Di tempat tidur, sambil menyandarkan punggung pada kepala ranjang, aku menceritakan kejadian yang aku alami saat menabrak wanita yang hendak bunuh diri tadi pagi pada Mas Ilham.
Mendengar cerita ku Mas Ilham nampak terkejut."Terus sekarang dia gimana ?""Semoga saja dia tidak bunuh diri lagi, Mas. Aku juga kepikiran terus, aku gak yakin dia mau mendengarkan nasehat ku untuk tidak bunuh diri. Lelaki yang telah menghamili wanita itu tidak mau bertanggung jawab dan menghilang begitu saja. Wanita itu pasti sangat frustasi dengan keadaannya sekarang, Mas.""Kasihan juga dia.""Iya, Mas. Jujur aja, sampai sekarang aku masih selalu gak tenang, takut dia bunuh diri lagi. Masalahnya, lelaki yang telah menghamilinya pasti tidak mau tanggung jawab. Aku juga kepikiran untuk pergi ke rumahnya lagi untuk memastikan dia baik-baik saja, Mas."Mas Ilham terdiam, ia nampak tengah memikirkan sesuatu. Tak lama dia melihat ku dan menggenggam kedua tangan ku." Eum.. kayaknya aku punya ide, Sayang.""Ide ? Ide apa maksud kamu, Mas ?""Kita rawat saja anak wanita itu.""Merawatnya, Mas ? Kamu 'kan tau ibu kamu gak mau anak dari orang lain, Mas.""Maksud aku, kamu pura-pura hamil aja. dan setelah anak dari wanita itu lahir, kita rawat dan kita bilang sama ibu jika anak itu anak kita."Aku cukup terkejut dengan ide Mas Ilham. Benar-benar tak pernah menyangka jika dia akan mempunyai ide seperti itu. Segera aku melepaskan tanganku dari genggamannya."Astaga, Mas! Maksud kamu aku harus berbohong dengan aku pura-pura hamil ?! Aku gak mau, Mas. Aku gak mau berbohong!""Ya Allah, Sayang. Kita 'kan bohong demi kebaikan. Memangnya kamu mau ibu terus minta kita pisah ? Memangnya kamu mau aku nikah lagi sama wanita lain ?""Ya, gak papa lah, Mas. Aku akan berusaha rela.""Jangan bohong kamu, Sel. Mana ada wanita yang mau di duakan. Kamu jahat banget sama aku, harusnya kamu itu larang aku buat nikah lagi.""Aku gak punya pilihan lain, Mas. Sebesar apapun cinta aku sama kamu, aku 'kan juga gak boleh egois!""Kamu ini, ya. Kamu jangan bohong, kamu pasti akan sakit hati jika aku menikah lagi. Lagian, udah berapa kali aku bilang, aku gak mau nikah lagi, apalagi sampai pisah sama kamu!""Udah! ini cara agar aku gak disuruh ibu aku untuk menikah lagi. Cuma kita yang tau rahasia ini, Sayang. Gimana ?" lanjut Mas Ilham. Lalu, ia kembali menggenggam kedua telapak tanganku."Aku mohon kamu mau mengikuti rencana aku, ya ? Ini demi pernikahan kita, Sel."Berat rasanya membayangkan harus berbohong dengan berpura-pura hamil."Terus, kalo sampai ibu kamu dan kedua orang tua aku tau, nanti gimana, Mas ? Kita akan terus berbohong lho, Mas ?""Masalah itu, kita pikirkan nanti saja. Yang penting, ibu gak nyuruh aku menikah lagi dengan wanita lain. Mau, ya ?"Aku pun menghela nafas pasrah."Yaudahlah, Mas. Jika memang menurut kamu ini cara yang terbaik untuk pernikahan kita, Aku ngikut kamu aja.""Yaudah, Besok kita ke rumah wanita itu, ya ?""Iya, Mas."