Share

Rindu Yang Terpendam Episode Lima

Bagaikan gelas kaca yang terjatuh ke lantai, hati Zahra kini benar-benar hancur berantakan. Luka yang belum sepenuhnya kering karena kehilangan orang tuanya, kini kembali basah karena menyaksikan lelaki yang sangat ia sayangi sedang berpelukan mesra dengan sepupunya sendiri tepat di depan matanya.

Tanpa ia sadari, iapun terhempas jatuh kelantai karena kakinya tak bisa lagi menopang tubuhnya.

"Tuhan, tolong sadarkan aku, mimpi Ini terlalu buruk untukku." ucapnya sambil mencubit tangannya sendiri, berharap ini benar-benar hanyalah mimpi buruknya. "Auw" tangannya sakit, tapi hatinya lebih sakit mengetahui inilah kenyataan yang sesungguhnya.

"Kenapa Ra ?" tanya Rini sambil melepaskan pelukannya dari lelaki yang memberikannya bunga yang tak lain adalah Evan Saputra kekasih dari sepupunya sendiri.

Zahra hanya bungkam, tak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya. Tubuhnya bergetar bersama dengan air matanya yang jatuh, ia tak bisa lagi menahannya. Dengan cepat Zahra menghapus air matanya berharap Rini tak melihatnya. Ia tak ingin merusak kebahagiaan sepupunya meskipun ia harus mengorbankan hatinya. Ia mencoba berdiri kembali, tapi tetap saja kakinya tak mampu menopang tubuhnya.

Segera Rini membantu Zahra untuk duduk di posisi semula, sedangkan di depannya, Evan hanya berdiri melihat Zahra dengan tatapan kebencian. Entah kenapa dengan Evan? Jangankan menolong Zahra, ia bahkan hanya menarik Rini dan membisikkan sesuatu padanya.

"Aku tidak mau malam ini terganggu, siapapun dia aku mau dia pergi sekarang atau aku yang akan pergi."

"Cepat ambil keputusan atau aku akan pergi sekarang," ucap Evan dengan sedikit kasar.

Rini pun tersentak kaget, lelaki yang ia anggap lemah lembut berbicara kasar kepadanya.

"Ra, maafkan aku, tapi ini berat buatku, kamu tak apa-apakan pulang sendiri nanti ku pesankan taxi untukmu?" ucap Rini dengan wajah sedih.

"Jangan sedih kak, Maafkan aku telah membuat malam bahagiamu hancur, tiba-tiba saja badanku terasa tidak enak, aku akan pulang, bersenang-senanglah." Dengan sekuat hati Zahra mencoba untuk tersenyum agar tak membuat Rini curiga.

"Aku antar kamu ke depan ya Ra?"

"Tidak usah kak, aku masih bisa sendiri." Tepis Zahra dengan halus. Iapun melangkah pergi membawa luka yang baru saja dapatkan dari lelaki yang sangat berarti dalam hidupnya.

Hati kecil Zahra ingin meminta penjelasan dengan Evan, tapi sayang jangankan berbicara menatapnya saja ia sudah tak sanggup, hatinya benar-benar hancur, hancur berkeping-keping.

Setelah sekian lama menunggu, malah yang ia harapkan berbanding terbalik dengan yang ia impikan.

"Kenapa kak? kenapa seperti ini? Apa salahku padamu? Aaaaaaaaaa." Air matanya tak bisa lagi ia bendung bahkan ia tak memperdulikan orang yang berlalu lalang di dekatnya. Hatinya hancur, dunianya telah runtuh. Seseorang yang membuatnya bertahan dalam setiap duka kini tega mengporak-porandakan hatinya.

Tiga hari setelah kejadian malam itu, Zahra berpamitan kepada Tante Mia untuk berziarah ke makam orang tuanya. Sesampainya di sana ia berdoa dengan khusyuk lalu menangis menumpahkan semua beban d hatinya.

"Pa, Bu, Zahra datang, Zahra tidak kuat lagi menjalaninya sendiri." Ia menangis sesenggukan hatinya benar-benar lelah. 

Zahra yang awalnya hanya duduk di samping makam orang tuanya kini telah berbaring di atas pusara ibunya. Ia bahkan tak memperdulikan keadaannya yang telah basah kuyup akibat derasnya hujan.

"Jangan terlalu lama bersedih, om dan tante pasti akan sedih jika melihatmu seperti ini." Kata seorang pemuda yang tiba-tiba datang memayungi Zahra yang tak lain adalah Dokter Rayan.

Zahra yang kaget mendengar suara itu seketika menghapus air matanya lalu bangkit dari tempatnya berbaring. "Kak Rayan? Kenapa bisa disini? Sejak kapan kakak datang?" Pertanyaan bertubi-tubi kini di keluarkan oleh Zahra karena ia tak menyangka jika di belakangnya ada Dr.Rayan.

Pemuda itu hanya terdiam lalu bergegas membantu Zahra untuk berdiri. Tak lupa juga ia memakaikan jaket pada Zahra. Ia tak mau gadis di depannya itu kedinginan.

"Jangan banyak tanya, ayo ikut ke mobil, aku tidak mau kamu sakit gara-gara terlalu lama kena hujan." Segera Dr.Rayan membawa Zahra ke mobilnya. 

Dari dulu Dr.Rayan memang ada rasa dengan Zahra. Rasa sayang yang melebihi sayang kakak ke adiknya. Bermula ia hanya mengagumi Zahra dan tanpa ia sadari rasa kagum itu kini telah berubah menjadi cinta. Tapi sayang Zahra hanya menganggapnya tak lebih dari seorang kakak.

Setelah sampai di dalam mobil Dr.Rayan pun memberikan Zahra minuman hangat. "Minumlah ini biar badanmu kembali hangat." Ucapnya sambil menyerahkan minuman itu ke Zahra.

"Aku sedang ada tugas di kampung ini, tapi pas melewati jalan ini aku melihatmu kehujanan makanya aku kesini. Ucapnya kembali menjelaskan.

"Oh." Hanya kata itu yang keluar dari mulut Zahra dan akhirnya hening tak ada lagi percakapan selama perjalanan menuju rumahnya.

"Kamu pulang ke Ma****** hari apa Ra? Siapa tau kita bisa bareng." Tanya Dr.Rayan tiba-tiba memulai pembicaraan ketika sampai di rumah Zahra.

"Aku berangkat nanti malam kak soalnya besok ada pengumuman kelulusan di sekolah."

Ada rasa kecewa di hati Dr.Rayan, ia yang berharap bisa pulang bersama dengan Zahra ternyata hanyalah mimpi belaka untuknya karena ia hanya boleh pulang ketika tugasnya selesai di desa ini dan itu berarti dua hari lagi ia bisa kembali.

"Terima kasih kak sudah mengantarku pulang."

"Iya sama-sama Ra, Aku tidak mampir ya soalnya banyak kerjaan di puskesmas. Jangan lupa memberiku kabar jika nanti malam kamu mau berangkat."

"Iya kak, tidak apa. Hati-hati di jalan."

Pukul 18.30 Zahra sudah berada di depan rumahnya untuk menunggu bus. Ia memilih menggunakan bus malam karena ia ingin perjalanannya nyaman tidak seperti dengan bus siang ia harus berdesak-desakan dengan penumpang yang lain di tambah lagi jalan macet jika siang hari. Saat hendak mengunci pintu rumahnya tiba-tiba ada seseorang yang membiusnya dari belakang dan akhirnya gelap Zahra pun pingsan.

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status