Share

Rindu Yang Terpendam Episode Tiga

Ibu yang sedang menonton TV di ruang tamu bergegas masuk ke kamarku saat mendengar tangisku pecah.

"Ada apa sayang ? Kenapa menangis ?" Tanya ibu cemas.

"Kak Evan Bu." Ucapku sambil menangis.

"Iya, kenapa dengan nak Evan? Apa yang terjadi dengannya?". Tanya ibu lagi yang terlihat semakin cemas.

Ku ceritakan semua yang baru saja ku alami, seketika ibu langsung memelukku dan mencoba menenangkanku.

"Sabar sayang, mungkin nak Evan lagi sibuk sehingga tidak bisa di hubungi, lagian belum tentu juga yang SMS kamu sepupunya nak Evan, bisa saja itu hanya orang iseng." Jawab ibu sambil mengelus rambutku.

Dengan cepat ku hapus air mataku. 

"Benar kata ibu, mungkin hanya orang iseng tapi kenapa hatiku seakan berkata kalau itulah kenyataannya."

"Kak Evan, aku menyayangimu aku tak mau kehilanganmu cukup raga kita yang berpisah jauh tapi hati kita jangan."

Semenjak saat itu nomor kak Evan tidak bisa lagi di hubungi, hingga suatu hari tidak sengaja ku bertemu dengan bunda kak Evan di salah satu minimarket.

"Zahra ?" Sapa bunda dengan lembut.

"Bunda." Bergegas ku memeluknya karena jika bertemu bunda selalu memelukku. 

"Bagaimana kabarmu nak?" tanya bunda sambil mengelus rambutku.

"Zahra baik bunda." Ku eratkan pelukanku. 

Melihat bunda rasanya ku melihat seseorang yang sangat ku rindukan. 

"Oiya Zahra, kemarin bunda bicara sama Evan katanya HP-nya jatuh entah di mana, makanya nomornya sudah tidak aktif, dia belum sempat beli yang baru karena terlalu sibuk kuliah, dia menelfon bunda menggunakan nomor Ria sepupunya."

Ada secercah harapan yang muncul di hatiku, bahagia karena ternyata HP kak Evan hanya hilang bukan karena ada yang lain, tapi di sisi lain muncul banyak pertanyaan di otakku.

"Jika memang HP-nya hanya hilang, kenapa tidak mengabariku padahal ia hafal nomorku, bahkan tak ada salam dari dia melalui bundanya".

Pusing... Aku benar-benar pusing memikirkannya.

"Kak Evan, ada apa sebenarnya? Kamu di mana, aku sangat merindukanmu? Apa kamu masih mengingatku?". Batinku.

Ku hapus air mataku dengan cepat takut bunda melihatnya.

Tujuh bulan setelah kejadian malam itu, kami benar-benar putus komunikasi. Tak ada lagi kabar darinya. Kenangan demi kenangan indah kembali muncul di benakku. Tak terasa air mataku berlinang.

"Kak Evan aku merindukanmu, aku di sini masih setia menunggumu seperti janji kita saat terakhir kali kita bertemu." 

Ku peluk erat boneka pemberiannya, hanya ini yang bisa mengobati rasa rinduku padanya hingga akhirnya akupun tertidur.

Tak ada lagi semangat untuk ke sekolah karena beban fikiran yang terlalu banyak tapi saat melihat papa yang baru pulang dari ladang hati kecilku seakan bergetar tak ingin hanya karena cinta aku menyia-nyiakan pengorbanan papa untuk menyekolahkan.

"Aku tak akan mengecewakanmu pah". batinku.

Saat sedang sarapan bersama tiba-tiba hp ibu berdering. Ada telfon dari Tante Mia adik ibu. iya mengundang kami kerumahnya karena mereka akan mengadakan syukuran atas kelulusan Kak Rayan anak pertamanya yang kini telah menjadi seorang dokter Spesialis Jantung.

"Zahra, Minggu depan kan kamu sudah libur, bagaimana kalau kita berangkat ke rumah tanteku di kota sekalian liburan di sana sambil melepas rindu dengan kakak sepupumu, siapa tau juga bisa bertemu dengan nak Evan di sana." Tanya ibu dengan sedikit hati-hati takut membuatku bersedih lagi gara-gara mengingatkanku pada kak Evan.

