Share

3. Rencana Ilham

Di tempat tidur, sambil menyandarkan punggung pada kepala ranjang, aku menceritakan kejadian yang aku alami saat menabrak wanita yang hendak bunuh diri tadi pagi pada Mas Ilham.

Mendengar cerita ku Mas Ilham nampak terkejut.

"Terus sekarang dia gimana ?"

"Semoga saja dia tidak bunuh diri lagi, Mas. Aku juga kepikiran terus, aku gak yakin dia mau mendengarkan nasehat ku untuk tidak bunuh diri. Lelaki yang telah menghamili wanita itu tidak mau bertanggung jawab dan menghilang begitu saja. Wanita itu pasti sangat frustasi dengan keadaannya sekarang, Mas."

"Kasihan juga dia."

"Iya, Mas. Jujur aja, sampai sekarang aku masih selalu gak tenang, takut dia bunuh diri lagi. Masalahnya, lelaki yang telah menghamilinya pasti tidak mau tanggung jawab. Aku juga kepikiran untuk pergi ke rumahnya lagi untuk memastikan dia baik-baik saja, Mas."

Mas Ilham terdiam, ia nampak tengah memikirkan sesuatu. Tak lama dia melihat ku dan menggenggam kedua tangan ku.

" Eum.. kayaknya aku punya ide, Sayang."

"Ide ? Ide apa maksud kamu, Mas ?"

"Kita rawat saja anak wanita itu."

"Merawatnya, Mas ? Kamu 'kan tau ibu kamu gak mau anak dari orang lain, Mas."

"Maksud aku, kamu pura-pura hamil aja. dan setelah anak dari wanita itu lahir, kita rawat dan kita bilang sama ibu jika anak itu anak kita."

Aku cukup terkejut dengan ide Mas Ilham. Benar-benar tak pernah menyangka jika dia akan mempunyai ide seperti itu. Segera aku melepaskan tanganku dari genggamannya.

"Astaga, Mas! Maksud kamu aku harus berbohong dengan aku pura-pura hamil ?! Aku gak mau, Mas. Aku gak mau berbohong!"

"Ya Allah, Sayang. Kita 'kan bohong demi kebaikan. Memangnya kamu mau ibu terus minta kita pisah ? Memangnya kamu mau aku nikah lagi sama wanita lain ?"

"Ya, gak papa lah, Mas. Aku akan berusaha rela."

"Jangan bohong kamu, Sel. Mana ada wanita yang mau di duakan. Kamu jahat banget sama aku, harusnya kamu itu larang aku buat nikah lagi."

"Aku gak punya pilihan lain, Mas. Sebesar apapun cinta aku sama kamu, aku 'kan juga gak boleh egois!"

"Kamu ini, ya. Kamu jangan bohong, kamu pasti akan sakit hati jika aku menikah lagi. Lagian, udah berapa kali aku bilang, aku gak mau nikah lagi, apalagi sampai pisah sama kamu!"

"Udah! ini cara agar aku gak disuruh ibu aku untuk menikah lagi. Cuma kita yang tau rahasia ini, Sayang. Gimana ?" lanjut Mas Ilham. Lalu, ia kembali menggenggam kedua telapak tanganku.

"Aku mohon kamu mau mengikuti rencana aku, ya ? Ini demi pernikahan kita, Sel."

Berat rasanya membayangkan harus berbohong dengan berpura-pura hamil.

"Terus, kalo sampai ibu kamu dan kedua orang tua aku tau, nanti gimana, Mas ? Kita akan terus berbohong lho, Mas ?"

"Masalah itu, kita pikirkan nanti saja. Yang penting, ibu gak nyuruh aku menikah lagi dengan wanita lain. Mau, ya ?"

Aku pun menghela nafas pasrah.

"Yaudahlah, Mas. Jika memang menurut kamu ini cara yang terbaik untuk pernikahan kita, Aku ngikut kamu aja."

"Yaudah, Besok kita ke rumah wanita itu, ya ?"

"Iya, Mas."

*****

Pagi ini, aku dan Mas Ilham pun pergi ke rumah wanita yang kemarin. Aku sampai lupa untuk menanyakan namanya. Tapi, setidaknya aku masih ingat alamat rumahnya.

Aku dan Mas Ilham pun sampai di depan rumah wanita itu. Rumah yang nampak kecil dan sederhana.

Salah satu hal yang membuat aku ingin mengadopsi anaknya, karena aku kasihan pada wanita itu karena lelaki yang telah membuatnya hamil tidak mau bertanggung jawab dan tak kunjung ditemukan. Aku juga tidak mau wanita itu kembali bunuh diri dengan kehadiran anak dalam kandungannya.

