Selamat datang di chapter 23Tinggalkan jejak dengan vote dan komenTandai jika ada typoThanksBut before you read this chapter, I wanna tell you something. Chapter ini dibuat semata-mata untuk hiburan belaka. Tidak ada sangkut-pautnya dalam kehidupan nyata.Dan kenapa harus ada warning 21+?Karena selain adegan, latar belakang cerita ini juga di New York. Yang kita ketahui di sana sangatlah bebas. Maksud saya, bebas berpikir, mengutarakan pendapat, maupun menjalin hubungan. Tidak tabu dengan hal berbau hubungan badan sebelum pernikahan. Itu hal yang sangat wajar di sana. Malah orang-orang berselogan “Kau harus mencoba sebelum membeli” terhadap seks. Terhadap tinggal bersama. Mereka juga memiliki pendapat “Bagaimana kalau masih pacaran saja tinggal bersama sifatnya sudah begini? Apakah nanti bisa cocok untuk pernikahan? Makanya harus dicoba dulu kan? Siapa tau nyaman, atau siapa tau nggak nyaman.”Yah, intinya, selamat membaca teman-temanSemoga suka dan terhibur yaNggak usah dipiki
Selamat datang di chapter 24Tinggalkan jejak dengan vote dan komenTandai jika ada typoThanksHappy reading everybodyHope you like it❤️❤️❤️____________________________________________________It’s too cheesyBut it would be also not if you’re falling in loveYou wouldn’t care of everything around the both of you—Second Virgin____________________________________________________“Wah ... wah ... wah ..., apa ini, Boss?” celetuk Hillary Fin ketika melihat Scarlett masuk Bake Me Up dari pintu depan dan menerobos gerombolan pembeli yang mengantre whoopie pie marshmallow.“Apa, Hill?” Scarlett berbalik tanya lantaran bingung.“Kau tampak berbeda. Lebih shining, simmering, splendid,” goda Hillary yang semula berkacak pinggang, kini dengan wajah berseri-seri mengitari Scarlett sembari meneliti bosnya dari atas hingga bawah dan menemukan sesuatu yang berbeda.Selain riasan yang memudar, bosnya memang masih mengenakan pakaian yang sama, tetapi auranya jelas berbeda. Tadi pagi, aura Scarl
“Kau mencintaiku kan, Scarlett?” tanya seorang laki-laki berumur dua puluhan pada seorang wanita yang tampak berninar-binar di hadapannya. “Ya, sangat mencintaimu,” jawab pemilik rambut cokelat gelap sebahu itu. Tak butuh waktu lama bagi keduanya untuk mulai saling melabuhkan bibir. Semula pelan, lambat laun berubah menjadi menggebu-gebu. Angin musim panas yang membawa hawa gerah seolah tidak mempengaruhi mereka untuk saling memagut. Scarlett Delillah merasa tubuhnya melayang ketika Regis Mondru memindahnya ke ranjang sedikit sempit sehingga menimbulkan lesakkan dan decitan begitu dua tubuh yang saling timpang tindih itu menempel kasur. “Kalau begitu, aku mau melakukannya denganmu sekarang.” Suara Regis membentur daun telinga Scarlett. Meski jalinan asmara mereka masih seumur jagung, te
Tekanan pekerjaan akan surut kalau jasmani dan rohani kita terpuaskan—William Molchior_____________________________________________ Tet tet tet Scarlett Delillah kontan membuka kedua matanya dengan napas memburu. Mimpi itu lagi, pikirnya lantas mengembuskan napas sebelum memanjangkan tangan untuk meraih beker di nakas lalu mematikan benda tersebut. Wanita bersurai sepunggung itu mencoba duduk. Rambutnya yang turun ia seka sambil memegangi dadanya yang berdegub kencang. Pendingin udara tidak bisa mencegah keringat dingin mengalir di sekujur pelipis dan punggungnya yang ia usap setelahnya. Itu sudah lama. Wajah papa yang murka itu sudah lama, batin Scarlett. Mencoba menenangkan diri dengan menyuntikkan kata-kata positif sehingga pagi harinya yang sibuk seperti biasanya tidak akan
Aku hanya sangat menjunjung tinggi emansipasi wanita yang ingin mendekati pria—William Molchior___________________________________________ Musim semi di malam hari selalu menjadi yang terbaik. Cuaca itulah yang membuat kapal pesiar tidak terlalu besar tempat perayaan anniversary kedua bagi sahabat Scarlett berlayar tenang di sungai Hudson kota New York. Sembari menggendong Jenna, ia mengintip dari balik dapur dan melihat maître d berdiri di bagian pintu penghubung antar rooftop dan lantai ke dua bagian kapal. Menyambut para tamu dengan kode pakaian ungu dan tuksedo hitam. Lalu cepat-cepat tangan Scarlett yang bebas mengkomando para pegawainya untuk bersiap-siap. “Apa kue-kue pertama sudah mata
Bukankah meminta maaf pada mantan kekasih lebih melegakan sebelum menikah?—Regis Mondru______________________________________________ William Molchior menyipitkan mata ketika membaca tulisan pada kartu nama Bake Me Up untuk menghalau semilir angin yang menerpanya. Setelah dipikir-pikir, kartu nama itu juga tidak terlalu bisa diandalkan. Bagaimana jika Scarlett Delillah tidak bekerja di sana? Bisa saja bukan, seseorang dimintai tolong untuk mempromosikan sesuatu? Scarlett dan toko roti itu mungkin salah satu contoh nyata. Memasukkan kartu nama itu kembali ke saku celana, sekali lagi kedua manik hijau zambrutnya berpendar ke seluruh rooftop kapal. Acara ulang tahun pernikahan ini sudah dimulai. Namun, batang hidung Scarllet tidak muncul di mana pun. Pada saat keputusasaan menderap pelan dibahu
Wanita yang sudah didapat itu semakin menarik—William Molchior_________________________________________________Seperti biasa, toko roti Bake Me Up lumayan sibuk di akhir pekan. Ditambah Scarlett sudah berhasil menyebar kartu nama dan mendapat respons positif dari para tamu undangan anniversarry sahabatnya, saat ini ia menjadi kebanjiran pesanan.Wanita Asia dan temannya juga datang. Belum lagi akhir pekan kelompok bermain Jenna libur, mau tak mau Scarlett harus membawa putri semata wayangnya ke toko. Biasanya ia meminta bantuan para pegawai yang tidak sibuk untuk menjaga Jenna. Sebenarnya, di ruangan Scarlett ada sebuah pagar bayi yang tidak terlalu luas akan tetapi cukup untuk arena bermain Jenna. Namun, karena saat ini tidak ada satu pun pegawai yang senggang untuk mengawaso, ia terpaksa menggendong Jenna ke
Aku harus menepikan egoku, meski rasa sakit itu selalu berusaha menelan tubuhku hidup-hidup—Scarlett Delillah______________________________________________Usai mengakhiri goresan tinta yang ia bubuhkan pada beberapa proposal, William memutar kursi kerjanya menghadap dinding kaca ruangannya yang berada di lantai empat. Kedua lengan pria itu ditekuk ke belakang untuk menopang kepalanya dengan posisi punggung menempel di sandaran kursi. Sepasang iris hijau William mengamati lanskap kota Phoenix pada musim semi serta orang-orang yang memadati promenade bertabur sinar mentari.Otak William berusaha keras mencerna perkataan Mia tempo hari tentang Scarlett. Mencoba mereka-reka segala kemungkinan yang terjadi. Padahal seharusnya ia tidak memedulikan perkara tidak penting ini dan langsung beralih ke wanita lain yang jauh lebih