Share

9. Takut terbongkar

POV ILHAM

Aku baru pulang ke rumah setelah dari kantor. Saat membuka pintu rumah, aku lihat ibu tengah memangku Zahra. Ibu memang terlihat begitu sayang sekali pada Zahra. Sejak aku menikah dengan Sela, ibu selalu ingin cepat pulang cucu.

Aku masuk dan mengucapkan salam, lalu menyalami tangan ibuku.

"Udah pulang kamu, Ham," tanya ibu.

"Udah, Bu. Papah berangkat ke luar negeri lagi, Bu ?"

"Iya, papah kamu sibuk terus. Katanya sekitar dua mingguan disana. Makannya ibu mau menginap disini."

"Dua minggu, Bu ?" tanyaku menohok. Bukannya tidak memperbolehkan ibuku menginap, tapi aku takut jika rahasia yang selama ini ditutupi rapat-rapat, terbongkar.

"Kenapa ? Kok kayaknya kamu kaget denger ibu mau menginap lama ?"

"Eu-- bukan begitu, Bu. Ilham cuma gak tega aja papah kerja sampai dua minggu di luar negeri," ucapku berbohong.

"Ah! kamu ini, kayak baru pertama kali ini aja kamu denger papah kamu ke luar negeri dalam waktu lama. Biasanya 'kan juga begini, Ham. Tapi, gak papalah, ibu jadi bisa lama sama Zahra," ucap Ibu yang lalu mengecup kening Zahra.

"Oh, Iya, Bu. Sela dimana ?"

"Tadi dia ada di kamar," ucap ibu.

"Yaudah, Bu. Kalo gitu aku mau mandi dulu, ya ? Badan aku rasanya gak enak banget, lengket banget habis seharian kerja."

"Iya, sana kamu mandi dulu. Zahra biar sama ibu aja."

"Iya, Bu."

Setelah itu, aku masuk ke dalam kamar. Di dalam kamar, aku menemui Sela yang tengah duduk merias dirinya di depan cermin.

Ia memang wanita yang begitu pandai merawat diri, ia selalu bersih dan enak dilihat, itulah salah satu hal yang membuat aku jatuh cinta padanya.

"Sayang," ucapku sambil menghampirinya. Aku lihat dia melihatku juga dari cermin.

"Mas, kamu udah pulang ternyata."

Setelah dekat dengannya, aku mencium keningnya lalu menyimpan daguku di pundaknya. Kami saling bertatapan di cermin.

"Mulai deh manjanya," keluh Sela.

"Makin hari kamu makin cantik aja," pujiku. Lebih tepatnya, aku memang mengatakan yang sebenarnya. Terlihat di cermin, ia tersenyum menatap ku.

"Aku 'kan selalu rutin pakai B Erl, Mas. Ini berkat teman aku yang bilang kalo pake produk B Erl bisa membuat wajah aku lebih-lebih dari glowing, tapi disebutnya itu glazed. Ternyata beneran, Mas. Aku suka dengan produk ini," ucap Sela sambil memperlihatkan produk B Erl nya ke arahku.

"Iya, Sayang." ucapku sambil tersenyum.

"Oh, Iya, Mas. Tadi aku 'kan panggil Ayu buat kesini. Ayu juga sempat memberi ASI-nya pada Zahra karena Zahra selalu muntah jika diberi susu formula. Masalahnya, ibu lihat Ayu saat ibu kesini, ibu juga lihat ada tetesan basah ASI di bajunya Ayu karena bekas menyusui. Tadi, aku lihat ibu seperti curiga, Mas. Aku bener-bener gak bisa tenang."

Mendengar itu, aku merasa cukup kaget. Aku mengangkat kepalaku dari pundak Sela, memikirkan takut ibuku menaruh curiga.

"Sepertinya, kita memang harus jaga jarak dulu dari Ayu. Masalah ASI, kamu coba aja terus pake susu formula, ya ?" Siapa tau, Zahra akan terbiasa dengan susu formula," ucapku karena selama ini, Ayu sudah beberapa kali ke rumah atau kami yang sengaja datang ke rumahnya untuk meminta ASI-nya untuk Zahra.

"Iya, Mas. Aku juga udah kasih pekerjaan pada Ayu untuk bekerja di butik kita. Butik aku 'kan cukup deket dari rumah ini, jadi kalo aku mau minta ASI untuk Zahra, akan lebih mudah dan cepat."

Aku setuju saja akan keputusannya.

Lagian, Butik itu dia dirikan dari hasil dirinya menabung. Menabung dari hasil kerja kerasnya waktu dulu saat dia bekerja sebagai pegawai bank. Saat itu Sela masih belum menikah denganku.

Setelah dia menikah denganku, Aku hanya membantu Sela beberapa persen saja dalam mendirikan butik impiannya itu.

Ia selalu menolak jika ingin aku bantu. Hal itu jugalah yang membuat aku jatuh hati padanya. Ia wanita yang pandai dalam mengatur keuangan, pekerja keras, dan begitu ingin mandiri.

