Share

SEBATAS ISTRI FIGURAN
SEBATAS ISTRI FIGURAN
Penulis: Sheila FR

1. Pertengkaran

"Sudah ku bilang jangan terlalu dekat dengannya!" Teriakan seorang perempuan dari dalam sebuah kamar terdengar begitu menggema sampai ke luar, membuat seorang wanita yang hendak mengetuk pintu mengurungkan niatnya. Ia memilih diam untuk mencuri dengar apa yang tengah sepasang manusia yang ada di dalam tersebut perdebatkan.

"Jangan egois, Fika!" Teriakan si lelaki pun tak kalah nyaringnya dari perempuan yang di panggilnya Fika itu.

"Pokoknya aku gak mau kamu dekat dengan wanita itu, Arfan!" Kekeuh Fika 

"Untuk apa kau memintaku menikah dengannya, jika kau melarang aku dekat dengan dia?" Tanya Arfan yang sudah melunakkan suaranya

"Aku memang memintamu menikah dengan dia, tapi bukan berarti aku mau melihat kamu bermesraan dengan wanita itu, Arfan. Mengertilah, aku sakit melihat kalian begitu dekat!" Kata wanita yang bernama Fika itu dengan lirih sambil terduduk lesu di pinggir tempat tidur dengan air mata yang mengalir dengan derasnya

"Maumu apa, Fika? Kamu mau aku gimana? Aku pusing hampir setiap saat bertengkar dan semua berhubungan dengan Hilmi!" Arvan ikut duduk di pinggir ranjang dengan mengusap kasar wajahnya.

"Ya, semua ini gara-gara wanita itu. Kita sering bertengkar setelah kehadirannya!" Suara Fika kembali menggelegar bahkan menatap nyalang ke arah pintu seolah dirinya melihat Hilmi di sana.

"Jangan menyalahkan dia, kamu sendiri yang memaksanya menikah denganku!" Sanggah Arfan akan tuduhan Fika kepada wanita yang sejak tadi mereka sebut-sebut namanya.

"Aku ingin anak dari keturunanmu, Arfan. Ini semua juga karena keluargamu yang selalu menuntut cucu dari kita. Sedangkan aku, kamu tahu sendiri aku mandul, Fan." Kata Fika dengan sendu. 

"Kalau memang mau keturunan dari darah dagingku, ya jangan halangi aku untuk mengenal lebih jauh dengan Hilmi,"

"Tidak akan ku biarkan, Arfan!" Ujar Fika dengan tatapan sinis.

Arfan menggelengkan kepalanya, lelaki itu membuang napas kasar, "Kau aneh, Fika. Kau perempuan aneh. Bagaimana Hilmi bisa hamil kalau aku saja kau larang untuk menyentuhnya,"

Air mata sudah mengalir deras di pipi wanita yang berada di balik pintu di depan kamar sepasang suami istri yang tengah bertengkar itu. Dadanya terasa amat sakit, saat dirinya disalahkan atas pertengkaran yang terjadi pada mereka. Ya, wanita itu adalah Hilmi, istri kedua Arfan semenjak empat bulan yang lalu.

Kenapa takdir begitu jahat kepadanya? Takdir membuatnya menjadi seorang istri kedua, yang membuat beribu hinaan terlontar untuknya. Seandainya ada pilihan, tentu tak mungkin ia mau menjadi istri kedua. Demi adik, keluarga satu-satunya yang dimiliki Hilmi kini tengah terbaring di rumah sakit dan membutuhkan biaya besar, sehingga Hilmi mau menjadi istri kedua dengan balasan semua pengobatan adiknya di tanggung oleh Fika. Namun, sampai detik ini, Rian -- adik Hilmi -- belum juga sadar dari komanya. Sudah empat bulan lebih Rian terbaring koma akibat kecelakaan yang menimpanya.

Tadinya, Hilmi ingin meminta izin kepada Arfan untuk menjenguk adiknya di rumah sakit. Namun, mendengar pertengkaran tadi Hilmi mengurungkan niatnya dan menunda hingga Arfan sendiri yang keluar dai kamar tersebut.

Seraya menunggu Arfan keluar, Hilmi memilih berdiam diri di kamarnya yang berada di lantai bawah sambil menghubungi pihak rumah sakit bahwa dirinya akan datang nanti malam.

Hilmi merenungi nasibnya yang dipikirnya selalu menderita. Ia menjadi yatim piatu sejak usianya lima belas tahun dan sang adik baru berusia tujuh tahun. Dari sekian nasib buruk yang terjadi padanya, tak pernah ia menduga bahwa dirinya akan memiliki nasib menjadi orang ketiga dalam rumah tangga orang.

Makan malam tiba, pelayan memanggil para majikannya untuk melaksanakan makan malam. Fika, Hilmi dan Arfan kini sudah ada di meja makan. Seperti biasa, Fika melarang Hilmi untuk melayani suami mereka seolah-olah Hilmi hanya orang asing yang tak boleh ikut campur dalam hal urus mengurus Arfan.

"Apa gunanya aku disini?" Gumam Hilmi dalam hati berusaha menahan rasa perih di hatinya.

"Mas, aku izin mau menjenguk adikku malam ini, dan aku akan menginap di rumah sakit," pamit Hilmi setelah menyelesaikan makannya.