*****Pagi ini, aku dan Mas Ilham pun pergi ke rumah wanita yang kemarin. Aku sampai lupa untuk menanyakan namanya. Tapi, setidaknya aku masih ingat alamat rumahnya.Aku dan Mas Ilham pun sampai di depan rumah wanita itu. Rumah yang nampak kecil dan sederhana.Salah satu hal yang membuat aku ingin mengadopsi anaknya, karena aku kasihan pada wanita itu karena lelaki yang telah membuatnya hamil tidak mau bertanggung jawab dan tak kunjung ditemukan. Aku juga tidak mau wanita itu kembali bunuh diri dengan kehadiran anak dalam kandungannya.Aku berharap, jika aku mengadopsinya, ia tidak akan berniat bunuh diri lagi. Sungguh, aku pasti akan sangat menyesal seumur hidupku jika sampai tidak menolong seseorang yang berniat mati dihadapan ku.Aku dan Mas Ilham pun dipersilahkan masuk setelah mengucapkan salam. Kami berdua disuruh duduk di ruang tamu. Kami pun menceritakan tujuan kami untuk mengadopsi anaknya. Sekarang, aku juga sudah tahu siapa nama wanita itu. Namanya, Ayu."Jadi gimana, Bu ? Ayu ?" tanya Mas Ilham pada Ayu dan ibunya."Bu, aku harus gimana ? Aku gak mungkin untuk merawat anak ini tanpa seorang ayah, Bu. Apa boleh aku membiarkan anak aku di adopsi oleh Mbak Sela dan Pak Ilham ? Aku ingin berusaha untuk memperbaiki kesalahan aku dengan membiarkan anak aku ada yang merawat. Kasihan anak aku jika sama aku, Bu. Ia akan tumbuh dengan penuh hinaan dari orang-orang, Bu," lirih Ayu."Iya, Nak, iya. Menurut ibu, itu lebih baik. Ibu juga setuju, Nak."Aku menghela nafas lega. Mas Ilham juga nampak menghela nafas dan tersenyum kecil. Ia juga terlihat senang dengan apa yang dia dengar."Insyaallah, Bu. Saya dan istri saya akan terus kesini untuk mencukupi kebutuhan anak yang dikandung oleh Ayu. Seperti susu untuk ibu hamil, hingga sampai persalinan pun akan saya urus, Bu.""Iya, 'kan, Sayang ?" lanjutnya bertanya padaku. Aku pun mengangguk pelan menyetujui."Iya, Ayu. Aku dan suami aku berniat untuk merawat anak kamu. Jadi, aku mohon, kamu jangan berniat bunuh diri lagi, ya ? Kamu juga jangan apa-apakan anak kamu.""Iya, Pak, Bu. Saya tidak akan berniat bunuh diri lagi. Saya juga ingin menebus kesalahan saya. Terimakasih karena Pak Ilham dan Bu Sela sudah mau merawat anak saya nanti." Ucap Ayu.Lega rasanya mendengar Ayu tidak akan berniat bunuh diri lagi. Memang itu yang aku inginkan. Selain karena rencana Mas Ilham, aku ingin merawat anaknya Ayu agar Ayu tidak berniat bunuh diri lagi.*****Setelah dari rumah Ayu, aku dan Mas Ilham pulang. Di perjalanan menuju pulang, aku terus merasa gelisah akan rencana Mas Ilham.Sambil menyender pada kursi mobil, aku menoleh pada Mas Ilham yang tengah menyetir mobil."Mas, kamu yakin dengan rencana kamu ini ? itu artinya, aku harus berbohong dengan mengatakan aku hamil, dan jika sampai anak itu lahir, aku juga harus berbohong dengan mengatakan itu anak kita. Itu bisa sangat lama, Mas. Bahkan, mungkin seumur hidup aku harus berbohong. Ya Allah, Mas.. rasanya aku gak sanggup."Sambil menyetir, sejenak Mas Ilham menoleh padaku."Ini demi pernikahan kita, sayang. Aku