Share

Rindu Yang Terpendam Episode Tujuh

"Kamu rupanya?".

Mendengar ucapan Zahra yang memanggilnya dengan sebutan KAMU membuat darah Evan mendidih. Bagaimana tidak, wanita yang saat ini berada di depannya selalu memanggilnya dengan sebutan KAKAK kini memanggilnya dengan sebutan berbeda. Tapi ia tetap mencoba menahan emosinya, meskipun akhirnya meledak juga.

"Ternyata ini asli kamu Ra?" Betapa bodohnya aku dulu, Bisa tertipu dengan wajah polosmu. Kamu tidak ada bedanya dengan Kirana, sama saja, sama-sama pengkhianat.

Mendengar dirinya di sebut pengkhianat, Zahra sudah tak bisa lagi membendung emosinya. Entah kekuatan dari mana, ia bisa menjawab semua pertanyaan dari Evan bahkan terkadang ia membentak lelaki itu.

"Kamu bilang apa? Aku pengkhianat hahahaha, lalu dirimu apa? Bertahun-tahun aku menunggumu dengan kesetiaan tapi apa yang aku dapat tak ada kepastian, bahkan berakhir dengan pengkhianatan, kamu kemana saat aku butuh? kamu kemana saat aku rindu? Kamu bahkan tidak lebih dari seorang pengecut, memutuskan hubungan hanya dari sebelah pihak bahkan melalui perantara lewat sepupumu, kenapa tidak menghubungiku langsung? Kenapa?".

Bagaikan kesetanan, Zahra tak lagi memperdulikan orang yang melihatnya di taman. Ia mengeluarkan semua beban yang ada di hatinya. Beban yang selama ini menyiksanya.

"Kamu bilang aku yang pengkhianat, kamu yang pengkhianat Ra." Dengan tak kalah emosi Evan menjawab pertanyaan Zahra.

"Kita sudah berjanji tidak akan menggunakan F******k tapi apa, kamu malah menggunakannya, bahkan Kamu selalu memposting foto-fotomu dengan lelaki tidak hanya satu orang tapi banyak lelaki, Kamu tak pernah membalas pesanku bahkan setiap kali aku menelfonmu kamu selalu merijeknya. Kamu bilang aku memutuskan hubungan sepihak? Kamu yang memutuskannya." Kembali Evan mengeluarkan kata-kata dengan wajah yang memerah akibat terlalu emosi.

Mereka bertengkar hebat saling menyalahkan satu sama lain, tanpa mereka sadari di sudut taman ada seseorang yang memperhatikan mereka dengan rasa puas. "Baguslah, memang itu yang aku harapkan." ucap seseorang itu sambil tersenyum manis.

Hening... Seketika hening, tak ada lagi suara. Emosi yang tadinya membuat Zahra bagai orang kesetanan kini perlahan menghilang mendengar penjelasan dari Evan.

Ia kembali melemah, mengatur nafasnya lalu mencoba mengingat sesuatu. Ya dia ingat. Dulu memang ada teman sekelasnya yang selalu memotretnya tanpa sepengetahuannya. Ia hanya mengetahui dari sahabatnya, Susan. Ketika pemotret itu di tanya ia tak pernah mengaku jika sedang memotretnya.

Susan memang pernah bertanya padanya apakah ia memiliki akun F******k karena semalam akun Zahra lewat di berandanya tapi saat hendak memperlihatkan akun itu pada Zahra ternyata akunnya sudah hilang mungkin pemilik akun itu memblokirnya sehingga Susan tak bisa lagi melihatnya.

"Astaga jadi itu penyebabnya?" Zahra pun akhirnya menyadari sesuatu jika ada yang tidak beres dengan semua ini.

"Kenapa diam saja, apa lagi mencari alasan untuk mengelak?" Tiba-tiba saja pertanyaan Evan mengagetkannya.

"Aku tak pernah memiliki akun F******k kak." Kembali kata KAKAK ia panggilkan pada lelaki itu. Ia mencoba mendekati Evan. Mencoba berbicara memakai hati bukan emosi. Ia tak ingin hubungannya hancur begitu saja. Emosi yang sesaat membuatnya membenci lelaki itu tapi jauh dari lubuk hatinya yang paling dalam jika ia sangat menyayanginya bahkan tak mau kehilangannya.

Tapi sayang Evan yang sudah terlanjur emosi tak bisa lagi membendung amarahnya "Tidak ada maling yang mau mengakui kesalahannya, jika mereka mengakuinya maka penjara akan penuh." Kata Evan dengan nada kasar.

Zahra pun memberikan pembelaan atas tuduhan yang tidak pernah ia lakukan, saat hendak memperbaiki posisi berdirinya refleks tangan Evan menamparnya, Plak.

"Kamu menamparku kak?" ucap Zahra sambil memegangi pipinya.

Lelaki itu hanya bungkam, ia terdiam kaku menyaksikan orang yang sangat ia kasihi menangis di depan matanya karena perbuatannya sendiri.

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status