"Boleh. Tunggu mas ambil kunci mobil dulu, ya. Mas yang akan ngantarin kamu,"

"Iya, Mas," jawab Hilmi seraya mengangguk.

"Nggak usah! Mas Arfan temani aku ajah ke rumah mama, aku kangen mama," Fika menyahuti perkataan Arfan dan melarang suami mereka untuk mengantar Hilmi.

"Kalau mau ke rumah mama, nanti setelah aku mengantar Hilmi. Lagian ini udah malam, kalau naik taksi aku takut Hilmi kenapa-kenapa," jawab Arfan menunjukkan kekhawatirannya kepada istri keduanya.

"Mas, kamu mengkhawatirkannya? Kamu berani menolak keinginanku demi wanita itu?" air mata menetes dari manik coklat milik Fika, karena memang sejujurnya Fika merupakan tipe wanita pencemburu berat.

"Sudahlah, Fika. Jagan egois, Hilmi juga tanggung jawabku."

Arfan meraih tangan Hilmi dan membawanya ke luar menuju mobil yang ada di garasi.

"Mas, Mas Arfan jangan pergi! Aku gak ngizinin kamu pergi, Mas!"

Teriakan Fika tak di hiraukan oleh Arvan. Ia memilih terus melangkah ke luar ruangan guna mengantar istri mudanya ke rumah sakit.

"Mas, nggak usah antar aku. Aku bisa pesan taksi online kok," Kata Hilmi yang merasa tak enak hati dengan Fika, kakak madunya.

"Nggak usah hiraukan si Fika, aku hanya ingin menjadi suami yang adil buat kalian,"

"Tapi, Mas ...."

"Udah, yuk masuk!" kata Arfan setelah mengeluarkan mobil dari garasi.

Setibanya di rumah sakit, mereka melangkah beriringan menuju kamar rawat Rian. Sesampainya disana mereka bertemu dengan suster yang memang di tugaskan menjaga Rian saat tidak ada keluarga yang menjaga lelaki tujuh belas tahun tersebut.

Keduanya duduk di sofa yang ada di ruangan rawat tersebut. Ya, beginilah mereka menjenguk Rian, hanya diam karena pasien masih belum juga sadarkan diri.

"Mas nggak pulang?" tanya Hilmi yang melihat suaminya masih anteng duduk di sampingnya.

"Bentar lagi,"

"Hilmi,"

"Ya, Mas?"

"Mas minta maaf sudah sering nyakitin kamu selama ini. Maaf juga selama ini mas belum tuntaskan kewajiban mas sama kamu,"

Hilmi di buat terbungkam oleh perkataan Arfan. Selama ini belum pernah sekalipun Arfan meminta maaf kepada Hilmi.

"Tak apa, Mas,"

"Mas janji, akan berbuat adil kepadamu dan kepada Fika. Juga akan memberikan semua hak dan kewajiban kamu lahir batin,"

"Iya, Mas."

Bisa berkata apa Hilmi selain berkata 'iya'. Tak mungkin ia banyak protes kepada suaminya, karena ia sadar posisinya hanya istri kedua. Pun ia memilih diam karena Hilmi takut salah ucap yang menimbulkan mereka tersinggung dan akhirnya berdampak pada biaya pengobatan sang adik. Di biayai saja ia sudah syukur. Tak mungkin ia menuntut banyak hal pada keluarga yang sudah begitu berjasa dalam kelangsungan hidup sang adik. Tak apa ia tak mendapat keadilan, setidaknya pengobatan untuk orang tersayang tetap berjalan.

Telpon Arfan berbunyi pertanda ada panggilan masuk, Arfan merogoh ponsel yang ada di saku celananya dan melihat nama Fika tertera di layar ponselnya. Gegas Arfan mengangkat panggilan tersebut, tanpa basa-basi Fika langsung mengutarakan keinginannya yaitu meminta Arfan untuk segera pulang.

Setelah berpamitan kepada Hilmi, Arfan pun bergegas pulang memenuhi permintaan istri pertamanya tersebut. Hilmi hanya memandang dengan diam kepergian Arfan.

Hilmi melangkahkan kakinya mendekati brankar sang adik, ia duduk di kursi tunggal di samping tempat tidur Rian, Hilmi menggenggam tangan Rian yang terbebas dari infus.

"Re, kapan bangunnya? Mbak kangen kamu, sayang. Bangunlah! Mbak nggak punya siapa-siapa lagi selain kamu, Re. Mbak butuh kamu sebagai penguat hati mbak. Cepatlah bangun, agar mbak ada teman berjuang untuk melawan segala cobaan hidup ini. Mbak butuh kamu, Re. Mbak lelah sendirian, Dek!"

"Empat bulan lebih kamu hanya terbaring disini. Tidakkah kamu lelah, adikku? Tidakkah kamu merindukan mbakmu ini? Tidakkah kamu mengkhawatirkan mbak yang kamu tinggal tidur berkepanjangan?"

"Apakah dalam tidurmu ini kamu bertemu ayah dan ibu? Apa kamu bahagia bersama mereka sehingga kamu melupakan mbak yang sendirian disini?"

"Bangunlah, Re. Mbak kangen kamu, mbak kesepian tanpa kamu, Dek."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status