Sesampainya di parkiran Rini bergegas memperbaiki posisi mobilnya lalu kembali duduk di kursi samping pengemudi, takut jika mamanya curiga jika melihatnya.
"Untung saja mama belum datang, hhmm ternyata begini rasanya jika kita berhasil melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain, rasanya sangat menyenangkan hahaha." Ucap Rini sambil tertawa puas.
"Rini !" Panggil mamanya dari samping mobilnya.
"Mama, sejak kapan mama berada di situ ?" Tanya Rini panik, ia takut jika mamanya mendengar ucapannya barusan.
"Baru saja sayang, kamu kenapa, kok wajahnya ceria sekali ?" Tanya wanita paruh baya itu penasaran.
"Hhmm tidak apa-apa kok mah, Rini cuma senang saja akhirnya bisa keluar dari rumah sakit dan tinggal bareng mama lagi." Ucap Rini beralasan.
"Oh gitu sayang, ya sudah ayo kita pulang, kamu harus banyak istirahat." Ucap mamanya sambil duduk di kursi kemudi. Kali ini wanita paruh baya itu yang membawa mobil karena keadaan Rini belum terlalu puli
"Hay !" Ucap Rini sambil tersenyum manis.Evan yang berada di posisi depan pun sontak terhempas ke belakang karena kaget. Begitu pun dengan bundanya dan Zahra. Segera ia memegang erat tangan Zahra dan meraih tangan bundanya lalu mereka pun mundur perlahan."Tetap tenang, aku tidak akan membiarkan siapapun menyakiti kalian." Ucap Evan menenangkan dua wanita yang berada di belakangnya, meskipun ia sendiri merasa takut. Namun ia tak mau memperlihatkan ketakutannya pada dua wanita yang sangat ia sayangi itu."Ups, maaf ya kalau sudah membuat kalian kaget." Ucap Rini santai."Mau apa kamu Rin ? Apa selama ini kamu tidak puas menyakiti Zahra ?" Tanya Evan tanpa basa-basi."Santai dong sayang, jangan marah-marah dulu, kita ini kan baru bertemu lagi, apa kamu tidak merindukanku ?" Ucap Rini sambil mendekati Evan.Perlahan ia meraba wajah Evan dengan pisau yang ia bawa kemudian ia mencium bibir Evan dengan lembut berharap Zahra akan marah melih
Wanita paruh baya itu segera mengambil handphonenya yang berada di tasnya. Bergegas ia menghubungi putrinya untuk memastikan keberadaannya saat ini. Sudah berapa kali ia menelfonnya namun Rini sama sekali tak menjawabnya. "Ya Allah Rini, Kamu di mana nak ?". Batinnya sambil memegangi dadanya yang terasa sakit. Ia sangat mencemaskan putrinya itu. Bagaimana jika ada seseorang yang menangkapnya lalu menghakimi putrinya ? "Ah tidak-tidak." Segera ia membuang jauh fikirannya itu. Iapun kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas kemudian menuju ke ruangan di mana suaminya di rawat. Fikirannya hari ini benar-benar kacau. Terlalu banyak kejadian yang membuat ia ingin menyerah saja. Belum sampai di tujuan, ponselnya berdering. Sebuah panggilan masuk dari nomor yang ia tunggu-tunggu, yaitu nomor Rini. "Halo sayang, kamu di mana nak?", Ucapnya lembut. Ia tak ingin mengasari anak gadisnya itu karena jika ia melakukannya, resikon
Namaku Zahra, usiaku kini 16 tahun. Aku terlahir dari keluarga yang sederhana. Papaku hanyalah seorang petani dan ibuku adalah ibu rumah tangga biasa. Tapi mereka adalah orang tua yang sangat sempurna untukku. Mereka tidak pernah lelah membanting tulang hanya untuk bisa menyekolahkan. Hingga saat ini aku bisa melanjutkan pendidikanku di SMA.Hari ini adalah hari pertamaku menginjakkan kaki di SMA 1 HARAPAN BANGSA untuk mendaftarkan diri. Tidak sengaja ku berpapasan dengan seorang lelaki dan dia langsung tersenyum saat melihatku. Mungkin dia juga ingin mendaftar sepertiku, Batinku. Tanpa basa-basi ku langsung masuk ke ruang pendaftaran dan meninggalkannya seorang diri yang masih mematung.Tiga hari setelah pendaftaran tibalah waktunya kami menjalani Masa Orientasi Siswa. Semua siswa diharuskan untuk berkumpul di lapangan termasuk aku. Saat sedang berkumpul dan mendengarkan pengumuman, tiba-tiba tidak sengaja pandanganku melihat seorang lelaki. Ya dia lelaki yang saat it