juga mengerti perasaan kamu. Aku juga gak mau bohong kayak gini. Insyaallah, suatu saat nanti aku akan ceritakan semuanya di waktu yang tepat.""Ini salah aku, Mas. Coba saja aku bisa hamil, mungkin kita gak akan sampai bohong kayak gini. Maafin aku, Mas, karena aku gak bisa hamil dan menjadi istri yang sempurna untuk kamu," lirihku.Mas Ilham kembali menoleh padaku, ia lalu mengelus rambut ku."Kamu jangan bilang begitu. Mungkin, ini memang takdir dari Allah agar kita bisa menolong Ayu dengan membiarkan kita merawat anaknya. Gak ada wanita yang ingin mandul 'kan ? Semua ini sudah ketentuan Allah, Sayang. Jadi, kamu jangan menyalahkan diri kamu sendiri, ya ?" ucapnya.Bersyukur sekali aku memiliki suami seperti Mas Ilham. Ia benar-benar tetap ingin mempertahankan aku disaat aku sudah tidak sempurna."Nanti kita mulai rencananya, ya ? Aku akan bilang sama ibu aku jika kamu akan mulai ikut program hamil."Aku mengangguk pelan menyetujuinya. Kebohongan sebentar lagi akan dimulai.Satu bulan berlalu. Satu hari yang lalu, Mas Ilham sempat mengabarkan pada ibu dan Mama---yaitu ibuku dan juga ayahku jika aku tengah hamil. Mereka terlihat sangat gembira begitu mendengar kabar kehamilan ku.Dan hari ini, ibu mertuaku datang dengan wajah yang begitu gembira. "Sela, apa benar apa yang dikatakan Ilham jika kamu hamil, Nak ?" tanyanya dengan raut wajah senang. Beliau baru saja datang berkunjung ke rumah. "Ya bener, dong, Bu. Sela akhirnya hamil, Bu. Ini aku bawa surat dari dokter hasil pemeriksaan Sela waktu kemarin, Bu. Ibu pasti senang 'kan ?" ucap Mas Ilham disaat aku belum juga menjawab pertanyaan ibu. Ia batu saja keluar dari kamar setelah baru pulang dari kantor tadi. Ia menyodorkan surat palsu hasil pemeriksaan dari dokter yang dia buat waktu kemarin.Ibu meraih suratnya dan nampak membacanya. Namun, tak lama ia menatap Aku dan Mas Ilham dengan wajah yang kembali berbinar. Ibu mertuaku terlihat sangat senang sekali.Ia langsung mengelus-elus bahuku."Alhamduli
Tujuh bulan berlalu. Selama itu, aku sudah membiasakan diri memasang bantal di depan perutku agar aku terlihat tengah hamil.Memang bukan hal yang mudah. Tak pernah kepikiran sama sekali, jika ternyata aku tak hanya harus membohongi kedua orangtuaku dan juga orangtuanya Mas Ilham, tapi juga banyak orang. Seperti teman-temannya ibu dan ayahnya Mas Ilham, teman-teman kantornya Mas Ilham, teman-temanku dan pegawai butik ku, dan juga banyak orang. Rasanya aku ingin mengulang waktu dan tidak membiarkan semua ini terjadi. Seperti kemarin saat syukuran empat bulanan dan tujuh bulanan. Banyak orang yang mengira jika aku tengah hamil. Sungguh, aku merasa sangat berdosa sekali. Tapi, Mas Ilham juga pernah berjanji jika dia akan mengungkapkan semua ini di waktu yang tepat.Kali ini, aku baru saja pulang ke rumah setelah dari butik. Aku turun dari mobil setelah memarkirkan mobil di bagasi mobil yang ada di rumah. Karena merasa risih, aku sengaja tidak memakai bantal itu.Aku hendak melangkah ke
