa kue-kue pertama sudah mata
Bukankah meminta maaf pada mantan kekasih lebih melegakan sebelum menikah?—Regis Mondru______________________________________________ William Molchior menyipitkan mata ketika membaca tulisan pada kartu nama Bake Me Up untuk menghalau semilir angin yang menerpanya. Setelah dipikir-pikir, kartu nama itu juga tidak terlalu bisa diandalkan. Bagaimana jika Scarlett Delillah tidak bekerja di sana? Bisa saja bukan, seseorang dimintai tolong untuk mempromosikan sesuatu? Scarlett dan toko roti itu mungkin salah satu contoh nyata. Memasukkan kartu nama itu kembali ke saku celana, sekali lagi kedua manik hijau zambrutnya berpendar ke seluruh rooftop kapal. Acara ulang tahun pernikahan ini sudah dimulai. Namun, batang hidung Scarllet tidak muncul di mana pun. Pada saat keputusasaan menderap pelan dibahu
Wanita yang sudah didapat itu semakin menarik—William Molchior_________________________________________________Seperti biasa, toko roti Bake Me Up lumayan sibuk di akhir pekan. Ditambah Scarlett sudah berhasil menyebar kartu nama dan mendapat respons positif dari para tamu undangan anniversarry sahabatnya, saat ini ia menjadi kebanjiran pesanan.Wanita Asia dan temannya juga datang. Belum lagi akhir pekan kelompok bermain Jenna libur, mau tak mau Scarlett harus membawa putri semata wayangnya ke toko. Biasanya ia meminta bantuan para pegawai yang tidak sibuk untuk menjaga Jenna. Sebenarnya, di ruangan Scarlett ada sebuah pagar bayi yang tidak terlalu luas akan tetapi cukup untuk arena bermain Jenna. Namun, karena saat ini tidak ada satu pun pegawai yang senggang untuk mengawaso, ia terpaksa menggendong Jenna ke
Aku harus menepikan egoku, meski rasa sakit itu selalu berusaha menelan tubuhku hidup-hidup—Scarlett Delillah______________________________________________Usai mengakhiri goresan tinta yang ia bubuhkan pada beberapa proposal, William memutar kursi kerjanya menghadap dinding kaca ruangannya yang berada di lantai empat. Kedua lengan pria itu ditekuk ke belakang untuk menopang kepalanya dengan posisi punggung menempel di sandaran kursi. Sepasang iris hijau William mengamati lanskap kota Phoenix pada musim semi serta orang-orang yang memadati promenade bertabur sinar mentari.Otak William berusaha keras mencerna perkataan Mia tempo hari tentang Scarlett. Mencoba mereka-reka segala kemungkinan yang terjadi. Padahal seharusnya ia tidak memedulikan perkara tidak penting ini dan langsung beralih ke wanita lain yang jauh lebih
Jelas ada saja batu-batu atau lintasan terjal yang harus dilalui—Regis Mondru_____________________________________Regis Mondru melilitkan kostum tim The Crusher Hell di pinggangnya. Satu tangannya menyelipkan rokok yang sudah tersulut di antara bibir dan tangan yang lain meraih ransel lalu menentengnya di bahu kanan. Sambil menyapa beberapa kru yang berkemas, ia berjalan keluar garasi.Ketika kedua kaki yang membawa langkah serta tubuh Regis baru menginjak tanah berdebu, Jared King menyapa, “Hei, Dude. Apa kau sudah mau berangkat ke pesta Bellen?”“Iya, aku harus segera ke sana. Bellen mau mengenalkanku pada kakaknya,” jawab pria bertindik satu di telinganya itu tanpa menoleh Jared sebab sedang membuka pintu mobil samping kemudi, melempar ransel di kursi sebelah dan menjatuhkan tubuhnya di kursi berkendara Bugatti la Voiture Noire doff edisi terbatasnya.Dari depan garasi, Jared berjalan m
People should be able to say how they feelHow they really feelNot some words that some strangers put in their mouths—500 Days of Summer______________________________________________“Ms. Delillah, apa yang terjadi?” William panik dan bertanya sembari mengikuti Scarlett yang terburu-buru keluar elevator.Wanita itu menunduk sambil berusaha mengusap kasar air matanya menggunakan punggung tangan kiri. Sungguh, ia tidak berharap bertemu siapa pun sekarang, termasuk William sekalipun. Ia hanya berencana kembali ke mobil dan menenangkan diri selama beberapa saat sebelum menjemput Jenna. Bukan untuk meladeni William. Jadi, Scarlett mempercepat langkahnya tetapi penuh kehati-hatian menuju mobilnya.“Ms. Delillah. Tunggu sebentar,” sergah pria itu yang kini sudah menghadang jalan Scarlett.Wanita dengan balutan pakaian serbamerah muda tersebut berusaha melangkah ke kanan dan kiri, tetapi W
Apakah mereka tidak tahu bahwa kenyataan yang disembunyikan setengah-setengah selalu mampu memicu ketertarikan manusia untuk menguliknya hingga tuntas?—William Molchior______________________________________________“Dom, boleh aku bicara dengan Mia?”Sepeninggalan Scarlett, William yang dilingkupi suasana tak nyaman pada hati serta pikirannya dan masih bertahan di mobil pun akhirnya memutuskan menelepon kakak laki-lakinya untuk bertanya tentang Scarlett pada Mia. Beruntung, Dominic cepat mengangkat telepon.“Apa yang ingin kau bahas dengan istriku malam-malam seperti ini, Will?” Dominic balik bertanya dengan nada rendah. Menimbulkan decak sebal dari indra pengecap William. Rupanya, ini bukan hanya sekadar keberuntungan. Melainkan permulaan pertarungan sebelum memenangkan dan mendapatkan apa yang ia inginkan. Yakni, informasi akurat perihal Scarlett.“Ayolah, Dom.