Aku berharap, jika aku mengadopsinya, ia tidak akan berniat bunuh diri lagi. Sungguh, aku pasti akan sangat menyesal seumur hidupku jika sampai tidak menolong seseorang yang berniat mati dihadapan ku.

Aku dan Mas Ilham pun dipersilahkan masuk setelah mengucapkan salam. Kami berdua disuruh duduk di ruang tamu. Kami pun menceritakan tujuan kami untuk mengadopsi anaknya. Sekarang, aku juga sudah tahu siapa nama wanita itu. Namanya, Ayu.

"Jadi gimana, Bu ? Ayu ?" tanya Mas Ilham pada Ayu dan ibunya.

"Bu, aku harus gimana ? Aku gak mungkin untuk merawat anak ini tanpa seorang ayah, Bu. Apa boleh aku membiarkan anak aku di adopsi oleh Mbak Sela dan Pak Ilham ? Aku ingin berusaha untuk memperbaiki kesalahan aku dengan membiarkan anak aku ada yang merawat. Kasihan anak aku jika sama aku, Bu. Ia akan tumbuh dengan penuh hinaan dari orang-orang, Bu," lirih Ayu.

"Iya, Nak, iya. Menurut ibu, itu lebih baik. Ibu juga setuju, Nak."

Aku menghela nafas lega. Mas Ilham juga nampak menghela nafas dan tersenyum kecil. Ia juga terlihat senang dengan apa yang dia dengar.

"Insyaallah, Bu. Saya dan istri saya akan terus kesini untuk mencukupi kebutuhan anak yang dikandung oleh Ayu. Seperti susu untuk ibu hamil, hingga sampai persalinan pun akan saya urus, Bu."

"Iya, 'kan, Sayang ?" lanjutnya bertanya padaku. Aku pun mengangguk pelan menyetujui.

"Iya, Ayu. Aku dan suami aku berniat untuk merawat anak kamu. Jadi, aku mohon, kamu jangan berniat bunuh diri lagi, ya ? Kamu juga jangan apa-apakan anak kamu."

"Iya, Pak, Bu. Saya tidak akan berniat bunuh diri lagi. Saya juga ingin menebus kesalahan saya. Terimakasih karena Pak Ilham dan Bu Sela sudah mau merawat anak saya nanti." Ucap Ayu.

Lega rasanya mendengar Ayu tidak akan berniat bunuh diri lagi. Memang itu yang aku inginkan. Selain karena rencana Mas Ilham, aku ingin merawat anaknya Ayu agar Ayu tidak berniat bunuh diri lagi.

*****

Setelah dari rumah Ayu, aku dan Mas Ilham pulang. Di perjalanan menuju pulang, aku terus merasa gelisah akan rencana Mas Ilham.

Sambil menyender pada kursi mobil, aku menoleh pada Mas Ilham yang tengah menyetir mobil.

"Mas, kamu yakin dengan rencana kamu ini ? itu artinya, aku harus berbohong dengan mengatakan aku hamil, dan jika sampai anak itu lahir, aku juga harus berbohong dengan mengatakan itu anak kita. Itu bisa sangat lama, Mas. Bahkan, mungkin seumur hidup aku harus berbohong. Ya Allah, Mas.. rasanya aku gak sanggup."

Sambil menyetir, sejenak Mas Ilham menoleh padaku.

"Ini demi pernikahan kita, sayang. Aku juga mengerti perasaan kamu. Aku juga gak mau bohong kayak gini. Insyaallah, suatu saat nanti aku akan ceritakan semuanya di waktu yang tepat."

"Ini salah aku, Mas. Coba saja aku bisa hamil, mungkin kita gak akan sampai bohong kayak gini. Maafin aku, Mas, karena aku gak bisa hamil dan menjadi istri yang sempurna untuk kamu," lirihku.

Mas Ilham kembali menoleh padaku, ia lalu mengelus rambut ku.

"Kamu jangan bilang begitu. Mungkin, ini memang takdir dari Allah agar kita bisa menolong Ayu dengan membiarkan kita merawat anaknya. Gak ada wanita yang ingin mandul 'kan ? Semua ini sudah ketentuan Allah, Sayang. Jadi, kamu jangan menyalahkan diri kamu sendiri, ya ?" ucapnya.

Bersyukur sekali aku memiliki suami seperti Mas Ilham. Ia benar-benar tetap ingin mempertahankan aku disaat aku sudah tidak sempurna.

"Nanti kita mulai rencananya, ya ? Aku akan bilang sama ibu aku jika kamu akan mulai ikut program hamil."

Aku mengangguk pelan menyetujuinya. Kebohongan sebentar lagi akan dimulai.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status