Ilham datang ke kantor polisi untuk mencabut laporan atas Rio yang telah memerasnya dan atas kasus menculik anaknya sendiri untuk dijual.Rio begitu berterimakasih pada Ilham. Selama di dalam penjara, ia banyak sekali mendapatkan pelajaran. Sekarang, ia sudah mengakui kesalahannya dan ingin menjadi manusia yang lebih baik lagi."Kamu benar-benar mau membebaskan aku, Ilham ?" "Iya, Aku serius. Tapi, kamu mesti janji, kamu jangan berbuat jahat lagi seperti kemarin.""Iya, Ilham. Aku berjanji. Aku akan berusaha untuk menjadi orang baik.""Oke. Kalo, begitu. Aku pegang ucapan kamu. Jadi gimana ? Kamu juga mau 'kan bertanggung jawab untuk menikahi Ayu ?""Iya. Aku akan bertanggung jawab. Jujur saja, sebenarnya aku juga mencintai Ayu. Hanya saja, dulu aku merasa belum sanggup untuk memiliki istri. Aku tidak punya apa-apa untuk menafkahinya. Apalagi, aku dengar sampai Ayu hamil. Aku semakin merasa terbebani. Jadi, aku memilih kabur. Aku mengakui kesalahanku itu.""Baguslah kalo kamu sudah m
Satu bulan kemudian...Di depan halaman rumahnya. lham tengah memangku Zahra dan Sela tengah menyuapi Zahra. Mereka berdua merasa senang sekali akan kehadiran Zahra, karena mereka merasa seperti menjadi seorang ayah dan seorang ibu.Saat Sela dan Ilham tengah mengasuh Zahra, Tiba-tiba ada Ayu dan Rio yang bertamu ke rumah mereka. Ada yang ingin dibicarakan oleh Ayu dan Rio.Ayu dan Rio pun dipersilahkan masuk, hingga mereka berbicara di ruang tamu. Bu Tari yang tengah ada di rumah Ilham, juga ikut duduk di ruang tamu.Sambil duduk, Ilham tetap memangku Zahra yang sudah semakin tak bisa diam.Ayu dan Rio hanya terdiam. Mereka tengah berusaha memberanikan diri untuk mengatakan apa tujuan mereka."Jadi, apa yang mau dibicarakan ? 'kok kayaknya serius banget?" tanya Ilham dengan tawa kecil untuk membuat suasana tidak terlalu tegang."Iya, Yu, Rio, ada apa ? Bilang aja, jangan sungkan," tambah Sela."Iya, Nak. Memangnya ada apa ? 'kok kayaknya kalian lagi ada yang dipikirkan ?" tanya Bu Ta
HAMIL DISAAT MANDUL - Kenyataan Pahit (1)"Ma-af, Bu. Dengan berat hati saya harus menyampaikan berita buruk ini pada ibu. Dari hasil pemeriksaan tadi, ternyata ada yang bermasalah dengan rahim ibu. Dan, maaf, Bu. Ibu dinyatakan tidak bisa memiliki keturunan.""Ibu yang sabar ya..." Lanjut dokter wanita berusia 40 tahunan yang baru saja memeriksa ku dengan terdengar sangat hati-hati mengatakannya.Namun, mendengar apa yang barusan disampaikannya, tetap saja membuatku benar-benar merasa syock. Aku masih duduk terdiam di kursi dan seakan kesulitan untuk berkata dalam beberapa detik. Aku masih tidak percaya dengan apa yang aku dengar."Jadi, maksud dokter, saya tidak bisa memiliki anak, Dok ?" Dokter dihadapan ku itu mengangguk pelan."Sekali lagi ma-af, Bu. Menurut hasil medis, kenyataannya memang seperti itu."Dihadapan dokter itu, aku pun tak kuasa untuk menahan tangis. Aku benar-benar merasa diriku sangat hancur. Apa yang menjadi pertanyaan ku selama tiga tahun semenjak menikah, akhi
"Udahlah, Ilham! Kamu ceraikan saja Sela! udah tiga tahun dia belum hamil juga! mau sampai kapan ibu sabar menunggu, Ham ? Ibu mau punya cucu! kamu anak satu-satunya yang ibu punya, apa kamu tidak kasihan sama ibu, Ham ?" Sakit sekali rasanya ketika mendengar ibu mertuaku menyuruh Mas Ilham menceraikan aku. Rasanya dadaku benar-benar terasa sesak."Tolong beri Sela waktu lagi, Bu. Mungkin, Allah belum kasih saja, Bu. Lagian, kita 'kan bisa adopsi anak dari panti asuhan. Yang penting, Ilham gak mau menceraikan Sela, Bu.""Ibu gak mau, Ilham! Ibu mau cucu dari darah daging kamu sendiri!" "Tapi aku gak mau pisah sama Sela, Bu. Ilham sangat mencintai dia.""Lebih baik kamu periksa dia ke dokter! Jangan-jangan istri kamu itu memang mandul lagi!""Aku gak peduli Sela bisa kasih aku anak atau tidak, Bu. Aku juga gak maksud buat ibu terluka. Aku bingung, Bu. Aku mohon ibu mengerti, aku sangat menyayangi Sela, Bu.""Susah bicara sama kamu, Ham!"Aku menangis mendengar sendiri ucapan Mas Ilha
