Share

Rindu Yang Terpendam Episode Dua

"Biasanya kalau sore begini papa belum pulang kak dari ladang tapi mungkin sebentar lagi. Memangnya kenapa kak ?" Tanyaku penasaran.

"Tidak kenapa-kenapa kok manis cuma mau kenalan saja". Jawabnya santai.

Tak berselang lama...

"Assalamualaikum Zahra". Ucap papa dari pintu belakang.

"Wa'alaikum salam pah". Jawabku sambil menuju ke dapur. 

"Maaf ya kak, saya mau kebelakang dulu". Ucapku lalu pergi

"Iya manis, silahkan".

"Zahra, ibu mana sayang ?" Tanya bapak yang baru masuk rumah.

"Ibu lagi ke warung pah", kataku singkat.

"Jadi kamu lagi sendiri di rumah ?"

"Tidak pah, di luar ada teman Zahra". Jawabku gugup.

"Loh, kok bicaranya gugup ? Ayo siapa di luar teman atau temanmu ?" Kata papa sambil mencolek pipiku.

Wajahku seketika berubah menjadi merah karena malu.

"Papa bisa saja". Jawabku tersenyum manja.

"Ya sudah, temani dulu temanmu sayang nanti papa menyusul. Papa mau mandi dulu gerah". Ucapnya sambil menuju ke WC.

"Iya pah".

"Maaf kak, sudah membuatmu menunggu lama". 

"Tidak apa", katanya..

Beberapa menit kemudian papa pun keluar dengan rapi dari kamar maklum baru saja selesai mandi dan ternyata ibu juga sudah pulang dari warung.

"Nak Evan ?"

Tiba-tiba saja papa langsung menyebut nama kak Evan.

"Astaga, papa kenal dengan kak Evan ? Di mana ? Sejak kapan ? Jiwa kepoku mulai meronta", Batinku. 

Otakku kembali di penuhi banyak pertanyaan.

"Om Rudi ?" Dengan cepat kak Evan mengenali papaku, dia pun langsung berdiri mencium tangan papa seketika.

Aku yang bingung cuma duduk menonton.

"Meraka saling kenal ternyata ?" Batinku.

"Bagaimana kabarnya om ?" Tanya kak Evan memulai pembicaraan.

"Om, baik nak. Kamu sendiri bagaimana kabarnya ?"

"Alhamdulillah, baik om". Ucapnya tersenyum.

"Papa kenal sama kak Evan?" Tanyaku seketika karena sudah sangat penasaran.

"Iya sayang, kamu ingat waktu bapak kecelakaan dulu ? Nak Evan ini yang membawa bapak ke rumah sakit". Ucap bapak sambil mencoba mengingatkanku.

"Ya, aku ingat. Papa dulu pernah ke pasar. Tapi saat hendak pulang dia kecelakaan. Kata papa, ada seorang pemuda yang menolongnya. Tapi saat hendak bertemu dengan pemuda itu untuk berterima kasih, pemuda itu sudah pergi setelah dia membayar semua biaya rumah sakit papa". 

"Kok, melamun sayang ?" Tiba-tiba papa menyadarkanku.

"Eh, iya pah tadi Zahra, coba ingat kejadian dulu". Jawabku.

"Alhamdulillah, ternyata mereka saling kenal. Ini artinya ada harapan baik". Batinku sambil tertawa dalam hati, ha.. ha.. ha.

"Maaf, om. Dulu tidak sempat pamit tiba-tiba bundaku menelfon mau minta tolong". Kata kak Evan.

"Tidak apa nak, om yang minta maaf. Saat itu sudah merepotkanmu". Kata papa tersenyum.

Setelah mereka berbicara panjang lebar, tiba-tiba kak Evan mengalihkan pembicaraan.

"Om, maksud kedatanganku kemari, kalau boleh saya mau minta izin untuk menjaga Zahra. Setelah sukses nanti saya ingin melamarnya". Ucap kak Evan serius.

Aku yang mendengarnya pun langsung kaget dan tidak pernah menyangka jika kak Evan begitu berani bicara serius pada papa. Raut mukaku kembali memerah karena malu. 

"Ya allah apa aku sedang bermimpi ?" Batinku sambil mencubit tanganku sendiri. 

"Auw ternyata sakit". 

Papa yang dari tadi memperhatikanku hanya tersenyum lalu berkata ..

"Om izinkan nak Evan, tapi dengan satu syarat dekatlah dengan wajar, jangan lakukan hal yang belum boleh kalian lakukan dan jadikan hubungan kalian sebagai motivasi untuk lebih baik kedepannya dan yang lebih penting jangan sakiti putriku, jika kamu sudah tidak menyukainya lagi tolong kembalikan Zahra dengan baik kepada om seperti saat ini kamu memintanya dengan baik". Kata papa dengan bijaksana tapi dengan bahasa yang lembut".

Seketika air mataku jatuh. 

"Papa, terima kasih untuk semuanya". Batinku sambil mengusap air mataku supaya tak ada yang melihatnya.

"Iya om, saya janji". Kata kak Evan serius.

"Pah, bisa tolong bantu ibu sebentar. Keran air di dapur macet". Tiba-tiba ibu datang mencairkan suasana.

"Iya Bu, ayo ibu duluan".

"Kalau begitu om permisi kebelakang dulu nak Evan, tidak baik mengganggu orang yang lagi pendekatan". Ucap papa sambil tersenyum dan berlalu pergi

"Papa..." Ucapku manja.