"Biasanya kalau sore begini papa belum pulang kak dari ladang tapi mungkin sebentar lagi. Memangnya kenapa kak ?" Tanyaku penasaran."Tidak kenapa-kenapa kok manis cuma mau kenalan saja". Jawabnya santai.Tak berselang lama..."Assalamualaikum Zahra". Ucap papa dari pintu belakang."Wa'alaikum salam pah". Jawabku sambil menuju ke dapur."Maaf ya kak, saya mau kebelakang dulu". Ucapku lalu pergi"Iya manis, silahkan"."Zahra, ibu mana sayang ?" Tanya bapak yang baru masuk rumah."Ibu lagi ke warung pah", kataku singkat."Jadi kamu lagi sendiri di rumah ?""Tidak pah, di luar ada teman Zahra". Jawabku gugup."Loh, kok bicaranya gugup ? Ayo siapa di luar teman atau temanmu ?" Kata papa sambil mencolek pipiku.Wajahku seketika berubah menjadi merah karena malu."Papa bisa saja". Jawabku tersenyum manja."Ya sudah, temani dulu temanmu sayang nanti papa menyusul. Papa mau mandi dulu ger
Ibu yang sedang menonton TV di ruang tamu bergegas masuk ke kamarku saat mendengar tangisku pecah."Ada apa sayang ? Kenapa menangis ?" Tanya ibu cemas."Kak Evan Bu." Ucapku sambil menangis."Iya, kenapa dengan nak Evan? Apa yang terjadi dengannya?". Tanya ibu lagi yang terlihat semakin cemas.Ku ceritakan semua yang baru saja ku alami, seketika ibu langsung memelukku dan mencoba menenangkanku."Sabar sayang, mungkin nak Evan lagi sibuk sehingga tidak bisa di hubungi, lagian belum tentu juga yang SMS kamu sepupunya nak Evan, bisa saja itu hanya orang iseng." Jawab ibu sambil mengelus rambutku.Dengan cepat ku hapus air mataku."Benar kata ibu, mungkin hanya orang iseng tapi kenapa hatiku seakan berkata kalau itulah kenyataannya.""Kak Evan, aku menyayangimu aku tak mau kehilanganmu cukup raga kita yang berpisah jauh tapi hati kita jangan."Semenjak saat itu nomor kak Evan tidak bisa lagi di hubungi, hingga suatu h
Ketika sadar ku rasakan sakit di bagian Kepala dan kakiku. Perlahan ku buka mataku semuanya serba putih."Tante Mia ?" Ucapku pelan.Wanita paruh baya itu sedang duduk menangis di sofa sambil memeluk putrinya. Mendengar suaraku iapun bergegas menghapus air matanya dan menghampiriku."Sayang, Alhamdulillah kamu sudah sadar nak, setelah sekian lama koma?" Ucapnya perlahan lalu menghapus air matanya kembali."Koma ?" ucapku heran sambil mencoba mengingat apa yang telah terjadi. Kepalaku tiba-tiba sakit saat mengingat kejadian itu, auw."Iya sayang, kamu koma selama lima hari, jangan terlalu banyak bergerak dulu."ucapnya sambil mengelus rambutku."Tante, ibu dan papaku mana ??".Hening, tak ada jawaban. Mereka hanya saling berpandangan."Tante?" Tanyaku sekali lagi.Wanita itu menghapus air matanya mencoba tegar dan kembali mendekatiku. Sedangkan putrinya kak Rini bergegas keluar ntah kenapa dia, tapi sepintas terlihat
Bagaikan gelas kaca yang terjatuh ke lantai, hati Zahra kini benar-benar hancur berantakan. Luka yang belum sepenuhnya kering karena kehilangan orang tuanya, kini kembali basah karena menyaksikan lelaki yang sangat ia sayangi sedang berpelukan mesra dengan sepupunya sendiri tepat di depan matanya.Tanpa ia sadari, iapun terhempas jatuh kelantai karena kakinya tak bisa lagi menopang tubuhnya."Tuhan, tolong sadarkan aku, mimpi Ini terlalu buruk untukku." ucapnya sambil mencubit tangannya sendiri, berharap ini benar-benar hanyalah mimpi buruknya. "Auw" tangannya sakit, tapi hatinya lebih sakit mengetahui inilah kenyataan yang sesungguhnya."Kenapa Ra ?" tanya Rini sambil melepaskan pelukannya dari lelaki yang memberikannya bunga yang tak lain adalah Evan Saputra kekasih dari sepupunya sendiri.Zahra hanya bungkam, tak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya. Tubuhnya bergetar bersama dengan air matanya yang jatuh, ia tak bisa lagi menahannya. Dengan cep
Syurrrr... Guyuran air yang di tumpukan wanita paruh baya tepat di wajahnya membuat Zahra terbangun dari tidurnya. Dengan memegangi kepalanya yang terasa sakit, ia mencoba membuka matanya. Ia terheran saat melihat tante Mia berdiri di samping tempat tidurnya, memegang sebuah botol plastik bekas yang ia gunakan untuk menyiramnya, wajahnya terlihat tak bersahabat."Tante." Ucap Zahra pelan sambil mencoba bangun dari tempat tidurnya. Namun saat hendak bangun, netranya membesar melihat tubuhnya terbungkus selimut tanpa sehelai kain pun. Ia pun panik dan segera menarik selimut tersebut."Apa yang terjadi Tante ? Di mana aku?." ucapnya ketakutan.Wanita yang sedari tadi menahan emosinya tiba-tiba melayangkan sebuah tamparan ke wajah mulus Zahra."Plak....Kamu bilang apa yang terjadi? Kamu amnesia atau pura-pura lupa ingatan ha?."ucapnya membentuk Zahra."Lihat lihatlah ini, wanita itu menunjukkan sebuah foto kepada Zahra, foto di mana ia te