Di tempat tidur, sambil menyandarkan punggung pada kepala ranjang, aku menceritakan kejadian yang aku alami saat menabrak wanita yang hendak bunuh diri tadi pagi pada Mas Ilham.Mendengar cerita ku Mas Ilham nampak terkejut."Terus sekarang dia gimana ?" "Semoga saja dia tidak bunuh diri lagi, Mas. Aku juga kepikiran terus, aku gak yakin dia mau mendengarkan nasehat ku untuk tidak bunuh diri. Lelaki yang telah menghamili wanita itu tidak mau bertanggung jawab dan menghilang begitu saja. Wanita itu pasti sangat frustasi dengan keadaannya sekarang, Mas.""Kasihan juga dia.""Iya, Mas. Jujur aja, sampai sekarang aku masih selalu gak tenang, takut dia bunuh diri lagi. Masalahnya, lelaki yang telah menghamilinya pasti tidak mau tanggung jawab. Aku juga kepikiran untuk pergi ke rumahnya lagi untuk memastikan dia baik-baik saja, Mas."Mas Ilham terdiam, ia nampak tengah memikirkan sesuatu. Tak lama dia melihat ku dan menggenggam kedua tangan ku." Eum.. kayaknya aku punya ide, Sayang.""Ide
Satu bulan berlalu. Satu hari yang lalu, Mas Ilham sempat mengabarkan pada ibu dan Mama---yaitu ibuku dan juga ayahku jika aku tengah hamil. Mereka terlihat sangat gembira begitu mendengar kabar kehamilan ku.Dan hari ini, ibu mertuaku datang dengan wajah yang begitu gembira. "Sela, apa benar apa yang dikatakan Ilham jika kamu hamil, Nak ?" tanyanya dengan raut wajah senang. Beliau baru saja datang berkunjung ke rumah. "Ya bener, dong, Bu. Sela akhirnya hamil, Bu. Ini aku bawa surat dari dokter hasil pemeriksaan Sela waktu kemarin, Bu. Ibu pasti senang 'kan ?" ucap Mas Ilham disaat aku belum juga menjawab pertanyaan ibu. Ia batu saja keluar dari kamar setelah baru pulang dari kantor tadi. Ia menyodorkan surat palsu hasil pemeriksaan dari dokter yang dia buat waktu kemarin.Ibu meraih suratnya dan nampak membacanya. Namun, tak lama ia menatap Aku dan Mas Ilham dengan wajah yang kembali berbinar. Ibu mertuaku terlihat sangat senang sekali.Ia langsung mengelus-elus bahuku."Alhamduli
Tujuh bulan berlalu. Selama itu, aku sudah membiasakan diri memasang bantal di depan perutku agar aku terlihat tengah hamil.Memang bukan hal yang mudah. Tak pernah kepikiran sama sekali, jika ternyata aku tak hanya harus membohongi kedua orangtuaku dan juga orangtuanya Mas Ilham, tapi juga banyak orang. Seperti teman-temannya ibu dan ayahnya Mas Ilham, teman-teman kantornya Mas Ilham, teman-temanku dan pegawai butik ku, dan juga banyak orang. Rasanya aku ingin mengulang waktu dan tidak membiarkan semua ini terjadi. Seperti kemarin saat syukuran empat bulanan dan tujuh bulanan. Banyak orang yang mengira jika aku tengah hamil. Sungguh, aku merasa sangat berdosa sekali. Tapi, Mas Ilham juga pernah berjanji jika dia akan mengungkapkan semua ini di waktu yang tepat.Kali ini, aku baru saja pulang ke rumah setelah dari butik. Aku turun dari mobil setelah memarkirkan mobil di bagasi mobil yang ada di rumah. Karena merasa risih, aku sengaja tidak memakai bantal itu.Aku hendak melangkah ke
Akhirnya, delapan bulan pun tiba. Waktu yang dinanti-nanti karena sebentar lagi anak Ayu akan segera lahir. Usia kehamilan Ayu saat ini sudah sembilan bulan. Saat aku dan Mas Ilham berkunjung ke rumahnya, Ayu mengatakan jika dari hasil laboratorium, hitungan kelahirannya tinggal dua minggu lagi. Dan untuk saat ini, aku dan Mas Ilham berencana untuk bepergian dengan alasan Mas Ilham ada kerjaan di luar kota. Ibunya Mas Ilham yang memang menjadi sering ke rumah bahkan sampai menginap, begitu menyayangkan rencana kepergian kami.Di depan pintu rumah, Mas Ilham sudah membawa koper karena kami memang berniat lama tinggal di luar kota sambil menunggu kelahiran Ayu. Saat ini aku dan Mas Ilham hendak pergi, namun ibu masih berusaha menahan."Sela.. kamu yakin mau ikut Ilham ke luar kota, Nak ? Usia kehamilan kamu 'kan sudah delapan bulan. Perut kamu sudah semakin besar dan semakin harus penuh penjagaan. Kamu disini aja ya, sama ibu ?""Maaf ya, Bu. Sela gak bisa jauh dari Mas Ilham. Untuk s