Share

Rindu Yang Terpendam Episode Enam

Syurrrr... Guyuran air yang di tumpukan wanita paruh baya tepat di wajahnya membuat Zahra terbangun dari tidurnya. Dengan memegangi kepalanya yang terasa sakit, ia mencoba membuka matanya. Ia terheran saat melihat tante Mia berdiri di samping tempat tidurnya, memegang sebuah botol plastik bekas yang ia gunakan untuk menyiramnya, wajahnya terlihat tak bersahabat.

"Tante." Ucap Zahra pelan sambil mencoba bangun dari tempat tidurnya. Namun saat hendak bangun, netranya membesar melihat tubuhnya terbungkus selimut tanpa sehelai kain pun. Ia pun panik dan segera menarik selimut tersebut.

"Apa yang terjadi Tante ? Di mana aku?." ucapnya ketakutan.

Wanita yang sedari tadi menahan emosinya tiba-tiba melayangkan sebuah tamparan ke wajah mulus Zahra.

"Plak....

Kamu bilang apa yang terjadi? Kamu amnesia atau pura-pura lupa ingatan ha?."ucapnya membentuk Zahra. 

"Lihat lihatlah ini, wanita itu menunjukkan sebuah foto kepada Zahra, foto di mana ia tertidur tanpa busana sambil memeluk lelaki asing".

"Kenapa Zahra? Kenapa begini?." Wanita itupun kembali melayangkan tamparan bertubi-tubi padanya.

"Ampun Tante." ucap Zahra dengan wajah sedih berharap wanita paruh baya itu segera menghentikan pukulannya.

"Kenapa kamu lakukan ini? Kalau kamu butuh uang, kamu bisa bilang padaku bukan dengan cara seperti ini menjual tubuhmu ke lelaki hidung belang, Tante kecewa padamu Zahra bahkan jika almarhum papa dan ibumu masih hidup mungkin mereka akan melakukan hal yang sama denganku."ucap wanita paruh baya itu yang kini telah terduduk lemah di lantai.

Tak ada lagi percakapan dari kedua wanita itu, mereka hanya sama-sama menangis. Tiba-tiba seorang lelaki keluar dari kamar mandi "Eh sayang, sudah bangun ternyata, jangan menangis terus dong, ayo happy seperti saat semalam kita berada di peraduan, aksimu benar-benar membuatku ingin tambah lagi, hahahaha."ucap lelaki itu tanpa ia sadari jika di samping tempat tidur Zahra ada seorang wanita paruh baya yang sedang menangis.

"Cukup." Dengan cepat wanita yang tak lain adalah Tante Mia segera berdiri. "Jangan teruskan kata-katamu brengsek, atau aku akan... Belum sempat ia menyelesaikan kata-katanya tiba-tiba dadanya terasa sesak. Sakit jantung yang ia derita selama ini kini kambuh mendengar ucapan dari lelaki tersebut. Ia memegangi dadanya dan seketika ambruk ia jatuh ke lantai.

"Tante." ucap Zahra berteriak. Dengan cepat ia ia segera memakai pakaiannya dan bergegas menolong tantenya.

Lelaki yang masih berdiri berdiri di depannya hanya terdiam membisu dan seketika ia berlalu keluar dari kamar hotel. Secepat mungkin Zahra meminta pertolongan dan bergegas membawa tantenya ke rumah sakit. 

"Tante maafkan aku, aku mohon sadarlah." ucap Zahra sambil mengusap air matanya.

Saat sampai di rumah sakit, Tante Mia segera di tangani dokter. Hampir setengah jam menunggu pintu UGD tak kunjung terbuka. Tiba-tiba Rini datang menghampirinya.

"Mamaku kenapa Ra?" Tanyanya kenapa Zahra yang sedang duduk di bangku tunggu. 

Zahra yang kaget atas kedatangan Rini hanya bungkam, entah harus cerita dari mana dulu ia bingung untuk menjelaskannya.

"Zahra." Bentak Rini sekali lagi "Kamu punya mulutkan? Ayo bicara."

"Maafkan aku kak." ucap Zahra terbata-bata.

"Jika terjadi sesuatu pada mamaku kamulah orang yang pertama kali harus bertanggung jawab, pergi dari sini aku tak mau melihatmu lagi." ucap Rini.

Dengan langkah yang lemah iapun beranjak pergi dari hadapan Rini. Melewati lorong rumah sakit, ia memegang dadanya "Cukup sudah, aku sudah tak sanggup lagi menjalani hidup ini, terlalu banyak derita yang harus ku tanggung sendiri, aku menyerah."

Sesampainya di taman rumah sakit, ia menghempaskan tubuhnya di sebuah bangku kosong. Ia menangis seakan air matanya tak kunjung habis. Mencoba mengingat kejadian semalam tapi sayang zonk, ia tak bisa mengingatnya sama sekali.

"Penyesalan memang selalu datang terlambat, Makanya sebelum melakukan sesuatu, fikirkan dulu terlebih dahulu jangan setelah kejadian bisanya hanya menangis." ucap seorang lelaki yang tiba-tiba berdiri di depan Zahra.

Dengan perlahan Zahra mengangkat kepalanya, suara itu tak asing baginya. Saat melihatnya ia hanya tersenyum kecut mengetahui jika dugaannya tidak salah. Suara itu milik Evan, seseorang yang dulu sangat ia sayangi kini telah menjadi orang yang sangat ia benci.

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status