Share

Rindu Yang Terpendam Episode Delapan

Satu Minggu sudah kejadian pahit itu terjadi. Zahra yang tak lagi punya tujuan hanya tinggal di sebuah kontrakan kecil yang bisa di katakan tak layak huni. Keterbatasan biaya yang memaksanya tinggal di tempat seperti itu. Ia takut kembali lagi ke rumah tantenya. Kini ia tinggal seorang diri meratapi nasib yang entah kenapa makin hari makin menyedihkan.

"Andaikan saja aku boleh meminta Tuhan, aku tak akan meminta banyak, aku hanya akan meminta saat kecelakaan itu terjadi aku ingin ikut bersama dengan kedua orang tuaku bukan malah selamat seperti sekarang ini."ucapnya pelan sambil memegangi dadanya dan menghapus air matanya yang menjadi saksi bisu kepedihan hidupnya. Hingga akhirnya ia pun tertidur.

"Zahra." ucap seseorang yang memanggilnya dari belakang.

Segera ia membalikkan badannya hendak melihat siapa yang memanggilnya dan betapa bahagianya saat ia mengetahui jika itu adalah orang tuanya. Bergegas ia berlari hendak memeluknya tapi sayang ia tak bisa meraihnya.

"Papa, ibu." Ucapnya sambil menangis bersimpuh di hadapan orang tuanya.

"Jangan menangis kesayangan papa, kamu adalah gadis yang kuat nak, kami yakin kamu pasti bisa melewati semua ini, percayalah." Ucap papanya memberikan semangat.

"Tapi Zahra sudah tidak sanggup lagi pak, Zahra mau ikut sama kalian saja." Ucapnya sedih berharap orang tuanya akan merasa iba melihatnya.

"Belum saatnya kamu ikut dengan kami sayang, perjalananmu masih panjang nak, tetaplah bertahan sayang hingga kamu bisa meraih bahagiamu, bersabarlah." Ucap ibunya sambil tersenyum dan perlahan mereka pun akhirnya menghilang.

"Papa, ibu." Seketika itu juga Zahra terbangun dari tidurnya "Astaga ternyata ini hanya mimpi". Ia pun bergegas bangun untuk mengambil wudhu dan melaksanakan kewajibannya.

Sementara di tempat lain, Tante Mia sudah di perbolehkan pulang dari rumah sakit. Ia sangat kecewa pada ponakannya itu tapi di sisi lain ia sangat cemas memikirkannya, "Dimana kamu nak? Apa kamu baik-baik saja sekarang?". Batinnya. Tiba-tiba saja seseorang menyadarkannya dari lamunannya.

"Ma, ayo kita pulang, berkas kepulangan mama sudah selesai di urus oleh kak Rayan." Ucap Rini sambil menuntun mamanya keluar dari ruangan.

"Ayo sayang." Ucap wanita paruh baya itu.

Ketika sampai di rumahnya ia merasakan sesuatu yang berbeda. Rumahnya sepi tanpa kehadiran Zahra karena hanya anak itulah yang selalu menemani hari-harinya semenjak ia memutuskan resign sementara dari pekerjaannya karena kondisinya yang tidak menentu. Ia memiliki dua orang anak, tapi kedua anaknya memiliki kesibukan masing-masing sehingga anak-anaknya tak bisa menemaninya terlalu lama kecuali weekend sedangkan suaminya terlalu sibuk mengurus bisnisnya hingga ia pulang selalu larut malam.

"Mah?" ucap Dr.Rayan yang baru saja masuk ke kamarnya. "Sebenarnya apa yang terjadi sehingga membuat Zahra harus pergi dari rumah kita?". Ia memang tak mengetahui kejadian yang sebenarnya sebab saat kejadian itu ia sedang bertugas di desa tempat tinggal Zahra.

Mamanya pun menceritakan semuanya tapi sayang ia tak mempercayainya.

"Tidak mungkin ma, aku mengenal Zahra dari kecil, ia gadis yang sangat baik mana mungkin ia melakukan hal menjijikkan seperti itu.

"Tapi itulah kenyataannya nak, mama melihat dengan mata kepala mama sendiri."

"Tidak ma, Rayan tidak percaya." Ucapnya sekali lagi sambil menepis kata-kata mamanya.

"Rayan akan buktikan pada mama jika Zahra tidak bersalah, Rayan janji ma." Ia pun meninggalkan mamanya seorang diri.

"Selamat siang mbak." Sapa Dr.Rayan pada salah satu resepsionis hotel.

"Siang pak, ada yang bisa kami bantu?". Resepsionis itu menjawab pertanyaan Dr.Rayan dengan ramah sambil tersenyum.

