Hampir satu jam dr.Linda menunggu dr.Rayan sadar dan akhirnya lelaki yang ada di depannya itu mulai membuka matanya perlahan. Memegang kepalanya yang terasa sakit kemudian mengarahkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Dr.Linda yang melihatnya pun merasa senang.
"Dokter, kamu sudah bangun ?" Tanya dr.Linda pelan sambil tersenyum.
Bukannya menjawab pertanyaan dr.Linda, dr.Rayan malah bertanya kembali karena ia bingung kenapa tiba-tiba ia berada di ruangan dr.Linda.
"Dr.Linda, kenapa aku bisa ada di ruanganmu ?" Tanya dr.Rayan sambil mencoba duduk.
Segera dr.Linda membantunya untuk duduk dan menjelaskan apa penyebabnya sehingga ia bisa berada di ruangannya.
"Terima kasih dr.Linda, kamu memang sahabatku yang paling baik, semalam aku sudah tidak bisa lagi mengendalikan diriku hingga mengkonsumsi berbagai macam obat." Ucap dr.Rayan sambil menundukkan kepalanya.
Ada rasa nyeri di hati dr.Linda saat mendengar ucapan lelaki yang berada di depannya.
Rini tampak tenang berada di pelukan mamanya. Hanya wanita paruh baya itu yang mengerti akan dirinya. Meskipun sekarang ia bagaikan singa yang kelaparan tapi ia tetap tenang ketika bersama dengan mamanya agar wanita paruh baya itu tidak merasa takut saat dekat dengannya."Ma, maafkan Rini ya, selama ini Rini telah menyusahkan mama." Ucap Rini lembut. Hati kecilnya bergetar melihat mamanya yang begitu tegar. Kali ini ia benar-benar tulus meminta maaf pada mamanya karena ia baru tahu jika yang di alami mamanya sama halnya yang ia alami beberapa tahun yang lalu."Tidak apa-apa kok sayang." Ucap wanita paruh baya itu sambil menahan air matanya."Setelah ini kita mau kemana mah ? Apa kita akan kembali ke rumah lagi, Rini tidak mau tinggal serumah dengan papa." Ucap Rini tegas.Dari awal wanita paruh baya itu memang sudah menduga, jika akhirnya Rini akan membenci papanya setelah ia tahu semuanya. Namun apa mau dikata, nasi telah menjadi bubur, semua telah terja
Sesampainya di parkiran Rini bergegas memperbaiki posisi mobilnya lalu kembali duduk di kursi samping pengemudi, takut jika mamanya curiga jika melihatnya."Untung saja mama belum datang, hhmm ternyata begini rasanya jika kita berhasil melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain, rasanya sangat menyenangkan hahaha." Ucap Rini sambil tertawa puas."Rini !" Panggil mamanya dari samping mobilnya."Mama, sejak kapan mama berada di situ ?" Tanya Rini panik, ia takut jika mamanya mendengar ucapannya barusan."Baru saja sayang, kamu kenapa, kok wajahnya ceria sekali ?" Tanya wanita paruh baya itu penasaran."Hhmm tidak apa-apa kok mah, Rini cuma senang saja akhirnya bisa keluar dari rumah sakit dan tinggal bareng mama lagi." Ucap Rini beralasan."Oh gitu sayang, ya sudah ayo kita pulang, kamu harus banyak istirahat." Ucap mamanya sambil duduk di kursi kemudi. Kali ini wanita paruh baya itu yang membawa mobil karena keadaan Rini belum terlalu puli
"Hay !" Ucap Rini sambil tersenyum manis.Evan yang berada di posisi depan pun sontak terhempas ke belakang karena kaget. Begitu pun dengan bundanya dan Zahra. Segera ia memegang erat tangan Zahra dan meraih tangan bundanya lalu mereka pun mundur perlahan."Tetap tenang, aku tidak akan membiarkan siapapun menyakiti kalian." Ucap Evan menenangkan dua wanita yang berada di belakangnya, meskipun ia sendiri merasa takut. Namun ia tak mau memperlihatkan ketakutannya pada dua wanita yang sangat ia sayangi itu."Ups, maaf ya kalau sudah membuat kalian kaget." Ucap Rini santai."Mau apa kamu Rin ? Apa selama ini kamu tidak puas menyakiti Zahra ?" Tanya Evan tanpa basa-basi."Santai dong sayang, jangan marah-marah dulu, kita ini kan baru bertemu lagi, apa kamu tidak merindukanku ?" Ucap Rini sambil mendekati Evan.Perlahan ia meraba wajah Evan dengan pisau yang ia bawa kemudian ia mencium bibir Evan dengan lembut berharap Zahra akan marah melih