Akhirnya, delapan bulan pun tiba. Waktu yang dinanti-nanti karena sebentar lagi anak Ayu akan segera lahir. Usia kehamilan Ayu saat ini sudah sembilan bulan. Saat aku dan Mas Ilham berkunjung ke rumahnya, Ayu mengatakan jika dari hasil laboratorium, hitungan kelahirannya tinggal dua minggu lagi. Dan untuk saat ini, aku dan Mas Ilham berencana untuk bepergian dengan alasan Mas Ilham ada kerjaan di luar kota. Ibunya Mas Ilham yang memang menjadi sering ke rumah bahkan sampai menginap, begitu menyayangkan rencana kepergian kami.Di depan pintu rumah, Mas Ilham sudah membawa koper karena kami memang berniat lama tinggal di luar kota sambil menunggu kelahiran Ayu. Saat ini aku dan Mas Ilham hendak pergi, namun ibu masih berusaha menahan."Sela.. kamu yakin mau ikut Ilham ke luar kota, Nak ? Usia kehamilan kamu 'kan sudah delapan bulan. Perut kamu sudah semakin besar dan semakin harus penuh penjagaan. Kamu disini aja ya, sama ibu ?""Maaf ya, Bu. Sela gak bisa jauh dari Mas Ilham. Untuk s
Aku dan Mas Ilham masih di Villa selama satu bulan ini. Mas Ilham sudah memberi kabar pada kedua orangtuaku dan orangtuanya, jika aku telah lahiran secara prematur. Ayu dan ibunya sudah pulang sejak satu minggu yang lalu. Bayinya Ayu kini sudah mulai aku rawat bersama Mas Ilham.Kebohongan ini benar-benar sudah terlanjur. Entah apa yang akan terjadi jika sampai banyak orang yang tahu akan pura-pura hamil ku selama ini. Juga akan anak Ayu yang kami sebutkan sebagai anak kandung ku dan Mas Ilham. Apalagi, jika sampai ibunya Mas Ilham yang tahu, mungkin ibu mertuaku pasti akan menyuruh Mas Ilham untuk menceraikan ku. Apalagi, yang paling bersikeras menginginkan Mas Ilham menceraikanku dan menikah lagi dengan perempuan lain adalah ibu.Di tempat tidur, Mas Ilham memangku anak Ayu yang sekarang sudah menjadi anak kami berdua. Mas Ilham nampak begitu sayang pada anak yang kami beri nama Zahra itu. Aku menyenderkan kepalaku di bahunya Mas Ilham sambil mengelus kepala bayi Ayu. Zahra ten
Beberapa minggu ini aku tidak pergi ke butik. Aku fokus untuk merawat Zahra di rumah. Rasanya, aku sudah merasa seperti seorang ibu berkat kehadiran Zahra. Aku terus memangku Zahra sambil memberinya susu formula. Tapi, kali ini Zahra terus menangis. Susu formula yang aku kasih juga terus terbuang kembali dari mulutnya.Aku benar-benar merasa panik dengan keadaan Zahra."Ya Allah, Zahra... Kamu kenapa, Nak ? Mamah jadi bingung kalo kamu nangis terus seperti ini.Karena sangat panik, aku memutuskan untuk menelpon Mas Ilham. Aku mengambil handphone-ku yang disimpan di atas laci kamar. Aku langsung menelpon Mas Ilham.Panggilan terhubung.[Ada apa, Sayang ? Aku lagi kerja] ucap Mas Ilham di balik telpon."Zahra, Mas. Zahra nangis terus, aku bingung mesti gimana. Di kasih susu formula juga terus dimuntahkan lagi."[Yaudah... Kamu lebih baik panggil dokter aja ke rumah ya, aku 'kan masih belum bisa pulang, Sayang.]Benar kata Mas Ilham, aku sampai tidak kepikiran saking paniknya."Iya, Mas
