Share

2. Cerai atau menikah lagi

"Udahlah, Ilham! Kamu ceraikan saja Sela! udah tiga tahun dia belum hamil juga! mau sampai kapan ibu sabar menunggu, Ham ? Ibu mau punya cucu! kamu anak satu-satunya yang ibu punya, apa kamu tidak kasihan sama ibu, Ham ?"

Sakit sekali rasanya ketika mendengar ibu mertuaku menyuruh Mas Ilham menceraikan aku. Rasanya dadaku benar-benar terasa sesak.

"Tolong beri Sela waktu lagi, Bu. Mungkin, Allah belum kasih saja, Bu. Lagian, kita 'kan bisa adopsi anak dari panti asuhan. Yang penting, Ilham gak mau menceraikan Sela, Bu."

"Ibu gak mau, Ilham! Ibu mau cucu dari darah daging kamu sendiri!"

"Tapi aku gak mau pisah sama Sela, Bu. Ilham sangat mencintai dia."

"Lebih baik kamu periksa dia ke dokter! Jangan-jangan istri kamu itu memang mandul lagi!"

"Aku gak peduli Sela bisa kasih aku anak atau tidak, Bu. Aku juga gak maksud buat ibu terluka. Aku bingung, Bu. Aku mohon ibu mengerti, aku sangat menyayangi Sela, Bu."

"Susah bicara sama kamu, Ham!"

Aku menangis mendengar sendiri ucapan Mas Ilham, bersyukur sekali aku memiliki suami yang sangat menyayangi ku.

Selama tiga tahun, ia selalu sabar ketika aku tak kunjung hamil. Selama tiga tahun juga, ia selalu terus mempertahankan aku disaat ibunya terus menerus menyuruhnya untuk menceraikan aku.

Selama itu juga, aku belum pernah memeriksa ke dokter atas ketidakhamilan-ku selama ini. Mas Ilham selalu marah jika aku melakukan itu. Ia selalu berusaha membuat aku percaya jika aku tidak mandul. Selama itu, karena suamiku, aku berjanji untuk tidak pernah memeriksa-nya.

Hingga tadi pagi, aku melanggar janji itu karena aku benar-benar sudah tidak kuasa lagi untuk ingin mengetahui semuanya.

Setelah cukup lama berdiri di pinggir pintu, aku mengusap air mata dan masuk ke dalam rumah dengan berpura-pura tidak mendengar apa yang mereka bicarakan.

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikum salam," ucap Mas Ilham dan ibu mertuaku secara bersamaan.

Aku menyalami Mas Ilham dan ibu mertuaku yang tengah duduk di sofa.

"Ibu kesini, Bu ?" sapaku sambil menyalami ibu mertuaku.

"Kamu sudah pulang ternyata, Sel. Ibu mau langsung bicara saja kamu, ibu udah pengen cucu. Kamu tau itu 'kan ?"

"Iya, Bu. Ma-af karena aku belum bisa kasih ibu cucu."

Ibu mertuaku---Bu Rita--berdiri dengan raut wajah yang nampak kesal.

"Ibu gak mau tau! Jika dalam tiga bulan kamu tidak kunjung hamil juga. Kamu harus minta pisah sama Ilham!"

"Bu!" ucap Mas Ilham sambil duduk. Aku masih terdiam berdiri karena tak bisa melawan.

"Sudah Ilham! Kamu diam! Ibu sudah cukup sabar selama ini!"

Kali ini Mas Ilham juga berdiri.

"Bu, aku gak mau pisah sama Sela, Bu."

"Oke. Ibu gak akan nyuruh kamu menceraikan Sela. Tapi, jika dalam tiga bulan Sela tak kunjung hamil juga, kamu harus mau menikah lagi dengan wanita lain!"

Deg! Kaget dan sakit sekali rasanya dadaku. Bagaimana mungkin aku bisa berbagi Mas Ilham bersama wanita lain ?

"Tapi, Bu ?!" ucap Mas Ilham.

"Bagaimana Sela ? Kamu setuju ?!" tanya ibu mertuaku padaku.

Aku terdiam penuh kebingungan.

"Mau tidak mau kamu harus tetap mau mengikuti peraturan dari ibu!" ucap ibu tanpa mau mendengarkan dulu jawabanku.

"Baiklah, Bu. Dalam tiga bulan aku akan coba lagi program hamil. Dan, jika dalam tiga bulan itu aku tak kunjung hamil, aku akan meminta pisah atau berbagi suami," ucapku.

Aku pasrah, karena sebenarnya aku memang tidak bisa hamil. Aku hanya ingin mengulur waktu agar masih tetap bisa bersama Mas Ilham.

"Sela ?! kenapa kamu bilang begitu, Sel ?" tanya Mas Ilham.

"Aku gak punya pilihan lain, Mas."

"Ibu pegang kata-kata kamu, ya!"

Setelah mengucapkan itu, ibu mertuaku pun berjalan keluar menuju pintu untuk pulang.

Aku dan Mas Ilham saling terdiam berdiri dan saling bertatapan.

