Share

Rindu Yang Terpendam Episode Dua Puluh Enam

Wanita paruh baya itu segera mengambil handphonenya yang berada di tasnya. Bergegas ia menghubungi putrinya untuk memastikan keberadaannya saat ini. Sudah berapa kali ia menelfonnya namun Rini sama sekali tak menjawabnya.

"Ya Allah Rini, Kamu di mana nak ?". Batinnya sambil memegangi dadanya yang terasa sakit. Ia sangat mencemaskan putrinya itu.

Bagaimana jika ada seseorang yang menangkapnya lalu menghakimi putrinya ? 

"Ah tidak-tidak." Segera ia membuang jauh fikirannya itu.

Iapun kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas kemudian menuju ke ruangan di mana suaminya di rawat. Fikirannya hari ini benar-benar kacau. Terlalu banyak kejadian yang membuat ia ingin menyerah saja.

Belum sampai di tujuan, ponselnya berdering. Sebuah panggilan masuk dari nomor yang ia tunggu-tunggu, yaitu nomor Rini.

"Halo sayang, kamu di mana nak?", Ucapnya lembut. 

Ia tak ingin mengasari anak gadisnya itu karena jika ia melakukannya, resikonya akan semakin fatal untuk Rini. Sebab saat ini, satu-satunya orang yang Rini percaya adalah dirinya, jika ia mengasarinya, bisa saja Rini berbuat nekad melukai dirinya sendiri dan ia tak mau itu terjadi.

"Rini sekarang ada di jalan mah mau keluar kota, Maaf ya tadi tidak sempat pamit sama mama soalnya aku buru-buru, ada urusan penting yang harus aku selesaikan di sana, sudah dulu ya mah, aku lagi bawa mobil." Ucapnya beralasan agar ia bisa mengakhiri panggilan telepon bersama mamanya. Ia tak ingin jika wanita paruh baya itu memberikan banyak pertanyaan padanya.

Namun sebelum Rini memutuskan sambungan teleponnya, dengan cepat mamanya pun menahannya.

"Tunggu sebentar nak, mama masih mau berbicara denganmu." Ucap wanita paruh baya itu sambil menghapus air matanya.

Mendengar mamanya memohon, Rini pun memberhentikan mobilnya untuk sementara agar bisa leluasa mendengar mamanya berbicara.

"Baiklah mah, bicaralah." Ucapnya lembut.

"Apa kamu sudah tidak menyayangi mama lagi nak ?". Tanya wanita paruh baya itu.

Degg seketika Rini di kagetkan dengan pernyataan mamanya.

"Maksud mama apa ?". Tanya Rini penasaran.

Kini ia benar-benar tegang, takut jika mamanya bertanya tentang kejadian yang baru saja terjadi.

"Kenapa kamu meninggalkan mama sendiri nak ? Kamu belum terlalu sehat, kenapa harus mendadak keluar kota ?". Tanya wanita paruh baya itu sambil menangis.

Mendengar pertanyaan mamanya membuat Rini akhirnya bisa bernafas lega. Bagaimana tidak, ternyata yang mamanya pertanyaan tentang dirinya bukan tentang kejadian tadi.

"Huufftt, astaga aku kira mama akan mengintrogasiku, ternyata tidak." Batin Rini.

"Ia mah, soalnya ini bersangkutan dengan tugas kuliahku jadi tidak bisa di tunda-tunda lagi." Ucap Rini beralasan.

Wanita paruh baya itu pun tau jika Rini sedang berbohong, tapi ia tak mau mengatakannya agar putrinya itu tidak menjauhi dirinya.

"Oh baiklah nak kalau begitu, hati-hati di jalan, kabari mama jika kamu sudah sampai di sana." Ucap wanita paruh baya itu.

"Ia mah, Rini sayang mama, I Love You mah." Ucap Rini kemudian memutuskan sambungan teleponnya.

"Untung saja mama belum tau, setidaknya hari ini aku masih selamat hahaha." Batin Rini.

Iapun kembali melajukan mobil yang ia kendarai dengan kecepatan tinggi, takut jika masih ada polisi yang mengejarnya.

Ketika sambungan telepon telah terputus, wanita paruh baya itu pun kini terhempas ke lantai. Ia menangis sesenggukan karena tak tahu lagi harus berbuat apa supaya ia bisa mengembalikan putrinya agar bisa seperti dulu lagi. Rini polos dan selalu menurut dengan orang tua.

"Kenapa cobaan ini datang bertubi-tubi Tuhan ? Rasanya aku sudah tidak sanggup lagi menghadapinya sendiri." Batinnya.

Saat ia sedang menangis, tiba-tiba saja ada seseorang memegang pundaknya dari belakang.

"Tante." Ucap dr.Linda lembut.

"Dr.Linda." ucap wanita paruh baya itu sambil menghapus air matanya.

"Ada apa tante ? Cerita sama aku, siapa tau aku bisa bantu." Tanya dr.Linda.

Tanpa satu kata, wanita paruh baya itu segera memeluknya. Kali ini ia benar-benar butuh tempat untuk bersandar. Batinnya sudah terlalu lelah memikirkan keluarganya yang kini hancur berantakan.

Perlahan ia mulai berbicara, menceritakan semua beban yang ada di hatinya pada dr.Linda.

"Sabar tante, semua ini pasti ada hikmahnya dan semoga saja semua ini cepat berlalu." Ucap dr.Linda memberikan semangat.

Wanita paruh baya itu pun hanya menganggukkan kepalanya. Sesekali ia masih terisak. Dengan sabar dr.Linda pun memeluknya agar wanita paruh baya itu bisa lebih tenang.

Melihat dr.Linda dengan sabar menenangkan mamanya, hati dr.Rayan pun bergetar. Ada rasa yang tiba-tiba muncul yang tak bisa ia jelaskan.

"Apa ia aku sudah mulai menyukai dr.Linda ? Haruskah aku mengungkapkannya sekarang ?". Batin dr.Rayan. 

Ia memang berniat untuk melupakan Zahra karena sampai kapan pun gadis itu hanya akan menganggapnya sebagai seorang kakak.

Ia pun segera menghampiri kedua wanita itu.

"Mama." Ucapnya dr.Rayan saat ia berada di dekat mamanya.

"Rayan, sejak kapan kamu di sini nak ?". Tanya wanita paruh baya itu kaget. Segera ia menghapus air matanya dan merapikan kembali pakaiannya.

Namun belum sempat dr.Rayan menjawab pertanyaan mamanya, tiba-tiba seorang perawat menghampiri mereka.

"Maaf dr.Linda, di ruang IGD ada seorang gadis yang bernama Zahra mengalami memar dan luka di sekujur tubuhnya, dr.Adam lagi tidak ada di tempat jadi kami mohon bimbingan dari dr.Linda." Ucap perawat itu yang ternyata adalah mahasiswa yang sedang magang di rumah sakit ini.

Mendengar nama Zahra di sebut, membuat ketiga orang itu kaget.

"Ya Allah, apa lagi ini ?". Batin wanita paruh baya itu. Ia pun meninggalkan dr.Linda dan dr.Rayan yang masih berbicara dengan perawat. Bergegas ia menuju ke IGD untuk melihat kondisi Zahra.

Dr.Linda pun segera menyusulnya untuk melihat sang pasien namun karena terburu-buru kakinya pun terpleset. Dengan cepat dr.Rayan meraihnya kemudian memeluknya agar dr.Linda tidak terjatuh ke lantai.

Mereka berdua pun kini saling berpandangan, hingga parawat yang berada di dekatnya menyadarkan mereka.

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status