Dr.Rayan mengeluarkan handphonenya, mencari sesuatu di sana dan akhirnya dapat. Ia membuka foto Zahra lalu menunjukkan pada resepsionis hotel.

"Maaf mbak, apa gadis ini pernah menginap di hotel ini?."

Sambil memperhatikan foto yang di perlihatkan oleh Dr.Rayan wanita itu mencoba mengingat sesuatu. Sejenak hening lalu tiba-tiba ia berbicara kembali.

"Iya benar pak gadis ini memang pernah menginap di Hotel kami, tapi mohon maaf bapak ini siapanya soalnya kami dari pihak hotel harus menjaga privasi tamu."

"Saya kakaknya mbak. Apa mbak bisa jelaskan adik saya datang dengan siapa?." ucap Dr.Rayan tidak sabar menunggu jawaban dari wanita yang berdiri di depannya.

"Malam itu adik bapak datang bersama dua orang rekannya, satu wanita yang mungkin 2 tahun lebih tua darinya sedangkan satu lagi seorang pria yang sedang menggendong adik bapak." Belum selesai wanita itu berbicara tiba-tiba Dr.Rayan memotong pembicaraannya.

"Pria itu menggendong adik saya mbak?" Tanyanya penuh dengan emosi.

"Iya benar pak, adik bapak saat datang kemari, ia dalam kondisi tidak sadarkan diri, tapi ada yang aneh dari mereka pak?"

"Maksudnya aneh bagaimana mbak?." Dr.Rayan benar-benar penasaran. Ia mencoba memperbaiki nafasnya yang sedari tadi terasa memburu.

"Anehnya itu saat mereka telah sampai di kamar membawa adik bapak, kedua rekannya itu malah meninggalkan adik bapak lalu mereka berdua pergi dari hotel kami, tapi saat pagi menjelang pria itu datang kembali dan bergegas masuk ke kamar yang di tempati adik bapak sesaat setelah wanita paruh baya itu datang."

"Itu artinya pria itu tak menginap sekamar dengan adik saya mbak?"

"Iya pak, betul sekali."

"Terima kasih mbak atas informasinya."

"Sama-sama pak." Ucap wanita itu ramah.

"Berarti dugaanku benar." Batin Dr.Rayan. Darahnya terasa mendidih hingga ke ubun-ubun "Siapapun kamu pelakunya, aku pastikan kamu tak akan bisa selamat dariku." 

Setelah mendapat cukup informasi, Dr.Rayan pun bergegas keluar dari hotel segera ia memutar kendaraannya lalu menuju ke rumahnya.

"Ma.... Mama ? Mama di mana ? Ia berlari mencari mamanya di setiap ruangan hingga membuat seluruh penghuni rumah heran, Berhubung ini adalah hari weekend jadi tak ada yang keluar rumah kecuali dirinya tadi."

Seluruh penghuni rumah mendekatinya termasuk papa dan adiknya. Mereka semua pun telah berkumpul di ruang keluarga.

"Ada apa nak?." Ucap mamanya heran.

"Ma, Pa, aku sudah tau yang sebenarnya, tadi aku datang ke hotel dan pihak hotel menjelaskan jika Zahra dan lelaki itu tidak tinggal sekamar, lelaki itu masuk ke kamar Zahra sesaat sebelum mama datang."

"Apa?." Sekali lagi wanita paruh baya itu di buat heran oleh anaknya. "Astaga apa yang sudah ku lakukan pada Zahra? Aku bahkan tak membiarkannya memberi penjelasan, maafkan Tante Ra." Iapun terhempas ke sofa sambil menangis.

"Itu berarti mereka tak melakukan apa-apa." Papanya pun tak kalah cepat memberikan pernyataan.

"Iya Pa, benar." Jawab Dr.Rayan dengan senyuman bahagia. Bagaimana tidak keyakinan yang ia yakini dari awal ternyata terbukti benar. Gadis yang ia cintai tak melakukan hal yang menjijikkan itu bahkan ia hanya korban dari orang yang membencinya.

"Tapi bukannya laki-laki itu bilang pada mama jika mereka menghabiskan waktu bersama?" Tiba-tiba saja Rini adiknya berbicara.

"Dari mana kamu tahu Rin, jika lelaki itu mengatakan demikian pada mama ? Kan mama belum pernah cerita sama kamu." Tanya mamanya dengan heran.

Rini pun terlihat bingung, ia gugup tak tahu harus jawab apa, ia hanya bungkam memperhatikan ada tiga pasang mata yang menatapnya dengan tajam "Astaga, kenapa aku harus kecoblosan, habis aku."

Bersambung..

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status