Share

Rindu Yang Terpendam Episode Empat

Ketika sadar ku rasakan sakit di bagian Kepala dan kakiku. Perlahan ku buka mataku semuanya serba putih.

"Tante Mia ?" Ucapku pelan.

Wanita paruh baya itu sedang duduk menangis di sofa sambil memeluk putrinya. Mendengar suaraku iapun bergegas menghapus air matanya dan menghampiriku.

"Sayang, Alhamdulillah kamu sudah sadar nak, setelah sekian lama koma?" Ucapnya perlahan lalu menghapus air matanya kembali.

"Koma ?" ucapku heran sambil mencoba mengingat apa yang telah terjadi. Kepalaku tiba-tiba sakit saat mengingat kejadian itu, auw.

"Iya sayang, kamu koma selama lima hari, jangan terlalu banyak bergerak dulu."ucapnya sambil mengelus rambutku.

"Tante, ibu dan papaku mana ??".

Hening, tak ada jawaban. Mereka hanya saling berpandangan. 

"Tante?" Tanyaku sekali lagi.

Wanita itu menghapus air matanya mencoba tegar dan kembali mendekatiku. Sedangkan putrinya kak Rini bergegas keluar ntah kenapa dia, tapi sepintas terlihat ia sedang menghapus air matanya saat sedang berbicara dengan lelaki yang baru saja masuk ke ruanganku.

Dengan suara serak dan perlahan ia mulai berbicara sambil memelukku "Sabar ya sayang, akibat kecelakaan itu papamu meninggal di tempat sedangkan ibumu meninggal saat sedang berada dalam perjalanan menuju rumah sakit." 

Deg....

Seketika tubuhku terasa lemas, rasa sakit yang terasa di bagian kepala dan kakiku kini terasa juga di hatiku. Luruh sudah air mataku, duniaku telah hancur. "Kenapa begini Tuhan? Apa salahku hingga mereka yang ku sayangi harus pergi secepat ini." Aaaaaaaaaa

Darah di tanganku kini mulai naik ke selang infusku akibat amukanku. Infus yang terpasang akhirnya terputus. Dengan cepat kak Rayan menghampiriku dan memelukku sambil berteriak memanggil perawat.

"Duniaku sudah hancur kak, aku telah kehilangan semuanya." Ucapku menangis sambil memukul tubuh lelaki yang sedang memelukku.

"Kamu harus sabar dek, aku yakin kamu wanita kuat, masih ada kami yang akan selalu menjagamu."Ucapnya mengeratkan pelukannya.

Aku yang mengamuk tak terkendali tiba-tiba lemas saat ia menyuruh suster untuk menyuntikkan obat ke tanganku. Hening dan akhirnya akupun tertidur.

Dua bulan berlalu setelah kejadian pahit itu, kini kondisiku mulai membaik. Perlahan namun pasti ku coba mengikhlaskan semuanya. Berdamai dengan kenyataan pahit memang menyakitkan tapi itulah yang harus aku jalani.

"Papa, ibu, semoga kalian tenang di alam sana, doakan putrimu ini biar bisa kuat menjalani semuanya."

Ku peluk batu nisan itu satu persatu, tangisku pun kembali pecah dengan cepat kak Rayan menghampiriku dan memelukku.

"Ayo kita pulang dek, hari semakin sore mungkin sebentar lagi akan turun hujan." Ucap lelaki yang memelukku.

Ku lirik sekali lagi makam papa dan ibu "Zahra sayang papa dan ibu, Zahra sayang kalian."

Saat tiba di kediaman keluarga Admaja, Tante Mia dan keluarganya menyambutku. Ya sekarang aku akan tinggal di rumah ini karena sebelum ibu meninggal, ia berpesan pada Tante untuk menjagaku. Pendidikanku pun ku lanjutkan di kota ini dan itu semua Tante Mia yang membiayainya.

"Selamat datang sayang di rumah Tante, semoga kamu betah, anggap saja ini adalah rumah kamu sendiri." Ucap Tante Mia memelukku.

Mereka pun bergantian memelukku dan memberiku support.

"Zahra, kamar kamu berada di lantai atas, mari sini aku tunjukkan." Ucap kak Rini yang tiba-tiba menghampiriku.

"Iya kak, boleh."

"Oiya Zahra, bagaimana keadaanmu?". Ucapnya saat kami menaiki anak tangga menuju kamar.

"Sudah mulai membaik kak".

"Semoga kamu betah ya di sini?."

"Iya kak, semoga."

Seminggu sudah aku hanya menghabiskan waktu di kamar, tak ada gairah untuk melakukan aktivitas apapun hingga tiba-tiba hpku berdering ada pesan singkat dari kak Rini.

"Nanti malam temani kakak ya ketemu sama pujaan hatiku, hitung-hitung cari hiburan biar bisa semangat kembali, kalau kamu mau, nanti malam pukul 18.30 aku jemput, sekarang aku ada di salon, hari ini dia akan pulang dan nanti malam ia akan memberiku kejutan yang katanya tak akan bisa aku lupakan.

Bagitulah pesan darinya. Yah, ia memang pernah bercerita tentang kekasihnya jika dia sangat tergila-gila pada lelaki itu dan apapun akan dia lakukan asalkan bisa bersamanya sampai-sampai ia rela menyerahkan kesuciannya demi lelaki itu. Gila, memang sungguh gila pergaulan di kota.

"Ya aku mau kak." Lalu ku kirim pesan singkat itu ke nomornya.

Karena hari ini hari bahagianya, akupun tak mau membuatnya menunggu lama. Pukul 18.00 aku telah siap. Menggunakan dress merah dan higls pemberian dari kak Evan, dengan sedikit polesan aku menunggu kedatangannya di ruang tamu.

"Cantik banget sih, mau kemana?" Kata kak Rayan yang baru pulang dari rumah sakit.

"Ah, kakak bisa saja." ucapku sambil tersenyum.

Tepat pukul 18.30 kak Rini menjemputmu. Sebelum berangkat tak lupa ku berpamitan dengan Tante Mia dan kak Rayan yang sedang menonton TV.

Cafe KENANGAN. Ya, kami bertemu di cafe. Sebelum masuk ku perhatikan wajah kak Rini ia sangat bahagia. Dengan hiasan yang sederhana tapi terlihat elegan membuat dandanannya menjadi sempurna.

Selama menunggu ku perhatikan seluruh ruangan ini, unik. Ada hiburan tersendiri untukku apalagi di hibur oleh band yang menyanyikan lagu favoritku.

Lima belas menit menunggu akhirnya kekasihnya pun datang. Remang-remang ku lihat seorang pemuda berjalan mendekat ke arah kami membawa seikat bunga mawar yang besar dan menutupi wajahnya. 

Hatiku tiba-tiba berdekat dengan cepat. Ada rasa lain yang tidak bisa di jelaskan dan tanganku gemetar tak karuan. Berbeda dengan kak Rini ia selalu senyum bahagia hingga pemuda itu menghampirinya. Surprise pemuda itu memperlihatkan wajahnya lalu mengangkat kedua tangan untuk memeluk kak Rini. Seketika air mataku jatuh....

"Kak Evan?."

Bersambung..

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status