Wanita paruh baya itu segera mengambil handphonenya yang berada di tasnya. Bergegas ia menghubungi putrinya untuk memastikan keberadaannya saat ini. Sudah berapa kali ia menelfonnya namun Rini sama sekali tak menjawabnya. "Ya Allah Rini, Kamu di mana nak ?". Batinnya sambil memegangi dadanya yang terasa sakit. Ia sangat mencemaskan putrinya itu. Bagaimana jika ada seseorang yang menangkapnya lalu menghakimi putrinya ? "Ah tidak-tidak." Segera ia membuang jauh fikirannya itu. Iapun kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas kemudian menuju ke ruangan di mana suaminya di rawat. Fikirannya hari ini benar-benar kacau. Terlalu banyak kejadian yang membuat ia ingin menyerah saja. Belum sampai di tujuan, ponselnya berdering. Sebuah panggilan masuk dari nomor yang ia tunggu-tunggu, yaitu nomor Rini. "Halo sayang, kamu di mana nak?", Ucapnya lembut. Ia tak ingin mengasari anak gadisnya itu karena jika ia melakukannya, resikon
Namaku Zahra, usiaku kini 16 tahun. Aku terlahir dari keluarga yang sederhana. Papaku hanyalah seorang petani dan ibuku adalah ibu rumah tangga biasa. Tapi mereka adalah orang tua yang sangat sempurna untukku. Mereka tidak pernah lelah membanting tulang hanya untuk bisa menyekolahkan. Hingga saat ini aku bisa melanjutkan pendidikanku di SMA.Hari ini adalah hari pertamaku menginjakkan kaki di SMA 1 HARAPAN BANGSA untuk mendaftarkan diri. Tidak sengaja ku berpapasan dengan seorang lelaki dan dia langsung tersenyum saat melihatku. Mungkin dia juga ingin mendaftar sepertiku, Batinku. Tanpa basa-basi ku langsung masuk ke ruang pendaftaran dan meninggalkannya seorang diri yang masih mematung.Tiga hari setelah pendaftaran tibalah waktunya kami menjalani Masa Orientasi Siswa. Semua siswa diharuskan untuk berkumpul di lapangan termasuk aku. Saat sedang berkumpul dan mendengarkan pengumuman, tiba-tiba tidak sengaja pandanganku melihat seorang lelaki. Ya dia lelaki yang saat it
"Biasanya kalau sore begini papa belum pulang kak dari ladang tapi mungkin sebentar lagi. Memangnya kenapa kak ?" Tanyaku penasaran."Tidak kenapa-kenapa kok manis cuma mau kenalan saja". Jawabnya santai.Tak berselang lama..."Assalamualaikum Zahra". Ucap papa dari pintu belakang."Wa'alaikum salam pah". Jawabku sambil menuju ke dapur."Maaf ya kak, saya mau kebelakang dulu". Ucapku lalu pergi"Iya manis, silahkan"."Zahra, ibu mana sayang ?" Tanya bapak yang baru masuk rumah."Ibu lagi ke warung pah", kataku singkat."Jadi kamu lagi sendiri di rumah ?""Tidak pah, di luar ada teman Zahra". Jawabku gugup."Loh, kok bicaranya gugup ? Ayo siapa di luar teman atau temanmu ?" Kata papa sambil mencolek pipiku.Wajahku seketika berubah menjadi merah karena malu."Papa bisa saja". Jawabku tersenyum manja."Ya sudah, temani dulu temanmu sayang nanti papa menyusul. Papa mau mandi dulu ger
Ibu yang sedang menonton TV di ruang tamu bergegas masuk ke kamarku saat mendengar tangisku pecah."Ada apa sayang ? Kenapa menangis ?" Tanya ibu cemas."Kak Evan Bu." Ucapku sambil menangis."Iya, kenapa dengan nak Evan? Apa yang terjadi dengannya?". Tanya ibu lagi yang terlihat semakin cemas.Ku ceritakan semua yang baru saja ku alami, seketika ibu langsung memelukku dan mencoba menenangkanku."Sabar sayang, mungkin nak Evan lagi sibuk sehingga tidak bisa di hubungi, lagian belum tentu juga yang SMS kamu sepupunya nak Evan, bisa saja itu hanya orang iseng." Jawab ibu sambil mengelus rambutku.Dengan cepat ku hapus air mataku."Benar kata ibu, mungkin hanya orang iseng tapi kenapa hatiku seakan berkata kalau itulah kenyataannya.""Kak Evan, aku menyayangimu aku tak mau kehilanganmu cukup raga kita yang berpisah jauh tapi hati kita jangan."Semenjak saat itu nomor kak Evan tidak bisa lagi di hubungi, hingga suatu h
Ketika sadar ku rasakan sakit di bagian Kepala dan kakiku. Perlahan ku buka mataku semuanya serba putih."Tante Mia ?" Ucapku pelan.Wanita paruh baya itu sedang duduk menangis di sofa sambil memeluk putrinya. Mendengar suaraku iapun bergegas menghapus air matanya dan menghampiriku."Sayang, Alhamdulillah kamu sudah sadar nak, setelah sekian lama koma?" Ucapnya perlahan lalu menghapus air matanya kembali."Koma ?" ucapku heran sambil mencoba mengingat apa yang telah terjadi. Kepalaku tiba-tiba sakit saat mengingat kejadian itu, auw."Iya sayang, kamu koma selama lima hari, jangan terlalu banyak bergerak dulu."ucapnya sambil mengelus rambutku."Tante, ibu dan papaku mana ??".Hening, tak ada jawaban. Mereka hanya saling berpandangan."Tante?" Tanyaku sekali lagi.Wanita itu menghapus air matanya mencoba tegar dan kembali mendekatiku. Sedangkan putrinya kak Rini bergegas keluar ntah kenapa dia, tapi sepintas terlihat