POV ILHAMAku baru pulang ke rumah setelah dari kantor. Saat membuka pintu rumah, aku lihat ibu tengah memangku Zahra. Ibu memang terlihat begitu sayang sekali pada Zahra. Sejak aku menikah dengan Sela, ibu selalu ingin cepat pulang cucu.Aku masuk dan mengucapkan salam, lalu menyalami tangan ibuku."Udah pulang kamu, Ham," tanya ibu. "Udah, Bu. Papah berangkat ke luar negeri lagi, Bu ?" "Iya, papah kamu sibuk terus. Katanya sekitar dua mingguan disana. Makannya ibu mau menginap disini.""Dua minggu, Bu ?" tanyaku menohok. Bukannya tidak memperbolehkan ibuku menginap, tapi aku takut jika rahasia yang selama ini ditutupi rapat-rapat, terbongkar. "Kenapa ? Kok kayaknya kamu kaget denger ibu mau menginap lama ?""Eu-- bukan begitu, Bu. Ilham cuma gak tega aja papah kerja sampai dua minggu di luar negeri," ucapku berbohong."Ah! kamu ini, kayak baru pertama kali ini aja kamu denger papah kamu ke luar negeri dalam waktu lama. Biasanya 'kan juga begini, Ham. Tapi, gak papalah, ibu jadi b
POV SELADi taman belakang rumah, aku tengah memberikan susu formula pada Zahra yang ada di kursi roda. Sesekali aku tersenyum melihat betapa lucunya dia. Zahra makin lama semakin gembul. Tubuhnya yang saat masih satu bulan, berbeda dengan yang sekarang setelah empat bulan. Ia semakin menggemaskan."Anak mamah cantik banget, sih. Pipinya juga makin tembem." Ucapku sambil memberikan susu formula dan mencubit pelan pipinya yang chubby.Tak lama handphone ku yang disimpan dimeja halaman berdering. Ada yang menelpon. Aku lihat sebentar siapa yang menelepon. Ternyata Ayu."Halo, Yu ? Kamu baik-baik saja ?" tanya ku karena takut Rio kembali menemuinya.[Rio datang ke butik, Bu. Ia sekarang a-ada di sebelah saya. Di-a sekarang mengancam saya, Bu.] Suara Ayu terdengar gugup dan ketakutan. Ternyata Rio tengah mengancamnya.[Heh, cepat kamu kasih uang padaku seratus juta. Jika tidak akan aku ambil anakku!] Deg! Jantungku berdebar begitu panik. Kini yang bersuara di balik telpon bukan Ayu, me
Satu minggu berlalu, Sela yang tengah mengasuh Zahra bersama Bu Tari--ibu mertuanya saling menoleh begitu ada yang mengetuk pintu rumah."Biar Sela saja yang bukakan pintunya, Bu.""Iya, Nak."Sela langsung beranjak dari sofa, ia berjalan untuk membuka pintu rumahnya. Dan ketika dia membuka pintu.Deg! Ia benar-benar merasa terkejut begitu melihat Rio yang sudah ada di teras depan rumahnya. Sejenak, Sela melihat ke arah dalam rumahnya, ia memastikan ibu mertuanya tidak melihat Rio."Ka-kamu, kamu ngapain kesini ?" tanya Sela yang ketakutan. Rio tertawa menyeringai. Ia senang melihat wanita di hadapannya takut kepada dirinya. "Jangan sok polos begitu, aku butuh uang.""Apa ? Uang ? Baru satu minggu yang lalu aku kasih kamu uang seratus juta. Apa sudah habis ?!" ucap Sela pelan."Yaiyalah.. kebutuhan ku banyak, aku ingin beli mobil. Uang yang kemarin udah masih kurang.""Aku gak akan beri kamu uang lagi! Aku bisa laporkan kamu ke polisi jika kamu terus memerasku."Rio terdiam dengan a