Selepas kepergian papa, ku coba memperbaiki detak jantungku, mencoba tenang walau sebenarnya ku ingin berteriak bahagia.

"Zahra...

Aku suka padamu dan aku mau menjagamu. Apa kamu mau menjadi kekasihku ?" Tanya kak Evan yang tiba-tiba menyadarkanku dari lamunan..#Rindu_Yang_Terpendam

Ku coba memperbaiki detak jantungku mengatur nafas lalu berkata,

"Tapi kenapa Kakak tidak mengucapkannya langsung padaku, kenapa harus melalui papa ?" Jawabku penasaran.

"Aku hanya ingin kamu percaya kalau aku benar-benar serius padamu, makanya aku meminta izin langsung pada papamu. Aku tak mau berhubungan dengan seseorang tanpa restu dari orang tuanya".

Ya Allah, rasanya dadaku sesak sangking senangnya. 

"Terima kasih Tuhan ternyata rasa itu bukan hanya aku saja yang merasakannya tapi dia pun juga merasakannya". Batinku 

"Bagaimana Zahra, apa kamu bersedia?" Tanyanya sekali lagi.

Dengan malu-malu aku menganggukkan kepala dan menjawab

"Ia kak, aku mau".

Kami pun saling berpandanganan lalu tersenyum.

Hari-hari kami lalui dengan bahagia. Dia sering memberiku hadiah, mengajari pelajaran yang tidak ku mengerti, menjemput dan mengantarku pulang dari sekolah, katanya dia ingin memastikan keselamatanku, bahkan dia mengenalkanku pada orang tuanya dan Alhamdulillah mereka juga merespon baik hubungan kami. 

"Selama masih di batas wajar, kenapa harus di permasalahkan". Ucap ayah kak Evan saat itu.

Setiap weekend dia mengajakku liburan, kadang ke pantai, kadang ke kebun binatang, ke rumahnya dan kadang-kadang juga tak ada tujuan. Asalkan bisa berdua denganku biarlah hanya sekedar keliling lalu singgah di warung bakso untuk makan. Katanya

Kami pun tertawa bersama.

Andaikan aku bisa menghentikan waktu, ingin rasanya ku hentikan sekarang biar selalu bisa bersamanya.

Tidak terasa sebentar lagi semester dua itu artinya sebentar lagi dia ujian. Sebentar lagi dia akan pergi melanjutkan pendidikannya. 

Kenapa harus secepat ini waktu berlalu Tuhan. Perasaan baru kemarin kami bertemu. Keluhku dalam hati.

Hingga tiba saat itu, di mana pengumuman kelulusan di umumkan. Ada rasa bahagia karena dia bisa Lulus dengan nilai yang memuaskan tapi di sisi lain ada rasa perih karena tak ingin jauh darinya tapi mau tak mau itulah yang harus kami lakukan.

Akhirnya dia pun melanjutkan pendidikannya d Fakultas Pelayaran di kota besar. Ya, cita-citanya ingin menjadi pelayaran biar bisa mengelilingi dunia katanya.

Kami pun akhirnya LDR. Sebelum berangkat dia berpesan padaku, 

"Jaga mata dan hatimu, doakan dan tunggu aku kembali, aku pasti akan menjemputmu sayang". katanya sambil memelukku dengan erat.

Tidak terasa air mataku berlinang. Dengan cepat dia dia menghapusnya sambil berkata

"Jangan menangis sayangku, aku menyayangimu dan aku akan setia padamu".

Ku eratkan pelukanku, aku tak ingin jauh. Seketika tangisku pun pecah.

Setelah kepergiannya, ada yang kurang di hidupku. Dulu saat waktu istirahat dia selalu datang menemuiku, sekedar menemani ngobrol atau membawakanku camilang. Tidak usah ke kantin di sini saja biar makin romantis. Kata-kata itu tak pernah hilang di benakku.

"Kak Evan, aku merindukanmu".

Selama di sana komunikasi kami lancar. Setiap malam dia selalu menelfonku, menanyakan kabar dan kami saling melepas rindu karena jika siang hari dia sibuk kuliah.

"Apa kabar Zahraku sayang, aku sangat merindukanmu".katanya di seberang sana.

"Aku baik kak. Bagaimana dengan kakak ?"

Saat itu kami cuma bisa telfonan karena waktu dulu belum ada yang namanya W******p apalagi I*******m. Yang ada hanya aplikasi F******k itu pun belum terlalu banyak penggunanya dan kami tidak menggunakannya nanti banyak godaan di sana.

"Aku juga baik sayang. Tidurlah sayang mimpi indah, jangan lupa bawa aku dalam mimpimu. Tunggu aku pulang".

Tidak terasa hampir dua jam kami ngobrol ntah itu bahas apa tapi sangat menyenangkan buat kami.

Satu bulan, dua bulan, hingga tujuh bulan selama LDR komunikasi kami selalu lancar. Hingga suatu malam ada satu pesan dari nomor yang tidak di kenal.

"Zahra ya? Aku sepupunya Evan cuma mau bilang sekarang Evan sudah bahagia di sini bersama temanku, ku harap kamu tak mengganggunya lagi, dia yang menyuruhku mengatakan ini padamu". 

Seketika jantungku berdetak tak karuan ada rasa pilu di hatiku. Banyak pertanyaan yang muncul di otakku hingga ku coba beranikan diri untuk menelfon ya. Tanganku gemetar, rasanya ku tak sanggup menerima kenyataan.

Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Lirih sudah air mataku. 

"Apa yang terjadi kak ? Kenapa begini ?" Isak tangisku pun pecah seketika.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status