Ya ibu benar, mungkin di sana aku akan dapat jawaban dari semua pertanyaanku selama ini.

"Tunggu aku kak Evan, aku akan datang."

***

Seminggu sebelum keberangkatan ke kota, entah kenapa ada rasa cemas di hatiku.  Mungkin aku terlalu berharap bisa bertemu kak Evan di sana. Aku yang sebelumnya manja jadi semakin manja ke ibu dan papa.

Setiap makan aku selalu meminta papa untuk menyuapiku, ada rasa yang berbeda dari setiap suapannya dan sebelum tidur harus ada ibu di sampingku. Entahlah akupun tak mengerti mungkin aku sangat merindukan kak Evan hingga ku luapkan semua rasa itu pada orang tuaku. Hingga tiba saatnya waktu yang kami tunggu kini datang.

Pukul 07.30 kami berangkat ke kota menggunakan mobil sewaan. Tante Mia yang memintanya. Ia ingin kami nyaman saat dalam perjalanan tidak berdesak-desakan seperti di dalam bus "Carilah mobil di situ yang bisa kalian sewa, soal pembayaran nanti saya yang akan membayarnya."kata tante Mia tempo hari.

Ya, hidup tante Mia bisa di katakan beruntung bekerja di kota dan mendapatkan suami yang kaya raya membuat hidupnya langsung berubah 360 derajat. Tapi ia tak pernah melupakan ibu karena berkat bantuan ibulah tante Mia bisa sekolah hingga sarjana dan mendapatkan pekerjaan yang layak.

Saat hendak berangkat, ku buka pintu mobil bagian belakang, belum sempat aku naik tiba-tiba papa datang "Kamu duduk di bangku depan ya sayang, papa mau duduk sama ibu, biar kalau ada apa-apa papa yang akan kena duluan, papa menyayangimu nak." kata papa sambil mencium kedua pipiku.

Deg...

Hatiku tiba-tiba berdekat dengan cepat ada rasa yang tidak bisa di jelaskan. Papa yang biasanya jika naik mobil selalu ingin duduk di bangku depan karena mabuk perjalanan kini mau duduk di bangku belakang "Mungkin cuma perasaan cemasku yang berlebihan." batinku.

Sepanjang perjalanan hatiku tidak tenang, segala rasa bercampur aduk menjadi satu. Entah itu rasa cemas atau rasa rindu yang tiba-tiba menghampiriku.

"Zahra?" Panggil ibu yang tiba-tiba menyadarkanku dari lamunan.

"Iya Bu." Ku balikkan badan menghadap ke arah belakang. Entah kenapa saat melihat papa dan ibu hatiku terasa pilu.

"Nak nanti kalau sudah sampai di sana Zahra jangan sedih terus, harus nurut dengan kata tante Mia, baik-baik dengan Rayan dan Rini Ya." Kata ibu tersenyum manis.

"Kenapa ibu bicara seperti itu? Seolah-olah mereka akan meninggalkanku di sana padahal kan kita kesana hanya sebentar." Batinku.

SELAMAT DATANG DI KOTA MA******...

Akhirnya kami pun telah sampai di kota ini. Kota di mana kak Evan berada. Hatiku semakin bergetar "Ada apa ini? Mungkinkah ini pertanda baik atau malah sebaliknya?."

Ku perhatikan wajah ibu dan papa yang tertidur dengan pulas di kursi belakang. Mereka tertidur sangat nyenyak dan ku menjadi semakin takut "Kenapa begini Tuhan? Kenapa hatiku tidak bisa tenang?."

Saat hendak sampai di tujuan tepatnya di pertigaan jalan, tiba-tiba mobil yang kami kendarai di tabrak dari sisi kanan tepat di tempat duduk papa. Papa yang tertidur tiba-tiba terlempar ke arah kiri hingga berbenturan dengan ibu lalu mereka berdua terbentur ke pintu mobil. Mobil berputar dengan oleng hingga bagian belakang menabrak pembatas jalan.

Pecah sudah tangisku "Papa, ibu?" Teriakku.

"Zahra." Mereka memanggil namaku dengan dan seketika Hening. Tak ada lagi suara papa hanya suara ibu yang memanggil namaku dengan perlahan dan akhirnya menghilang. Semuanya gelap.

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status