Kali ini, aku memegang kedua bahu istriku. Aku ingin berusaha menenangkannya.

"Pokoknya, kamu gak usah khawatir. Aku akan berusaha melakukan cara apapun agar rahasia ini tidak diketahui oleh ibu." Ucapku.

*****

Malam pun tiba. Aku lihat Zahra sudah tidur di tempat tidurnya. Kemungkinan, ibu juga pasti sudah tidur di kamar yang ada di sebelahnya kamar kami.

Saat hendak tidur, handphone yang ada di atas laci berdering. Ada yang menelpon dirinya. Aku lihat Sela pun mengambil, lalu menatap layar ponselnya.

"Siapa ?" tanya ku pelan.

"Ayu, Mas. Ada apa ya Ayu malam-malam begini telpon ?" ucap Sela yang terdengar heran. Tak lama dia pun mengangkat telpon dari Ayu. Aku ikut mendengarkan pembicaraan Sela dengan Ayu. Sela sengaja meloud speaker panggilannya.

"Hallo, Yu ?"

[Bu, ibu harus hati-hati, Bu. Tadi sore Rio datang ke rumah dan marah-marah, ia menginginkan Zahra, Bu. Saya juga minta maaf, Bu, karena sudah memberi tahu jika Zahra ada di ibu. Saya diancam sama Rio, Bu.]

Aku dan Sela saling bertatap panik begitu mendengar ucapan dari Ayu.

"Apa ? Rio ayahnya Zahra tadi sore datang ke rumah kamu untuk mengambil Zahra ?!" ucap Sela yang terdengar kaget.

[Iya, Bu. Ia bilang jika dia ingin mengambil Zahra untuk dia jual ke orang lain. Saya gak mau itu terjadi, Bu. Saya gak mau Zahra sama orang lain. Saya takut jika orang lain itu tidak sebaik ibu Sela dan Pak Ilham.] ucap Ayu yang terdengar sambil menangis.

"Astagfirullah... Ayah macam apa dia ? Setelah tidak mau bertanggung jawab, dia juga mau menjual anaknya sendiri." Sela terdengar cukup emosi.

[Saya juga gak habis pikir, Bu. Saya benar-benar takut.]

"Udah, Yu. Kamu tenang aja, aku juga gak akan biarkan Zahra diambil oleh Rio. Aku dan Mas Ilham pasti akan mencari cara agar Rio tidak bisa mengambil Zahra."

[Baik, Bu. Pokoknya ibu mesti hati-hati, Bu. Rio lelaki yang tidak baik, Bu. Saya takut dia akan melakukan apa saja demi mengambil Zahra dari ibu untuk dia jual.]

Setelah selesai telponan dengan Ayu, Sela menatap ku dengan wajah yang begitu cemas.

"Mas.. aku gak mau Zahra diambil, Mas. Aku udah sayang sama Zahra," lirih Sela. Aku bisa mengerti itu.

Zahra sudah beberapa bulan bersama kami. Sela sudah pasti sudah sangat menyayangi Zahra.

Segera aku menyenderkan kepalanya di bahuku. Aku paling tidak bisa melihat Sela bersedih.

"Kita pasti bisa melewati semua ini, Sayang. Aku juga akan berusaha untuk membuat Rio tidak bisa mengambil Zahra. Yang lelaki itu inginkan pasti hanya uang, aku akan memberikan dia uang agar dia tidak mengambil Zahra," ucapku sambil mengelus rambut Sela.

Perasaanku juga mulai tidak tenang setelah mendengar Rio akan mengambil anaknya. Bisa saja rahasia ini akan terbongkar jika sampai Rio datang ke rumah.

Kemungkinannya aku akan pisah dengan Sela atau harus menikah lagi dengan wanita lain hanya untuk mendapatkan keturunan. Sungguh, aku tidak mau hal itu sampai terjadi.

*****

Seperti biasa, pagi-pagi aku bersiap-siap untuk berangkat ke kantor. Sambil duduk di meja makan, aku lihat Sela tengah menyiapkan sarapan. Ia tengah mengoleskan keju pada roti tawar. Hal yang biasa dia lakukan setiap harinya untuk melayani ku.

Meskipun keuangan ku cukup untuk mengadakan asisten rumah tangga, tapi Sela tidak mau ada asisten rumah tangga ataupun baby sitter di rumah ini. Ia pernah bilang, jika dia ingin merasakan menjadi sosok istri dan sosok ibu.

Sedangkan ibuku, aku lihat ibu juga sudah anteng mengasuh Zahra yang ada di kursi roda. Zahra sesekali tertawa main dengan ibuku. Ibu terlihat sangat menyayangi Zahra.

Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana jika sampai ibu tahu jika Zahra bukanlah anak kandungku. Apalagi, setelah semalam merasa terancam dengan kehadiran Rio.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status