"Kenapa kamu tadi bicara seperti itu, Sel ? Kamu sudah tidak cinta sama aku ? Kamu mau pisah sama aku ? Kamu tega membiarkan aku menikah dengan wanita lain ?" lirih Mas Ilham.

"Duduk dulu, Mas. ada yang mau aku bicarakan sama kamu."

Aku dan Mas Ilham pun duduk. Siap tidak siap, aku harus menceritakan tentang diriku yang tidak bisa memberikan anak pada Mas Ilham.

Aku mengambil surat yang diberikan oleh dokter dari tasku. Lalu, memberikannya pada Mas Ilham.

"Kamu baca dulu, Mas."

Mas Ilham meraihnya, ia melihat heran dengan surat yang aku berikan padanya. Ia nampak melihat kop surat dari rumah sakit itu.

"Kamu habis dari rumah sakit ? Bukannya tadi pagi kamu bilang kamu mau beli B Erl untuk perawatan wajah kamu agar semakin Glazed yang lebih-lebih dari glowing itu ?"

"Ma-af, Mas. Aku bohong sama kamu

Sebenarnya aku bukan mau beli B Erl. Maaf karena aku melanggar janji aku, ma-afkan aku, Mas. Aku benar-benar gelisah selama ini karena ingin tahu tentang aku yang tak kunjung hamil," ucapku sambil menunduk penuh rasa bersalah.

"Maksud kamu ?"

Aku terdiam, Mas Ilham pun membuka surat dalam amplop putih itu. Aku melihatnya, ia nampak tengah membacanya. Hingga setelah sekitar beberapa menit, ia menatap ku dengan lirih.

Aku yakin, Mas Ilham sudah mengerti keadaanku.

"Ja-di kamu ?"

"Iya, Mas. Aku mandul, aku tidak akan pernah bisa memberikan anak untuk kamu sampai kapanpun juga. Terserah kamu jika kamu mau menceraikan aku, Mas. Aku pasrah. Sudah seharusnya aku sadar diri, aku bukan perempuan yang sempurna untuk kamu, Mas..." ucapku sambil tak kuasa untuk menangis.

Mas Ilham menyenderkan kepalaku di bahunya.

"Astagfirullah.. Sel, sudah berapa kali aku bilang sama kamu, sampai kapanpun aku gak akan pernah menceraikan kamu. Aku gak peduli jika kamu tidak bisa memberikan aku anak. Yang penting buat aku, kamu tetap bersama aku, Sel."

Aku mengangkat kepalaku dan menatap Mas Ilham dengan lirih.

"Tapi, Mas ? Aku gak mau egois, aku ingin kamu dan ibu kamu bahagia. Ibu sudah sangat ingin cucu. Atau, kamu nikah lagi aja ya, Mas ? Seperti yang ibu bilang tadi. Aku akan berusaha untuk ikhlas, Mas. Ini demi kebaikan kamu dan ibu kamu, Mas."

Mas Ilham langsung berdiri dan menatap ku dengan raut wajah yang terlihat marah.

"Kamu ini ngomong apa, Sih, Sel ?! 'Kan sudah aku bilang tadi, aku tidak mau menceraikan kamu! Aku juga tidak mau menikah lagi!"

"Tapi, Mas ? Aku gak bisa kasih kamu anak. Aku gak sempurna, Mas.."

"Aku gak peduli, Sel! kita masih bisa adopsi dari panti asuhan 'kan ?"

"Enggak, Mas. Aku tadi denger sendiri jika ibu tidak mau jika kamu memiliki anak yang bukan dari darah daging kamu sendiri."

"Sudahlah, Sel. Pokoknya kamu gak boleh minta pisah sama aku! Sampai kapanpun aku juga gak mau menikah dengan wanita lain! Harusnya kamu dukung aku, Sel! Apa kamu tidak mengerti jika aku tidak mau pisah dan menikah dengan wanita lain karena aku sangat mencintai kamu ?! Apa kamu tidak mengerti itu, Sel ?!"

Aku terdiam. Sedangkan, Mas Ilham yang tadinya berdiri kini bersimpuh dihadapan ku dan meraih kedua tanganku untuk dia genggam. Tatapannya begitu lirih menatapku. Bola matanya tiba-tiba berkaca-kaca, ia menangis menatapku.

"Aku mohon sama kamu, Sel. Kita perjuangkan sama-sama pernikahan kita. Aku mohon.. kamu jangan pernah lagi bilang untuk minta pisah sama aku atau menyuruh aku menikah lagi dengan wanita lain. Aku mohon, Sel. Aku sangat mencintai kamu.."

Melihat Mas Ilham sampai menangis, aku bisa merasakan jika Mas Ilham memang menyayangi ku.

Aku pun mengangguk. Jujur, aku juga sangat mencintainya.

"Iya, Mas. Kita sama-sama berusaha untuk mempertahankan pernikahan kita. Semoga saja ibu bisa luluh."

Mas Ilham pun langsung memelukku.

"Makasih ya, Sayang. Aku percaya kita bisa melewati semua ini."

"Iya, Mas. Aku juga berharap begitu."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status